Karena tak tahan digoda oleh keluarga Reigha, di mana mereka terus menjodoh-jodohkan Ziea dan Reigha, Ziea memutuskan untuk pulang lebih dulu– dengan alasan pengunjung cafe miliknya ramai dan Ziea harus membantu para pegawainya.
"Ziea, kau mau pulang?" tanya pamannya--Gabriel–Daddy Reigha, yang kebetulan berpapasan dengan Ziea."Iya, Paman," jawab Ziea dengan menganggukkan kepala pelan, tersenyum tipis ke arah pamannya. Kata orang-orang, pamannya ini sangat menyeramkan. Namun, bagi Ziea pamannya ini adalah paman terbaik.Yah, pendiam dan dingin. Namun, Pamannya ini orang yang sangat peduli serta sangat menyayangi keluarga. "Ega, kemari sebentar," panggil Gabriel tiba-tiba, saat melihat Reigha lewat dan berniat masuk dalam lift.Ziea sendiri seketika panik, sontak menatap ke arah Pamannya memandang– memperhatikan Reigha yang berjalan dengan cool, layaknya king yang ingin naik ke singgasananya.'Zi, kamu sudah punya pacar. Tolong lupakan Kak Reigha. Ingat! Wanita di Paris banyak yang cantik dan smart, dan terakhir kali dia menggandeng perempuan. Tolong jangan jatuh cinta lagi pada orang ini. Ingat juga dong kalau dia pernah menerormu! Jangan jatuh cinta pada devil, Ziea.'Jantung Ziea berdebar kencang, semakin berdetak kuat dan melaju cepat seiring Reigha yang berjalan lebih dekat ke arahnya. Ketika pria itu berhenti tepat di sebelahnya dengan jarak yang sangat dekat, jantung Ziea rasanya hampir meledak dalam sana.Ini terlalu dekat! Bahkan pundaknya menyentuh lengan Reigha. Jantung Ziea tak aman!Sejujurnya, pria ini adalah pria yang Ziea suka, dan dia tak pernah curhat mengenai perasaannya pada siapapun. Dia memendamnya sendiri. Namun, entah bagaimana mereka tahu jika Ziea menyukai Reigha. Dan ada yang menjadi cepu di keluarga ini, tiba-tiba kabar itu tersebar– membuat Ziea selalu dijodoh-jodohkan dengan Reigha.Dulu, Ziea malu-malu saat dijodoh-jodohkan dengan Reigha. Sekarang juga begitu, hanya saja dia memahami sesuatu. Reigha risih dan tak suka!Ziea pernah nekat mengungkapkan perasaannya pada Reigha, lima tahun yang lalu. Dengan konyolnya, dia mengungkap perasaannya pada Reigha. Pria itu mengatakan Ziea harus menyelesaikan pendidikannya dan mengejar cita-citanya lebih dahulu baru Reigha bersedia menjalin hubungan dengan Ziea. Sialnya! Beberapa bulan setelah Ziea mengutarakan perasaannya pada Reigha, pria itu menghindarinya. Tak lama juga, Reigha mendadak memutuskan untuk menetap di Paris– mengurus bisnis keluarga mereka yang ada di sana. Dan Ziea paham jika saat itu Reigha tidak sedang berjanji untuk menunggunya, tetapi pria itu tengah menolak Ziea secara halus.Hal yang menyakitkannya adalah Ziea nekat serta diam-diam menyusul Reigha ke bandara, berniat mengantar pria itu dan sebagai perjumpaan terakhir mereka. Tetapi sampainya di sana, Ziea harus melihat Reigha sedang duduk dengan memangku perempuan dan mereka berciuman. Itu patah hati terberat bagi Ziea.Sejak saat itu Ziea memilih memendam rasa, berusaha move on dan melupakan Reigha–sepupu yang menjadi cinta pertamanya. Disela-sela dia berusaha move on, Reigha tiba-tiba mengancamnya lewat telpon. Itu menjadi cambukan cinta paling menyakitkan bagi Ziea. Sekarang, Ziea sudah punya kekasih. Ziea belum mencintai kekasihnya, tapi dia yakin setelah dia dan kekasihnya menikah, dia akan mencintai sang kekasih."Calon istrimu ingin pulang. Kau bisa mengantarnya, Son?" tanya Gabriel setelah Reigha di dekatnya.'What?! Apa-apaan Paman ini?! Ah ya Tuhan!! Bahkan Paman juga ikut-ikutan. Aduh.'"Baik, Daddy." Reigha menganggukkan kepala."Se--sebenarnya tidak perlu, Paman. Aku sudah memesan taksi--""Kau bisa membatalkannya." Reigha memotong cepat, mencekal pergelangan tangan Ziea kemudian menarik Ziea agar ikut dengannya."Kak, aku tidak perlu diantar oleh Kak Reigha. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula pacarku …-""Putuskan pacarmu!" potong Reigha dengan cepat, nadanya terkesan marah dan raut mukanya semakin terlihat dingin."Maaf, Kak. Itu bukan urusan Kakak dan tak ada sangkut pautnya juga dengan Kakak.""Siapa yang mengizinkanmu punya kekasih?!" desis Reigha dengan menatap tajam ke arah Ziea."Aku sudah dewasa, jadi aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri tanpa harus izin pada siapapun," ucap Ziea dengan nada pelan dan hati-hati, dia sangat gugup dan canggung secara bersamaan. Tatapan Reigha begitu menusuk dan mengintimidasi.Jujur saja, Ziea takut dan merinding!"Dewasa? Apa buktinya kau sudah dewasa, Zi?" Reigha menaikkan sebelah alis, bersedekap di dada dengan raut muka yang terlihat dingin sembari memperhatikan ekspresi wajah muram dan kecut Ziea."Usiaku sudah dua puluh lima tahun.""Usia tidak bisa menjamin seseorang dewasa atau tidak.""Dadaku sudah tumbuh besar," kesal Ziea mengaco, membusungkan dada ke arah Reigha– menunjukkan jika ukuran dadanya sudah jauh lebih besar dibandingkan lima tahun terakhir.Namun, saat menyadari apa yang dia lakukan, dan sadar jika Reigha menatap ke arah dadanya, Ziea sontak menyilangkan tangan di depan dada. Bergerak mundur juga karena merasa malu dengan Reigha.'Aaaah, apa yang aku lakukan? Astaga astaga! Aku sangat malu!' batin Ziea, meringis dalam hati. Pipinya memerah padam dan terasa panas dari dalam, dia malu hingga ke akar-akar."Cih, palsu," komentar Reigha berkacak pinggang dan masih menatap ke arah dada Ziea,"busa," lanjutnya, semakin mencekik dan membuat Ziea reflek menganga dan membulatkan mata.Sakit sekali! Dadanya dituduh palsu? Busa? Yang benar saja?!"Ini asli!" kesal Ziea."Aku sudah melihat," ucap pria itu, berhasil membuat tubuh Ziea membeku dan menegang kaku, "tidak lebih besar dari telapak tanganku," tambahnya dengan nada pelan, sudah berada tepat di depan Ziea dengan jarak yang sangat dekat– Ziea bisa merasakan hembusan napas pria ini yang menerpa wajah Ziea, beraroma mint dan menyegarkan.Namun membuat jantung Ziea serasa turun ke lambung dan membuat lututnya gemetaran."A--aku tidak paham dengan apa yang Kak Reigha katakan. Maaf, aku harus pergi." Buru-buru Ziea mendorong dada bidang Reigha, kemudian segera beranjak dari sana dengan air muka panik dan pucat pias.Hah, tidak lebih besar dari telapak tangannya? Ke--kenapa rasanya si kulkas ini menjadi mesum? Dan-- shit, jangan-jangan Reigha sadar dengan malam itu.***"Nanti kita ber-telponan lagi. Matikan saja sambungannya, pasien menunggumu dan menyelamatkan nyawa seseorang itu lebih berharga dibandingkan ber-telponan," ucap Ziea lembut, tengah ber-telponan dengan kekasihnya yang bernama Dion Sanjaya– seorang dokter bedah di salah satu rumah sakit kota ini.Mereka sudah berpacaran enam bulan yang lalu, dan menurut Ziea itu sudah cukup untuk saling mengenal. Namun, entah kenapa Ziea menolak untuk menikah di waktu yang dekat dengan Dion. Entahlah! Mungkin karena Ziea masih ingin memuaskan diri di masa mudanya ini."Hais." Ziea menghela napas, memijit kening setelah kekasihnya memutuskan sambungan telpon. Lagi-lagi Dion menanyakan kesiapan Ziea untuk dinikahi. "Apa aku mau saja yah? Tapi kan aku sudah tidak perawan lagi. Cik, bagaimana ini?" gumam Ziea, dalam ruangan kerja di cafe miliknya.Ceklek'Pintu ruangannya terbuka, Ziea spontan menoleh ke arah sana. "Siap--" Perkataan Ziea spontan berhenti saat melihat siapa yang membuka pintu. Reigha Abbas Azam!Deg'Jantung Ziea sontak berdebar kencang. Matanya membelalak dan air mukanya berubah pucat. "Kenapa Kak Rei kemari?"Jangan bilang Reigha mengikutinya kemari?"Putuskan Kekasihmu!" dingin pria itu, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ziea. Dia mengunci pintu kemudian melangkah mendekati Ziea yang sudah mematung dan membeku."Sudah kukatakan, aku dan kekasihku tidak ada sangkut pautnya dengan Kak Reigha!" kesal Ziea, sengaja untuk menutupi kegugupan yang melandanya saat Reigha sudah ada di dekatnya."Kau akan menikah denganku," jawab Reigha santai."Apa? Siapa yang ingin menikah dengan Kak Reigha?!" kaget Ziea dengan air muka gugup dan dia semakin panik. "Aku tidak mau, aku akan menikah dengan kekasihku. Bukan dengan Kak Reigha.""Kau yakin menolak menikah denganku?" Reigha menaikkan sebelah alis."Tentu. Aku sangat yakin seratus persen." Ziea menganggukkan kepala dengan mantap."By the way, malam itu aku sama sekali tidak menggunakan pengaman dan aku mengeluarkannya di dalammu," ucap Reigha dengan nada dingin dan menusuk, sudah berada tepat di depan Ziea– memeluk pinggang perempuan itu sembari menatap tajam dan penuh peringatan.Jantung Ziea rasanya akan copot dan wajahnya bukan hanya kaku, tetapi juga memerah padam– marah namun jua malu mendengar perkataan Reigha. Ditambah posisinya yang sangat intim seperti ini dengan Reigha, rasanya Ziea ingin pingsan.'Aku kembali untukmu, tetapi kau memilih dengan orang lain. Cih, jangan harap kau bisa lepas dariku, Little girl!'"Aku mencintaimu, Haiden. Aku ma--mau dijadikan istri kedua atau selingkuhanmu. Plis!" Seseorang yang diam-diam mengintip dari tempatnya, mengepalkan tangan. Lea termenung, berjongkok di balik sebuah tembok. Sejak kemarin dia dan Haiden sudah di penginapan, tempat mereka akan melakukan resepsi pernikahan dengan pasangan Matheo dan Aesya. Malam ini adalah pesta pernikahannya dengan Haiden. Setelah di penginapan ini, Lea dan Haiden memang jarang berinteraksi. Haiden seperti menjaga jarak. Keharusan! Haiden dan dia tidak tidur satu kamar sebab tradisi keluarga suaminya, di mana sebelum acara benar-benar selesai, mereka tidak diperbolehkan satu kamar dan interaksi dibatasi. Tadi malam, Lea tidur dengan sepupu perempuan suaminya–dia benar-benar dijaga. Tradisi aneh, tetapi Lea cukup menyukainya. Kembali ke sekarang. Karena acara akan dimulai dan Lea ingin hadir bersamaan dengan Haiden ke tempat pesta, dia berniat menyusul Haiden. Namun, di tengah jalan dia mendapati suaminya sedang b
"Akhirnya kau menjadi milikku, Azalea," bisik Haiden, setelah memasang cincin di jemari manis istrinya. Setelah itu, dia menarik kecil Lea kemudian mencium kening perempuan yang telah sah menjadi istrinya tersebut. Lea terdiam dengan perasaan aneh yang menyelusup dalam hati, dia hanya merenung–membiarkan Haiden mencium keningnya. Haiden melepas kecupan hangat tersebut, tetapi masih terus menatap wajah cantik Lea. Sayang, perempuan ini sangat pelit–memilih menunduk dibandingkan memperlihatkan kecantikannya pada Haiden. Haiden menangkup pipi Lea secara lembut, mengangkatnya sedikit memaksa–sekarang Lea telah mendongak ke arahnya, menatapnya dengan mata hangat bertabur sparkling. "Hello, Wife," sapa Haiden dengan rendah, tersenyum lembut ke arah Lea. Tak dapat menahan kegembiraan dalam hati, Lea seketika mengibarkan senyuman yang sangat indah. Ada perasaan berdebar ketika Haiden mengatakan hal tadi. Namun, debaran kali ini terasa gembira dan menakjubkan. "Hai, Mas suami," jawab Le
"Kau mau kemana?"Haiden berdecak pelan lalu mendengus. Dia berniat putar balik, tetapi suara dingin itu menghentikan niatannya. Dengan raut muka dingin, Haiden memutar tubuh menghadap Reigha. Melihat wajah datar sahabat sekaligus adik iparnya tersebut, Haiden menggaruk telinga. Dia mendengus lalu berjalan ke arah Reigha. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Haiden, menatap curiga pada Reigha. "Ziea," jawab Reigha datar dan singkat, duduk tenang di tempatnya–tak terganggu oleh kehadiran Haiden yang saat ini telah berdiri di sebelahnya. "Kau tidak bertanya kenapa aku di sini?" Haiden menaikkan sebelah alis, bersedekah dingin. Sejujurnya dia menunggu Reigha bertanya hal tersebut padanya. Saat dia berjalan dari mobil hingga ke tempat ini– tepat di sebelah Reigha berdiri, dia sudah memikirkan alasan apa yang akan dia katakan pada Reigha semisal Reigha menginterogasinya. Reigha menoleh malas ke arah Haiden. "Persetan!" jawabnya cukup santai, tetapi menyebalkan secara saksama. Haiden
"Lea sayang, kamu kenapa?""Papa dengar ada keributan di kamarmu, apa terjadi sesua …- Tuan Haiden?!" Mata Denis membelalak, kaget ketika melihat calon menantunya ada di dalam kamar putrinya. "Pria ini menelusup masuk dalam kamar Azalea. Untung aku lebih dulu menelusup ke kamar putrimu, Ayah mertua," ucap Haiden santai, sengaja mengatakan 'putrimu dan Ayah mertua, trik agar om yang merangkap menjadi ayah kekasihnya tersebut tersanjung. 'Anjay, jujur sekali orang ini. Bikin empeduku ketar ketir ajah,' batin Lea, menatap horor dan melongo syok ke arah Haiden. Mulutnya bahkan terbuka lebar, saking tak percayanya dia dengan Haiden. "Oh iya, Nak Haiden. Untung kamu menelusup lebih dulu," jawab Denis cukup riang, mengganti panggilan Tuan pada Haiden menjadi Nak. Hanya menyebut Lea sebagai putrinya dan dipanggil Ayah mertua oleh Haiden, hatinya meluluh–luar biasa senang. "Azalea bilang dia teman ayah," ucap Haiden, melirik sekilas pada tubuh tua yang sudah tak berdaya di lantai. Kemudian
Benni yang telah berhasil mencongkel jendela kamar Lea seketika menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Akhirnya, Lea ku yang cantik dan manis-- malam ini aku mendapatkanmu!" ucap Benni, merasa senang serta tak sabar untuk melaksanakan aksinya. Perlahan dia membuka jendela kamar lalu masuk secara hati-hati serta mengendap-endap. Beruntung kamar Lea minim pencahayaan, jadi dia bisa menyelinap dengan gampang. ***Krek'Mendengar bunyi jendela terbuka secara perlahan, mata Haiden yang sempat terpejam seketika kembali terbuka. Dia menoleh ke arah jendela dalam kamar, matanya bisa dikatakan tajam dalam kegelapan sehingga dia bisa melihat siluet seseorang yang tengah menyelinap masuk ke kamar calon istrinya ini. Alis Haiden menekuk tajam, seketika terpancing amarah–jelas itu siluet seorang laki-laki! Tak mungkin Lea mengundang pria dalam kamar, meskipun sedikit genit tetapi dia kenal betul dengan pribadi calon istrinya. Lea hanya genit diluar, aslinya Lea sangat menjaga diri dsn b
Klik'Lampu menyala, bersamaan dengan mata Lea yang membelalak–menatap kaget pada sosok pria yang sekarang telah berada di pinggir ranjangnya. Menyadari pakaiannya yang kurang sopan, Lea buru-buru meraih bantal lalu menutupi bagian dada. Piyama yang Lea kenalan cukup seksi pada bagian atas, lengan berbentuk tali–membuat pundak Lea telanjang. "Pak Haiden ngapain ke sini?!" pekik Lea, setengah berbisik dan menggeram. Dia kesal pada pria ini karena kemunculannya membuat Lea merasa takut. Lea pikir siapa?! Tapi-- … hei, Lea sekarang jauh lebih takut. Haiden ada di kamarnya dan … ba--bagaimana bisa? "Kau tidak berbicara denganku ketika kuantar pulang," ucap Haiden santai, duduk lalu berakhir membaringkan diri di ranjang Lea. Lea kembali melototkan mata, kali ini tak menduga jika Haiden menjadikan itu alasan untuk bisa kemari. "Kita sudah bicara dan Pak Haiden sekarang juga pulang.""Aku datang dengan niat baik, Azalea. Kenapa kau mengusirku? Kau tidak suka bertemu denganku?" "Pak, ma