Share

Rahasia Neni

last update Last Updated: 2023-06-21 05:51:33

#Sepupu _dari_Kampung

Bab 2

Rahasia Neni

Riri tertegun menatap Rani. Masih berpikir, apakah beneran Rani menyuruhnya memakaikan sepatu?

"Cepetan, terlambat aku nanti!" Teriak Rani. Riri segera berjongkok untuk memakaikan sepatu sepupunya itu. Meski perih, Riri berusaha iklas melakukannya.

"Rani, jangan keterlaluan!" Suara pakdhe Pur terdengar menghardik Rani, anak bungsunya.

"Biarin, itu hukuman buat dia!" Ucap Rani dengan sinis. Riri diam saja.

"Kamu tidak berhak menghukum dia. Kalau Riri salah, biar Papa yang menghukum dia!" Pakdhe Pur bersuara tinggi kepada Rani.

"Papa, kenapa selalu membela Riri. Bisa besar kepala dia nanti!" Budhe Sania nimbrung.

"Sudah Riri, ke belakang sana!" Titah pakdhe. Riri mengangguk kemudian menghilang ke belakang. Rani menghentakkan kaki di lantai. Kesal dia dengan Riri yang selalu dibela Papanya.

"Rani, cepat sedikit. Papa antar sekalian ke sekolah." Pakdhe Pur berkata sambil berjalan ke mobil.

"Ma, kesel Rani sama Riri!"

"Sudah lah, biar Mama yang urus."

**

Hari menjelang siang. Jam menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh menit. Riri bergegas naik ke lantai dua untuk membersihkan toilet di kamar-kamar.

Rumah dua lantai ini, kalau pagi sampai siang sepi. Hanya ada Riri saja. Pakdhe Pur kerja, Budhe Sania juga jaga toko miliknya. Neni anak sulungnya kuliah dan Rani sekolah SMA.

Seperti biasa, Riri membersihkan toilet di kamar utama dulu. Dengan sikat gigi bekas yang dicelup air pemutih, Riri mulai menggosok sela-sela ubin kamar mandi. Semuanya harus putih, bersih dan nggak ada noda. Setelah itu, Riri menggosok closed dan wastafel sampai kinclong. Terakhir menyikat lantai kamar mandi, lalu menyiramnya hingga bersih dan tidak licin.

Selesai toilet kamar utama, Riri menuju kamar Neni. Semua kamar di rumah ini ada toiletnya sendiri-sendiri. Setiap hari harus dibersihkan. Membersihkan rumah ini, membutuhkan waktu seharian. Penat badan Riri, tapi dia sabar menjalaninya.

Saat Riri sampai di depan pintu kamar Neni, dia terdiam sejenak. Suara cekikikan dan orang bercanda terdengar dari dalam. Huh! Riri menghela nafas. Rupanya Neni sudah pulang.

Bukan apa-apa. Neni ini suka mengambil kesempatan. Di saat semua keluarganya nggak ada di rumah, dia pulang dan membawa pacarnya. Riri beberapa kali memergoki Neni mengajak Ega, pacarnya masuk ke kamar.

Riri memang lugu. Tapi, untuk urusan begini dia tahu lah. Dua orang dewasa berlainan jenis ada dalam satu kamar lebih dari dua jam ngapain aja. Terkadang, Riri juga sering mendengar suara mendesah manja dari kamar Neni. Riri selalu menjauh bila mendengar suara itu. Dia tidak mau telinganya ternoda dengan suara- suara itu.

Sejauh ini, Riri tak pernah buka suara. Dia tidak pernah mengadu pada Pakdhe dan Budhenya. Riri tak mau ada masalah dengan Neni. Lagian, di rumah ini, siapa yang mau percaya omongannya?

Riri masih sibuk di dapur saat Neni dan Ega turun. Kepala Riri mendongak, dilihatnya dua sejoli itu bergandengan tangan menuruni tangga. Mereka menuju ke meja makan. Riri sudah menyiapkan makan siang untuk mereka.

"Heh, babu! Jangan bilang siapa-siapa ya, awas kamu!"

Neni, sepupunya, sudah berdiri di samping Riri yang sedang mencuci peralatan bekas masak. Kepala Riri mengangguk.

"Cuma kamu yang tahu. Kalau sampai bocor, aku sobek mulutmu, ngerti?!" Neni menyenggol kasar lengan Riri. Gadis itu kembali mengangguk, kemudian bergeser menjauh dari Neni. Setelah mencuci tangan, Neni kembali ke meja makan bersama Ega.

Riri mencuri pandang pada Neni dan Ega dari pojok dapur. Tak sedikit pun dia ingin kepo dengan urusan Neni. Hidupnya sudah susah, nggak mau cari masalah.

"Ga, apapun yang terjadi, kamu jangan tinggalin aku, ya?" Suara Neni terdengar dari dapur. Riri terdiam mendengarkan.

"Iya!" Sahut Ega sambil makan.

"Kita kan ngelakuinnya suka sama suka ..."

"Iya!" Jawab Ega lagi.

Huh! Bibir Riri mencebik kecil. Laki-laki kok dipercaya, katanya dalam hati.

**

"Kudengar ada masalah dengan proyek yang sedang kau kerjakan?" Pak Hendri Susilo, Boss besar pemilik perusahaan kontraktor terbesar di kota ini, bertanya pada Purwanto.

Perusahaan Purwanto memang sub kontraktor dari perusahaan Pak Hendri. Sengaja Hendri Susilo mengajak Purwanto bermain golf dengannya hari Minggu ini, karena ada yang akan dia tanyakan.

"Iya, Pak, maaf. Saya akan mengatasinya." Jawab Purwanto tertunduk. Tidak dia sangka, big Boss akan menanyakan hal ini langsung padanya. Perkiraan Purwanto, hanya sekretaris Pak Hendri saja mungkin yang akan mengatasi. Tentu saja hal ini membuat dada Purwanto deg-deg-an tak menentu.

"Itu kesalahan fatal. Konstruksi jembatan itu tidak kuat sehingga ambruk. Untung belum beroperasi." Pak Hendri melihat Purwanto sebentar sebelum memukul bola ke hole berikutnya.

"Kau terlalu banyak mengambil keuntungan, Pur! Kau kurangi budget pembelian material, untuk keuntunganmu sendiri."

Purwanto hanya bisa diam. Dia tak mampu menjawab. Proyek pembangunan jembatan yang diberikan oleh perusahaan Pak Hendri ambruk saat on progress. Purwanto tak berkutik saat tim audit Pak Hendri memeriksa perusahaanya.

Memang Purwanto sering berbuat curang. Dia menggurangi budget belanja material untuk keuntungan pribadinya. Akibatnya properti yang dikerjakan perusahaannya tidak berkualitas bagus. Sering sudah rusak sebelum garansi yang dijanjikan.

"S_saya janji akan memperbaiki, Pak," ucap Purwanto sambil mengikuti langkah Pak Hendri. Lelaki kaya itu tak menggubrisnya. Dia terus melangkah menuju hole berikutnya bersama para Caddy. Purwanto tetap berusaha mengejar. Jangan sampai proyek ini diputus kontraknya sama Pak Hendri.

"Memperbaiki bagaimana? Aku tak punya waktu, deadline sudah di depan mata. Sebaiknya, kau siapkan dana untuk membayar penalti karena kegagalanmu!"

Setelah mengatakan itu, Pak Hendri Susilo berjalan cepat menuju mobil golf yang menunggunya. Boss besar itu meninggalkan Purwanto sendirian di tengah lapangan golf.

Purwanto lunglai seketika. Bagaimana dia harus membayar ganti rugi kepada Pak Susilo? Sedangkan termin yang dia terima sudah habis. Uang perusahaanya pun sudah terpakai untuk membangun jembatan itu. Sebagian lainnya sudah dia gunakan untuk membangun tempat tinggalnya yang super mewah itu. Apa yang harus dia lakukan?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sepupu dari Kampung    End// Bahagia untuk Riri

    #Sepupu _dari_KampungBab 50Bahagia untuk RiriDi sebuah hotel yang tidak begitu mewah, dua orang berbadan atletis dan berpostur tinggi tampak mendatangi. Keduanya berpakaian sama yaitu setelah jas dan celana berwarna hitam. Rambut mereka disisir rapi semua hingga menampakkan wajah yang tampan. Dua perempuan penjaga resepsionis berdiri menyambut. Mereka bertanya tanya siapa sebenarnya tamu yang tak biasa ini. Dinar yang kebetulan incharge siang ini tiba-tiba merasa was-was. "Selamat siang ada yang bisa dibantu?" Anita menyapa dengan ramah. Anton mendekat ke meja resepsionis. "Kami detektif swasta, sedang mencari informasi. Mohon Anda berdua menjawab pertanyaan kami dengan jujur," kata Anton dengan suara tegas. Anita dan Dinar berdiri sejajar dengan tegang, mereka sempat saling menatap tadi. Lewat pandangan mata, Dinar dan Anita seperti saling bertanya, "ada apa?""Apakah orang ini pernah menginap di hotel ini?" Arman menunjukkan foto wajah Vivian. Anita dan Dinar mendekat dan m

  • Sepupu dari Kampung    Tak ada ampun

    #Sepupu _dari_KampungBab 49Pembalasan segera datang Vivian berlari dan terus berlari. Dia telah dibebaskan oleh anak buah Arman dan dilepas begitu saja di jalanan yang sepi. Tanpa berbekal hp dan tas dan tentu saja uang Vivian hanya diberikan kunci mobilnya saja. Sedangkan jarak dia diturunkan ke mobilnya masih sekitar enam kilo lagi. Vivian mengumpat sepanjang jalan. Paling tidak empat jam lagi dengan jalan kaki Vivian baru akan sampai di mobilnya. "Sialan kau Arman!" Hih! Vivian mengumpat dengan mengepalkan tangan. Dia kesal dengan anak buah Arman yang tidak berperikemanusiaan ini. "Aku dilepas seperti binatang! Semoga mobilmu selalu bau taik kau Arman gila!" Vivian mengomel sendiri sepanjang jalan. Sebenarnya dia sendiri yang seperti orang gila. Berjalan sambil mengomel dan pakai baju mini kurang bahan. Orang-orang yang melewatinya pun tertawa. Bahkan ada yang memberi suara klakson besar dan membuat Vivian melompat kaget. Sampai di mobilnya Vivian langsung tancap gas. Dia la

  • Sepupu dari Kampung    Mendukung Suami

    #Sepupu _dari_KampungBab 48Dukungan Riri untuk suaminya "Zi, sebaiknya kita selesaikan masalah ini besok saja. Ini sudah malam," kata Arman saat menyetir mobil. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih. Zian bergeming, dia bernafsu ke rumah Purwanto untuk membuat perhitungan dengan istrinya. Sania telah mengakui bahwa dia ingin menghancurkan Riri istrinya. Itu tidak bisa dibiarkan. Menghancurkan Riri harus berhadapan dengan Zian. "Aku ingin semuanya beres saat ini juga!" Kata Zian bersemangat. Selangkah lagi dia akan berhasil mengungkap siapa di balik video palsu murahan yang viral itu. "Sebaiknya kamu pulang dulu, Zi. Istrimu menunggu di rumah, jangan sampai dia bertambah curiga karena kamu pulang terlambat," kata Arman lagi menasehati. Zian terdiam. Tiba-tiba dia kangen sama istrinya itu, "baiklah, antar aku pulang," kata Zian akhirnya. Arman memutar mobil dan kembali ke arah rumah Zian. Arman tidak mampir, lelaki itu langsung berpamitan pada Zian dan menjalankan lagi

  • Sepupu dari Kampung    Mereka Jahat

    #Sepupu _dari_KampungBab 47Semangat, Riri!Vivian dibawa paksa memasuki sebuah rumah oleh orang yang menculiknya. Gadis itu hanya bisa menurut karena memberontak juga percuma hanya akan menyakiti dirinya sendiri saja. Tiga orang yang menculiknya mendudukkan Vivian di sebuah kursi di sebuah ruangan luas yang kosong dan tidak ada perabotannya sama sekali. Vivian mengedarkan pandangan,"tempat apa ini, mirip sebuah kantor yang kosong." Pikirnya. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Vivian menajamkan mata untuk melihat siapa yang datang. Mata Vivian tidak berkedip menatap dua sosok pria berpostur tinggi yang menghampirinya. "Zi_Zian?" Desis Vivian sambil menelan ludah. Zian dan Arman semakin dekat. Dada Vivian berdetak tak karuan karena menyadari dirinya dalam bahaya. Tetapi bukan Vivian kalaupun tidak segera menemukan solusi untuk berkelit. Vivian dengan cepat sudah memutar otaknya apa bila Zian mencecarnya dengan pertanyaan seputar video viral. "Zian, Zian, tolongin aku!" Seru V

  • Sepupu dari Kampung    Wajah asli keluarga Budhe

    #Sepupu _dari_KampungBab 46Terbuka semuanya Agus menarik tangan Dinar menjauh dari teman-temannya. "Kalau lu tutup mulut, polisi nggak bakalan tahu, bego!" Ucapnya tepat di depan muka Dinar. Dinar tetap menatap dengan mata sedikit melebar. "Meskipun gue tutup mulut, kalau ada orang yang merasa dirugikan, dia pasti akan mengusut tuntas. Hati-hati aja lu!" Dinar melotot, "asal lu tahu, Itu orang lakinya adalah anak pengusaha properti terkenal Pak Hendri Susilo, dan dia sudah beristri. Lu tahu artinya? Perempuan bernama Vivian itu mungkin selingkuhannya!" Agus terdiam dan mikir. Dinar berjalan cepat menjauhinya. "Benar juga kata Dinar, bagaimana kalau perempuan bernama Vivian itu menjebak Suami orang? Wah! Gawat ini." Bola mata Agus bergerak memutar, seperti otaknya yang sekarang dapat memutar dengan benar.**Zian tak jenak di kantor. Sepertinya semua orang sedang mengawasi dan membicarakan tentang dirinya. Zian merasa malu dan tertampar dengan kasus ini. Menyesal telah pergi den

  • Sepupu dari Kampung    Jangan Pergi

    #Sepupu _dari_KampungBab 45Tak ada yang percaya Zian!Zian berpikir sejenak, "kenapa Papa sudah ada di rumah? Bukannya pulangnya nanti sore?"Bergegas Zian keluar dan menemui Alissa sekretarisnya. "Lisa, aku dipanggil Bapak. Tolong kamu re-schedule semua jadwal aku hari ini," kata Zian. "Baik, Pak," sahut Alissa mengangguk.Melewati deretan area meja karyawan kembali Zian menjadi pusat perhatian. Para staf perempuan bahkan ada yang tertawa tertahan. Mereka saling mrlir atau pun melempar pandangan denga kode-kode yang seolah mengolok- olok bosnya. "Ssst, body Pak Zian keren ih, hihi," ucap salah seorang staf perempuan dengan mengedipkan sebelah matanya genit kemudian semuanya terkekeh. Sungguh Zian bahkan sudah menjadi bulan bulanan netizen. Menyetir sendri pulang ke rumah Zian masih belum sadar apa yang terjadi. Lelaki itu memang jarang bahkan hampir tidak pernah bermain medsos. Main game iya tapi, sudah tidak mencandu lagi seperti jamannya kuliah. Dengan tenang Zian memarkirka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status