Share

Sepupu dari Kampung
Sepupu dari Kampung
Author: Henya Firmansyah

Pembantu Gratisan

Sepupu dari Kampung

Bab 1

Gratisan

"Riri, mulai sekarang, Bik Siti sudah tidak bekerja di sini lagi. Kamu bantu budhe ya?"

"Iya, Budhe." Gadis manis bernama Riri itu tersenyum. Belum genap seminggu dia datang dari kampung.

"Ini catatan jadwal kerja kamu!" Kata Sania, Budhenya. Riri menerima sehelai kertas folio yang ada tulisannya bolak-balik. Ini tulisan tangan Budhenya.

Di situ tertulis semua pekerjaan yang harus dia jalani setiap harinya.

1. Bangun pagi cuci mobil 2

2. Bikin sarapan

3. Nyuci, ngepel, bersih-bersih rumah, kamar-kamar, dan halaman.

4. Belanja

5. Ngosek toilet 4

6. Gosok baju

7. Masak buat makan malam

8. Cuci piring, bersihkan dapur

9. Mijitin Budhe (jam 9_10 malam)

10. Istirahat.

"Mengerti?"

"Mengerti, Budhe." Gadis itu mengangguk. Nggak masalah buat Riri membantu pekerjaan rumah Budhenya. Toh, dia sudah diperbolehkan tinggal gratis di sini. Pakdhenya juga berjanji, nanti kalau ada lowongan pekerjaan di kantor, Riri akan dimasukkan. Riri adalah seorang lulusan SMA.

"Kalau Minggu, ada tambahan pekerjaan,"

"Apa, Budhe?" Riri masih tetap tersenyum.

"Vakum mobil, vakum rumah, bersihin lampu gantung, ventilasi AC dan siapkan peralatan golf Pakdhemu!"

"Oh iya, Budhe." Angguk Riri.

**

"Riri!!"

Suara teriakan Rani, sepupunya terdengar nyaring pagi itu, saat Riri sedang memasukkan baju kotor ke masin cuci.

"Kenapa, Ran?"

"Maaf, Ran. Kemaren seharian nggak ada panas, jadi nggak bisa kujemur."

Bugh!

Tiba-tiba sebelah sepatu sudah melayang ke tubuh Riri. Gadis itu mengaduh. Matanya membulat, menatap tak percaya pada sepupunya itu.

"Terus aku pakai sepatu apa?!" Gadis berseragam putih abu-abu itu membentak.

"Kamu kan punya banyak sepatu, Ran. Pakai yang lain dulu." Riri menjawab sabar. Meskipun lengannya terasa sakit akibat lemparan sepatu tadi.

"Aku mau yang itu!" Rani melotot.

"Ada apa ini, pagi-pagi sudah ribut?" Sania datang menengahi.

"Ini, Ma. Sepatuku tidak dijemur sama Riri. Tuh, nggak kering jadinya," Rani mengadu.

"B_bukan begitu, Budhe ..."

"Riri! Kamu ini selalu buat masalah! Padahal keluarga ini sudah baik sekali sama kamu. Makan, tidur gratis, masih tak tahu diri!"

Riri terdiam. Kepalanya menunduk. Sudah berulang kali, Budhenya mengatainya makan tidur gratis. Sakit hati Riri sebetulnya. Tiga bulan di sini, dia diperlakukan seperti pembantu yang tidak dibayar.

Budhe dan anak-anaknya sering berlaku kasar padanya. Tak jarang, mereka memukul, menjambak atau menoyor kepala Riri. Tentu saja saat Pakdhenya tidak ada di rumah.

Riri sudah tidak betah. Tapi, dia harus ke mana? Kedua orang tuanya di kampung sudah meninggal. Pakde Pur, adalah kerabat terdekat Bapaknya. Dia adalah kakak kandung Bapaknya Riri. Karena itu, Riri mau saja, saat Pakdhenya mengajak tinggal di Jakarta.

Pakde Pur berjanji akan mencarikan pekerjaan untuk Riri. Tapi, sampai sekarang, belum juga dapat. Riri mau tanya takut.

"Cariin sepatu yang lain, cepat! Aku tunggu di depan!" Kata Rani sambil berjalan menjauh. Sania, mamanya juga pergi, setelah mendengus kesal pada Riri.

"Ini, Ran, sepatunya," kata Riri sambil menaruh sepasang sepatu berwarna hitam di dekat kaki Rani yang duduk di sofa. Rani menatap sinis.

"Pakaiin!" Kata gadis abege itu dengan menjulurkan kakinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status