Tibalah malam hari.
Sedikit demi sedikit, rooftop sudah dipenuhi oleh para anggota preman. Masing-masing dari mereka membawa wanita malam. Tak terkecuali Anton bersama dengan Wulan dan Rani. Morgan menduga kalau kedua wanita itu sebenernya juga berasal dari pelacuran. Hanya saja lebih eklusif sehingga Anton mau memperistri mereka.
"Minggu ini luar biasa. Pendapatan kita begitu besar. Kita harus merayakannya sampai pagi!" Anton membuka acara diiringi gemuruh suara bapak-bapak yang menyambutnya antusias. Mereka adalah preman yang memegang lokasi berbeda di kota ini.
Sebagian pendapatan mereka setorkan kepada Anton sebagai 'jenderal'-nya preman. Anton tentu tidak ingin menghabiskannya seorang diri. Sebagai pemimpin yang disegani, dia juga menghargai kerja keras anak buahnya dengan melakukan pesta semacam ini.
Sementara Morgan terlihat keteteran. Betapa tidak! dia harus melayani empat puluh meja seorang diri."Mana minumannya? lama sekali!" gMorgan diam. Semenjak kedekatannya dengan Jihan, Luna seperti menjaga jarak dengannya. Bahkan mereka sampai lost contacts. Kabar terakhir yang dia dengar, Luna berkecimpung di dunia lokalisasi. Hal yang sangat Morgan sesalkan, tapi dia tidak bisa ikut campur, karena mereka tidak ada hubungan apa-apa."Ya Ampun, Morgan. Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Luna sembari menyentuh rahang kasar Morgan.Morgan mendongak. Dia tersenyum melihat Luna yang diliputi kekhawatiran."Ceritanya panjang Luna." Morgan mulai menuturkan semuanya. Luna terkejut tapi dia mendengarkan cerita Morgan sampai selesai."Jadi berita yang ada di media itu benar kalau kamu adalah Buronan yang terancam hukuman mati?" Luna menyimpulkan. Sorot matanya yang indah terlihat tidak tega dengan nasib Morgan."Kurang lebih seperti itu. Aku memang merampok, tapi sumpah demi apapun kalau aku tidak membunuh. Aku dijebak. Kamu percaya sama aku kan Luna?""Aku tahu kamu Morgan. Kamu a
"Dewi, kamu kenapa?"Wajah Dewi memerah. Semakin sensual. Dia menunduk sambil berjibaku dengan tubuh Morgan yang sexy.Tiba-tiba terdengar suara perut Morgan yang berbunyi. Dewi hampir tertawa. Menambah manis wajahnya."Kamu lapar ya?" "Iya, dari kemaren belum makan," jawab Morgan sambil menggaruk-garuk area belakang kepalanya. "Ya udah, yuk ke dapur. aku bikinin sarapan." "Tapi, kalau ketahuan suamimu bagaimana?" "Tenang saja, habis gituan sama kedua gundiknya itu biasanya langsung tidur sampai jam sepuluh pagi. Susah bangunnya."Morgan mengangguk mafhum. Kemudian, tangannya ditarik menuju dapur. Dewi begitu berbeda hari ini. Dia tidak terlihat murung, tapi begitu lepas dan ceria. Morgan bisa menangkap senyumnya yang begitu manis."Kamu duduk di sini, aku buatkan omlet sebentar." Dewi menarik kursi supaya Morgan bisa duduk. Morgan hanya menurut sambil melihat kelincahan Dewi.Wanita itu menggenakan celemek kecil yang
Berita kemudian beralih ke kasus pembunuhan ibu pejabat. Morgan menyaksikan berita itu tanpa berkedip. Terlihat beberapa wartawan yang tengah mewawancarai pria kekar di usia senjanya yang tak lain adalah Santo.Morgan tahu kalau perbuatannya telah mencoreng muka Santo. Orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Meski pembawaannya keras, tapi aslinya sangat baik dan disiplin. Santo jugalah yang menjadi penyelamatnya di masa lalu."Saya tidak tahu menahu mengenai kasus Morgan. Yang saya tahu selama ini dia bekerja dengan baik di bengkel saya," begitu ucapnya dengan nada tinggi khas orang Batak. Morgan tahu ada gurat kekecewaan di sana."Lebih baik kalian pergi dari sini! Jangan ganggu saya bekerja di bengkel saya," usir Santo dengan kasar. Memang sudah wataknya. Keras dan cuek, tidak banyak kamera yang menyorotnya.Morgan menghempaskan tubuh besarnya di sandaran kursi. Nafasnya terdengar berat. Kinerja polisi sungguh luar biasa. Mampu mengungkap dirinya seba
Rani tidak menjawab. Dia gelisah sambil melihat pentungan Morgan yang mengangguk-angguk, seakan memanggil dirinya."Kok diam? Emangnya kenapa sama Anton? Apa dia kurang memuaskan mu?" tanya Morgan yang langsung menohok hati Rani. Wanita itu terlihat menyembunyikan wajahnya yang memerah.Morgan jengah. Dia hendak memperbaiki letak pentungan di tempat yang semestinya. Tapi, Rani buru-buru mencegahnya."Jangan!""Jangan apa?""Jangan ditutup Morgan. Aku masih ingin merasakannya.""Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi."Rani menghela nafas. Dia adalah wanita dengan ego yang tinggi. Pantang baginya memohon kepada orang lain, terutama lelaki. Namun sekarang, Rani harus menekan egonya demi bisa memenangkan tombak besar yang pasti sesak sekali. Bagian bawah Rani sampai berkedut-kedut membayangkannya."Iya, Morgan. Aku kurang dipuaskan oleh Bang Anton," ucap Rani setelah sekian lama terdiam."Lalu?"Tenggorokan Rani teras
"Dasar pembantu bebal! aku minta sandwich malah kamu kasih roti biasa. Punya otak enggak sih!" cecar Wulan.Dewi terkesima dengan makanan yang berserakan di lantai. Sudah sangat sering dia diperlakukan seperti ini. Entah itu Anton maupun kedua istrinya. Dia selalu menjadi sasaran empuk untuk disalah-salahkan meskipun dia sudah melakukan hal yang benar.Plak!Tamparan keras mengenai pipi Dewi. Dia mengerang tatkala rambutnya dijambak oleh wanita yang lebih muda darinya itu."Kamu sudah bosan hidup hah! mau kamu adukan sama Bang Anton supaya membuangmu ke tempat pelacuran hah!"Dewi hanya menangis. Sebagai istri pertama dia tidak punya daya apa-apa semenjak kedua istri muda Anton berkuasa di rumah ini.Dia diperlakukan dengan tidak adil. Apalagi Anton yang cenderung mengistimewakan kedua istri mudanya dibandingkan dengan dia."Woi! lepaskan tanganmu dari Dewi sekarang!"Suara bass membahana. Siapa lagi kalau bukan Morgan.
Dari atas sana, dia bisa melihat dengan jelas gerombolan para preman yang tampak begitu hormat dengan seorang pria bertubuh tambun yang berdiri dengan seorang wanita. Morgan tercekat saat menyadari siapa mereka."Rencana kita berhasil, Tuan. Saya juga sudah menyekap perampok bodoh itu di sini.""Bagus, kalau begitu pertemukan aku dengannya sekarang," pinta sang tuan yang tidak lain adalah Fatur.'Apa-apaan ini? Jadi mereka bersekongkol?' gumam Morgan. Pemimpin preman itu ternyata mempunyai hubungan dengan Fatur. Apa mungkin pembunuh ibu pejabat itu adalah Anton atas suruhan Fatur.Morgan tidak sempat berpikir lebih lama karena terdengar suara puluhan langkah kaki menaiki tangga. Segera dia berlari menuju balkon. Berniat melompat dari lantai dua."Woi! Jangan kabur!" teriak salah seorang di antara mereka. Morgan dengan gesit berlari menuju balkon.Sialnya di depan juga ada puluhan preman. Adalah hal yang mustahil kalau melewati mereka begitu
Morgan mendarat dengan sempurna di atas tanah. Dia mengerjapkan mata menyesuaikan dengan lampu jalan, tatkala melihat sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan."Morgan! Buruan masuk! Kamu lama banget sih!" seru Luna yang sepertinya menunggu lama. Melihat sosok Morgan di samping mobilnya, wanita centil itu terlihat excited."Kamu kok bisa ada di belakang rumah, bukannya janjinya di depan?"Luna memutar mata jengah, "Makanya punya hp jangan kantongin doang. Aku sudah kirim pesan sama kamu kalau aku posisi di belakang rumah, karena aku lihat banyak preman masuk rumah itu. Makanya aku berasumsi kalau kamu akan kabur lewat belakang."Morgan tersenyum sambil menjawil dagu nyantisnya. Luna memekik manja. Menggemaskan.Dari dulu, Luna memang sangat pemberani dan cerdik. Makanya Morgan sangat nyaman menjadi partner in crime-nya. Sebatas itu, tidak lebih."Buruan masuk! sebelum ketahuan mereka!" ujar Luna tidak sabaran."Iya, iya bawel. Ya
DUAR!Suara ledakan kuat berasal dari belakang. Salah satu personil terpental terluka parah. Segera personil lain berhamburan mendekatinya.Morgan memanfaatkan kesempatan itu dengan berlari sekuat mungkin melalui pintu depan. Dia tidak tahu tujuan pasti. Yang terpenting sekarang, dia harus terbebas dari mereka.Suara tembakan mengudara, memancing perhatian orang-orang yang ada di Syahbandar. Morgan harus segera mencari tempat bersembunyi, karena melarikan dari sana adalah hal yang mustahil.Sampai akhirnya dia sampai di suatu tempat yang dipenuhi oleh container yang bermuatan barang. ditata sedemikian rupa hingga membentuk labirin.Morgan menempelkan punggung lebarnya di balik salah satu container. Sambil pandangannya yang terus mengintai ke segala arah."Bagaimana polisi bisa cepat menemukan keberadaan ku? Apa mungkin ini kerjaan Fatur?"Tiba-tiba samar-samar, Morgan menangkap perbincangan antara dua orang. Satu di antara adalah suar