Beranda / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 45 Merangkai Nada Baru

Share

Bab 45 Merangkai Nada Baru

Penulis: San_prano
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-28 00:56:03

Studio musik kampus pagi itu lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu kecil menyala redup, menciptakan suasana seolah memeluk setiap nada yang terlahir di dalamnya. Luna melangkah masuk membawa gitar akustiknya, sambil menyapa Adrian yang sudah membuka jendela besar, membiarkan udara pagi dan kicauan burung menyusup lembut.

Dia meletakkan gitar di sandaran kursi, mengambil selembar kertas lirik lagu barunya—lagu "Pulang" yang sukses di pertunjukan akhir semester. Lembar itu kini bertuliskan kata-kata revisi, catatan kecil tentang progresi akor, dan tanda-tanda agar baitnya lebih hidup.

Setelah menyalakan rekorder, Adrian menyapa singkat, “Siap?”

Luna mengangguk, menarik napas dalam, lalu mulai bermain akord, suara gitar memenuhi ruang pagi itu. Tak jarang nadanya sedikit gemetar, tapi justru itu yang membuatnya terasa hidup—karena setiap nada adalah refleksi perjalanan batinnya. Di sudut ruangan, Adrian menyimak dengan serius, membuat catatan kecil di notebook-nya.

Saat nadanya berhenti
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   bab 46 Satu Lagu Lagi

    Senja kembali menggantung rendah di langit Jakarta ketika Luna berdiri di depan jendela kamarnya, memandangi langit jingga yang mulai digantikan semburat malam. Hawa hangat sisa siang terasa nyaman di kulit, tapi pikirannya sibuk dengan nada-nada yang belum selesai ia tulis.Di meja kerjanya, beberapa lembar lirik berserakan. Lagu “Pulang” sudah selesai dan telah membekas dalam ingatan banyak orang. Tapi ada suara baru di dalam dirinya. Bukan suara masa lalu, bukan pula bayangan tentang Adrian, tapi suara yang muncul dari kedalaman dirinya sendiri. Suara tentang langkah ke depan.Luna duduk dan mulai menyusun bait. Tangannya bergerak lincah, namun hati-hati, seperti sedang menenun kisah dari benang-benang yang belum utuh. Ia tidak tahu apakah lagu ini akan ia nyanyikan, atau hanya akan ia simpan. Tapi satu hal yang pasti: ia ingin menyelesaikannya.Beberapa hari setelah penampilannya di acara kampus, Luna kembali aktif sebagai asisten dosen vokal. Jadwalnya padat, tapi hatinya tidak s

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 45 Merangkai Nada Baru

    Studio musik kampus pagi itu lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu kecil menyala redup, menciptakan suasana seolah memeluk setiap nada yang terlahir di dalamnya. Luna melangkah masuk membawa gitar akustiknya, sambil menyapa Adrian yang sudah membuka jendela besar, membiarkan udara pagi dan kicauan burung menyusup lembut.Dia meletakkan gitar di sandaran kursi, mengambil selembar kertas lirik lagu barunya—lagu "Pulang" yang sukses di pertunjukan akhir semester. Lembar itu kini bertuliskan kata-kata revisi, catatan kecil tentang progresi akor, dan tanda-tanda agar baitnya lebih hidup.Setelah menyalakan rekorder, Adrian menyapa singkat, “Siap?”Luna mengangguk, menarik napas dalam, lalu mulai bermain akord, suara gitar memenuhi ruang pagi itu. Tak jarang nadanya sedikit gemetar, tapi justru itu yang membuatnya terasa hidup—karena setiap nada adalah refleksi perjalanan batinnya. Di sudut ruangan, Adrian menyimak dengan serius, membuat catatan kecil di notebook-nya.Saat nadanya berhenti

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 44 Senandung Nada Yang Membawa Pulang

    Langit Jakarta pagi itu masih pucat, seakan belum sepenuhnya terbangun dari malam yang panjang. Di dalam studio musik kampus, Luna duduk sendirian di depan piano, membiarkan jarinya menyentuh tuts-tuts dingin tanpa benar-benar bermain. Di atas meja kecil di sampingnya, lembaran lirik “Setengah Langit” yang diberikan Adrian kemarin masih terbuka. Ia membacanya ulang—bukan karena lupa, tapi karena ingin meresapi tiap kata dengan pemahaman yang baru.Malam sebelumnya masih terbayang jelas dalam benaknya. Percakapan mereka, senyum tenang Adrian, dan bagaimana akhirnya mereka menyadari bahwa hubungan yang dewasa bukan selalu tentang memiliki, tapi tentang mengerti kapan harus saling diam, kapan harus saling dorong. Dan pagi ini, Luna merasa... lebih ringan.Pintu studio terbuka perlahan. Suara langkah pelan menyusul masuk. Luna menoleh. Adrian berdiri di ambang pintu, membawa dua gelas kopi hangat dari kantin.“Kopi pagi?” tawarnya.Luna tersenyum. “Kamu sekarang tiap datang ke studio bawa

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 43 Langkah Yang Tak Lagi Sendiri

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui jendela kamar Luna, menyentuh pelan wajahnya yang masih setengah tertutup selimut. Ia membuka mata perlahan, menatap langit-langit kamarnya yang terasa asing setelah sekian minggu di Jepang. Tapi ada ketenangan baru di sana—ketenangan yang tidak ia temukan saat pertama kali ia kembali dari perpisahan dengan Adrian.Ia bangun, lalu membuka tirai. Langit Jakarta cerah, seolah menyambut kepulangannya dengan hangat. Di meja kecil di pojok kamar, CD hasil rekaman penampilannya di Tokyo masih terletak rapi, seperti mengingatkan bahwa apa yang ia alami di sana bukan mimpi. Ia benar-benar telah menyanyi di panggung festival internasional, menyuarakan hatinya di depan ratusan orang asing yang ikut terdiam mendengarnya.Tapi ada hal lain yang membuat pagi itu berbeda: lagu dari Adrian. Lagu berjudul “Langkah Kedua” itu masih berputar di benaknya. Liriknya, melodinya, suara Adrian—semuanya menyatu dalam rasa yang sulit dijelaskan. Itu bukan lagu c

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 42 Di Antara Jarak Dan Doa

    Suara pengumuman dari bandara Narita menggaung samar di kejauhan, bercampur dengan suara langkah kaki para penumpang yang hilir mudik. Di tengah keramaian itu, Luna berdiri mematung, menatap layar ponselnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Pesan terakhir dari Adrian belum dibalasnya, bukan karena ia tak ingin, tapi karena ia masih mencari kata yang tepat untuk menjawabnya.“Aku harap kamu bisa nyanyi dengan hati yang sama kayak waktu kamu nyanyi lagu kita,” tulis Adrian semalam, tepat sebelum Luna terbang ke Jepang.Luna menghela napas dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia tahu, festival ini bukan hanya tentang pencapaian, tapi juga tentang pembuktian. Ia ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia bisa berdiri di atas panggung tanpa membawa bayang-bayang masa lalu. Tapi nyatanya, bayangan itu tetap menempel—dalam bentuk lirik lagu yang ia dan Adrian ciptakan bersama.“Luna-san,” suara seorang panitia festival memanggil. “Kami akan mulai persiapan. Mohon bersiap di belakan

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 41 Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri

    Pagi itu, Jakarta dibasahi gerimis halus yang menggantung di udara seperti perasaan dalam dada Adrian—tenang di permukaan, tapi sesungguhnya penuh gelombang kecil di dalamnya. Di meja kayu berdebu yang terletak di sudut kamar, laptopnya terbuka dengan layar kosong. Namun untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia tidak merasa tertekan oleh keheningan itu.Adrian menatap layar kosong tersebut lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Musik pelan mengalun dari speaker kecil—bukan lagu sedih, bukan pula lagu cinta. Hanya denting piano instrumental yang mengalir seperti napasnya pagi itu.Ia baru saja selesai membaca ulang catatan jurnal yang ia tulis selama beberapa minggu terakhir. Di dalamnya, tersimpan potongan emosi yang dulu sulit ia kenali: marah, kecewa, rindu, takut. Tapi yang paling menonjol—kejujuran. Semua luka yang pernah ia hindari kini justru menjadi bahan bakar untuk karya barunya.Di sisi lain kota, Luna tengah sibuk merapikan koper kecil di kamar kosnya. Di atas meja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status