Keesokan hari. Di Pondok Asri, area kediaman pribadi Gio.Begitu waktu menunjuk setengah tujuh, Nadia sudah bangun dan pergi menyiapkan sarapan untuk Gio.Dia pindah ke rumah Gio sejak hari pertama menjadi kekasih rahasia Gio.Sejak saat itu, dia yang mengurus semua makanan dan keperluan sehari-hari Gio.Nadia adalah sekretaris, kekasih dan pembantu Gio.Ketika Gio bangun, sarapan sudah tersedia di meja.Melihat Gio turun tangga sambil mengenakan dasi, Nadia langsung menyapanya."Biar aku bantu, Pak Gio," ujar Nadia.Tangan Gio berhenti. Dia membiarkan Nadia merapikan dasinya dengan hati-hati.Nadia tidak termasuk pendek. Tingginya ada 170 cm, tapi kepalanya hanya mencapai dada Gio.Gio menunduk. Aroma rambut Nadia tercium jelas olehnya.Seolah-olah terkena sihir, tubuhnya pun menjadi panas."Pak Gio, sudah selesai ...."Begitu Nadia menengadah, tangan besar Gio meraih bagian belakang kepala Nadia.Lidah Gio, yang beraroma daun min itu, bagaikan ular yang menggeliat, menembus sela-sela
Suara getar ponsel di atas meja membuat Nadia tersadar dari lamunannya.Melihat panggilan itu dari Sam Fabian, dokter yang merawat ibunya, Nadia buru-buru mengangkatnya."Dokter Sam! Apa terjadi sesuatu dengan ibuku?" tanya Nadia dengan gugup."Nadia, sekarang kamu ada waktu datang ke rumah sakit?" balas Sam.Nada bicara Sam yang ganjil membuat Nadia seketika berdiri dan berkata, "Ada! Aku akan segera ke sana!"Dua puluh menit kemudian.Nadia hanya mengenakan kemeja kerjanya. Dia turun dari mobil di pintu masuk rumah sakit.Embusan angin dingin membuat Nadia tiba-tiba bersin. Dia tergesa-gesa masuk ke dalam rumah sakit.Begitu keluar dari lift, dia melihat seorang pria berjaket kulit berdiri di depan kamar rawat ibunya.Sambil mengapit sebatang rokok di mulutnya, dia marah-marah kepada Sam.Begitu melihat pria itu, Nadia mengepalkan tangannya dan berjalan dengan cepat.Suara langkah kaki Nadia membuat Sam dan pria itu menoleh.Melihat kedatangan Nadia, pria itu tersenyum dan mencibir,
"Hal apa?" tanya Nadia kepada ibunya.Karin membuka matanya, melihat ke langit-langit, lalu menarik napas dalam-dalam."Nad, sebenarnya kamu bukan ....""Karin!"Perkataan Karin terpotong oleh seseorang. Orang itu muncul mendadak dan terlihat sempoyongan di pintu kamar.Ketika Karin dan Nadia menoleh, pria itu sudah masuk ke dalam.Tubuh pria itu diselimuti bau alkohol dan rokok. Wajahnya ditutupi janggut yang belum dicukur. Dia berjalan ke samping tempat tidur dan duduk di seberang Nadia."Kak Rudi nggak mengusikmu, 'kan?" tanya pria itu."Ngapain kamu ke sini? Apa kamu nggak tahu, kamu sudah menimbulkan banyak masalah untuk kami!" seru Karin dengan kesal.Pria yang bernama Wino Jihan ini berdecak, lalu melirik ke arah Nadia sambil berkata, "Nak, kamu keluar dulu. Ada yang ingin Ayah bicarakan dengan ibumu. Hanya sebentar."Nadia menoleh ke Karin dengan cemas. Karin membalas tatapan Nadia dengan anggukan.Nadia tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan ibunya. Sambil menatap Wino
Nadia yang berdiri di depan Gio terlihat bingung. Kemudian menyapanya dengan suara rendah, "Pak Gio."Gio meliriknya dengan dingin sambil berkata, "Semalam, kenapa nggak pulang?""Saya sakit," jawab Nadia sambil menunduk."Sakit, tapi nggak bisu, 'kan? Apa kamu nggak bisa beri tahu aku?" ujar Gio dengan ketus.Nadia mengernyit dan berkata, "Bukan begitu, aku tertidur setelah minum obat. Bukan sengaja nggak memberitahumu."Gio menahan amarahnya, tetapi suaranya menjadi lebih dingin, "Kamu tertidur atau sengaja nggak bilang karena ingin menemani pria lain? Hah?"Mendengar itu, Nadia langsung menengadah dan berkata dengan terkejut, "Pria lain? Siapa?"Mata Gio menjadi sinis dan berkata dengan sarkas, "Aku yang harus bertanya padamu, 'kan?""Nadia?"Sebelum Nadia mengerti maksud Gio, terdengar suara yang hangat memanggilnya.Sekejap, Nadia ingat bahwa Sam berbicara dengannya saat menerima panggilan dari Gio.'Mungkinkah pria yang Gio maksud adalah Dokter Sam?'Nadia melihat Sam yang datang
Setelah menyelesaikan urusannya dan waktu masih pagi, Nadia memutuskan untuk pergi ke kantor.Begitu keluar dari lift, dia bertemu Gio dan Yuvira.Yuvira bertanya dengan prihatin, "Bu Nadia? Gimana kondisimu? Sudah lebih baik?"Nadia tidak melihat ke arah Gio dan menjawab Yuvira, "Sudah mendingan. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."Yuvira tersenyum manis dan berkata, "Sama-sama. Lagi pula, kamu cepat sembuh berarti bisa lebih cepat membantu urusan Pak Gio."Saat berbicara, Yuvira sengaja menyelipkan rambut ke belakang telinga, memperlihatkan tahi lalat merah di daun telinganya itu.Yuvira menoleh ke Gio dan berkata dengan lembut, "Pak Gio, gimana kalau makan malam nanti kita pesankan beberapa makanan untuk Bu Nadia?"Gio berkata dengan ketus, "Nggak perlu! Dia punya kaki, bisa pergi beli makan sendiri."Setelah mengatakan itu, dia meraih lengan Yuvira dan masuk ke dalam lift.Nadia tahu diri, dia melangkah keluar dari lift dan berjalan melewati dua orang itu dengan tenang.Jam dela
Mata Nadia kedap-kedip, dia menatap Gio dengan tidak percaya, "Saya sama sekali nggak bersalah ....""Aku bilang minta maaf! Nadia, aku nggak ingin mengulang ucapanku untuk ketiga kalinya!" seru Gio dengan dingin.Menghadapi kemarahan Gio, Nadia hanya bisa menelan rasa tidak adil yang dia rasakan.'Ya. Yuvira adalah wanita pujaan hatinya.''Sedangkan aku hanya seorang pengganti, pasangan ranjang yang nggak layak untuk dikasihani.''Perasaanku nggak berarti sama sekali baginya dibandingkan dengan wanita pujaan hatinya ini.'Hati Nadia terasa sangat sakit, tetapi dia menunduk dan berkata dengan suara tersendat, "Maaf."Yuvira mengangkat kepalanya dari pelukan Gio dan berkata, "Gio, jangan salahkan Bu Nadia. Aku yang salah ...."Gio memeluk Yuvira dengan penuh kasih dan berkata, "Kamu nggak perlu membelanya, ayo kita pulang."Melihat kedua orang itu pergi dengan mesra, pandangan Nadia menjadi buram seakan-akan ada kabut yang muncul mendadak.Air mata dengan cepat mengalir dari matanya...
'Mungkinkah wanita pujaan hati yang dicari-cari Gio adalah wanita di foto ini?''Nggak, nggak mungkin.''Gio pernah bilang gadis kecil itu tiba-tiba menghilang setelah menyelamatkannya.''Gio bahkan nggak tahu wajah gadis itu setelah tumbuh dewasa.''Berarti, wanita di foto ini bukan gadis kecil itu.''Jadi, siapa dia?''Selama tiga tahun ini, Gio nggak pernah menceritakan tentang wanita ini.''Tapi dilihat dari foto ini, terlihat jelas bahwa wanita ini sangat penting baginya.'Nadia termenung sambil menatap foto itu dan ada perasaan sedih muncul di hatinya.Nadia berpikir dia cukup mengenal Gio, tapi sekarang dia menyadari bahwa dia sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang Gio.Nadia hanya tahu apa yang Gio ingin dia ketahui saja.Nadia merasa tidak peduli berapa banyak tempat yang ada di hati Gio, Gio tidak akan pernah memberikan satu pun untuknya.'Nggak heran. Wanita simpanan nggak pantas untuk berharap lebih, bukan?' pikir Nadia dalam hati.Ketika Ratih kembali dengan membawa sapu, N
Kaki Nadia seperti terpaku di tempat.'Ternyata pagi ini, Gio buru-buru keluar bukan karena marah padaku, tapi karena wanita di foto itu muncul di kantor.''Ya. Di mata Gio, aku hanyalah tempat untuk pelampiasannya, jadi nggak mungkin dia akan buang-buang tenaga marah padaku, 'kan?'Nadia tersenyum pahit dan berjalan menuju kantor sambil membawa paketnya.Sore hari. Setelah kerjaan di kantor selesai, Nadia pergi ke rumah sakit sambil membawa suplemen nutrisi yang dibelinya.Di pertengahan jalan, ada panggilan dari nomor tak dikenal.Begitu diangkat, terdengar suara teriakan ayahnya yang bisa membuat telinga sakit."Nadia! Selamatin ayah! Mereka mau potong jariku! Cepat datang selamatin ayah!"Ekspresi Nadia langsung berubah. Sebelum dia dapat berbicara, terdengar suara orang lain berkata, "Nona Nadia, ya? Hari ini ayahmu kalah 200 juta di tempat judi kami. Karena dia nggak bisa bayar, kami terpaksa cari kamu.""Aku nggak punya uang!" seru Nadia dengan marah."Oh, nggak ada uang, ya?" P