Share

Membuang Masa Lalu

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2024-12-16 18:29:03

Tatapan tajam Arthur kian menusuk. “Kamu pikir bisa membodohiku?”

“Kamu tidak percaya? Buktikan saja!” jawab Irish santai. Senyum manis menghiasi wajahnya yang menawan.

Akhirnya, persidangan tersebut ditunda dan Arthur langsung menyeret Irish menuju ke mobilnya. Lelaki itu tak membiarkan Irish mengendarai mobil sendiri. Sebab, tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri lagi.

“Aku tidak mau meninggalkan mobilku di sini!” tolak Irish yang berusaha melepas cekalan Arthur dan hendak memasuki mobilnya sendiri.

Secara kebetulan, mobil Irish dan Arthur terparkir bersebelahan. Tadi, Irish tidak menyadari itu karena terburu-buru. Ia hanya asal memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Kemudian, langsung buru-buru masuk ke ruang persidangan.

“Aku tidak akan kabur! Kalau perlu, kamu bisa mengikuti mobilku dari belakang!” Irish tak ingin satu mobil dengan Arthur meski hanya beberapa menit saja.

Irish sudah benar-benar menyerah dan malas berurusan dengan Arthur. Jika bukan karena ingin perceraiannya cepat selesai, Irish tidak akan datang. Ia akan membiarkan pengacara sewaan kakeknya menangani perceraiannya hingga tuntas.

“Tidak! Kamu harus ikut denganku! Setelah membual dan mengatakan kamu tidak hamil, kamu pikir aku percaya kamu tidak akan kabur?!” sahut Arthur yang masih mencekal tangan Irish.

Sekuat apa pun Irish berusaha memberontak, akhirnya ia tetap kalah. Tenaga Arthur nyaris tiga kalu lipat dibanding dengannya. Dari segi postur pun, Irish kalah jauh. Alhasil, Irish hanya bisa pasrah dan memasuki mobil Arthur sebelum mereka menjadi tontonan karena membuat keributan.

Irish pikir ia akan pergi ke rumah sakit bersama Arthur saja. Namun, tiba-tiba Maudy menyusul dan langsung menempati bangku belakang mobil. Kian menambah atmosfer tak bersahabat yang membuat Irish ingin cepat-cepat pergi dari mobil ini.

Namun, Irish tetap memasang ekspresi datar tak terbaca. Tidak seperti sebelumnya di mana dirinya akan menunduk saat mendapat tatapan mengintimidasi dari ibu dan anak itu. Dulu, ia melakukan itu karena menghormati keduanya, namun sekarang tidak lagi.

“Apa kamu gila? Menggugat suamimu sendiri saat kamu hamil?!” sembur Maudy setelah Arthur mulai mengendarai mobil tersebut.

Irish mendengus pelan. “Sudah kubilang kalau aku tidak hamil.”

Maudy masih mencibir Irish, namun wanita itu tidak menanggapinya. Sayang sekali kalau energinya harus ia habis karena berdebat dengan calon mantan mertuanya itu. Ia memilih diam di sepanjang perjalanan sembari menatap jalanan dari jendela di sampingnya.

Jarak mobil yang Arthur kendarai dengan rumah sakit semakin dekat. Akan tetapi, ekspresi Irish tak berubah. Tetap santai seperti sebelumnya. Bahkan, wanita itu lebih dulu turun dari mobil dan langsung mendaftarkan diri di bagian pendaftaran.

Karena sudah agak siang, antrian ke dokter kandungan sudah panjang. Sebenarnya Irish tidak keberatan menunggu. Toh, dirinya tidak akan pergi ke mana-mana setelah ini. Namun, ia sangsi Arthur bersedia menunggu hingga beberapa jam ke depan.

“Aku tahu kamu sibuk. Aku pasti kirim hasilnya nanti. Mungkin dua jam lagi aku baru dipanggil. Lebih baik kamu tidak perlu ikut menunggu,” ucap Irish setelah dirinya dan Arthur tiba di ruang tunggu di depan ruangan dokrer kandungan itu.

“Dan membuat kamu punya kesempatan untuk manipulasi hasilnya? Jangan harap! Aku tidak akan pergi sebelum hasilnya keluar,” tolak Arthur mentah-mentah.

Irish hanya mengangkat bahunya tak acuh. Ia memilih duduk di bangku yang tersedia daripada melanjutkan perdebatan dengan Arthur. Karena ruang tunggu cukup padat, kursi yang tersisa hanya kursi yang telah Irish tempati. Irish tidak peduli di mana Arthur dan Maudy akan duduk.

Maudy memilih pulang lebih dulu menggunakan taksi setelah satu jam menunggu. Sebab, nomor antrian Irish masih lumayan jauh. Namun, Arthur masih bersikukuh menunggu di sana dan kini telah duduk di samping wanita itu karena antrian sudah mulai berkurang.

Irish mulai mengantuk karena menunggu terlalu lama. Berbanding terbalik dengan Arthur yang masih menatap lurus ke depan dengan sorot tajamnya. Sedari tadi lelaki itu terus mengawasi pergerakan Irish. Tak ingin ada celah bagi wanita itu untuk memanipulasi apa pun.

“Kamu sembunyi di mana?” tanya Arthur setelah bungkam cukup lama.

Sebelah sudut bibir Irish terangkat. “Kita sedang dalam proses perceraian. Untuk apa memedulikan keberadaanku? Yang jelas, aku berada di tempat yang membuatku nyaman.”

“Selama kita belum resmi bercerai, kamu masih menjadi tanggungjawabku. Aku akan terkena masalah jika sesuatu terjadi padamu,” balas Arthur sinis.

Irish tertawa dalam hati. Ke mana saja lelaki itu selama ini. Setelah pernikahan mereka berada di ujung tanduk, Arthur baru berkoar-koar tentang tanggungjawab. Sedangkan selama ini lelaki itu lebih sering mengabaikannya. Menganggapnya tidak ada.

“Tenang saja. Aku bisa jaga diri,” jawab Irish dingin.

“Dengar, kalau kamu terbukti berbohong, aku tidak akan pernah melepasmu!” ancam Arthur pelan, namun penuh penekanan.

Akhirnya, Irish dipanggil untuk memasuki ruangan dokter kandungan itu. Beberapa menit kemudian, keduanya keluar dari ruangan tersebut dengan ekspresi berbeda. Irish dengan ekspresi lega di balik wajah datarnya, sedangkan Arthur tampak sangat murka.

“Bagaimana? Sekarang kamu sudah percaya? Aku tidak berbohong,” tanya Irish setelah mereka melangkah agak jauh dari ruangan barusan.

Hasil pemeriksaan Irish sesuai dengan yang wanita itu katakan. Rahim wanita itu benar-benar bersih. Arthur yang tak percaya meminta dokter mengecek dengan segala cara dan hasilnya sama. Tidak ada tanda-tanda kehamilan Irish. Padahal, tempo hari wanita itu terbukti hamil.

Arthur tiba-tiba menarik Irish dan menyudutkan wanita itu di dinding. Lorong rumah sakit yang sepi membuat tak ada yang melihat mereka. Irish yang terkejut dan tak menduga tindakan Arthur, tidak memiliki kesempatan untuk menghindar.

“Lepaskan aku! Kamu lupa kita di mana?” pinta Irish sembari mendorong Arthur dengan kedua tangannya. Namun, tak berhasil.

Irish bisa saja berteriak, memancing atensi orang-orang yang berada di sini. Dengan begitu Arthur pasti langsung melepaskannya. Namun, ia terlalu malas untuk menjadi pusat perhatian. Meskipun saat ini suasana hatinya sedang bagus karena berhasil membuat Arthur kalah telak.

“Apa yang kamu lakukan pada anakku?! Siapa yang mengizinkanmu melakukan itu?!” sentak Arthur dengan tatapan nyalang.

Irish tertawa pelan. “Ini tubuhku. Aku berhak melakukan apa pun tanpa persetujuan siapa pun! Sudah kubilang kalau aku sudah menggugurkannya. Kenapa? Menyesal sudah membuang waktumu yang berharga?”

Jawaban Irish membuat Arthur semakin meradang. “Kenapa kamu melakukannya?!”

“Karena aku tidak mau membawa bagian dari masa lalu,” jawab Irish yang membalas tatapan Arthur dengan sorot sedingin es.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Perasaan yang Berbalas

    “Selamat atas pembukaan butikmu. Mama akan mengajak teman-teman mama kemari. Mama yakin butikmu akan sukses,” tutur Maudy sembari menggandeng tangan Irish. “Terima masih, Ma. Kalau mama butuh gaun untuk acara apa pun, kabari aku. Aku akan menyiapkan yang terbaik,” jawab Irish seraya mengikuti langkah Maudy menelusuri butiknya yang baru saja diresmikan. Butuh waktu dua tahun hingga Irish yakin untuk kembali terjun ke dunia fashion. Sebenarnya, butik ini telah selesai dibangun sejak tahun lalu, namun karena masih banyak yang perlu dipersiapkan, peresmiannya baru dilaksanakan sekarang. Karina, Tristan, Billy, Prayoga hingga Maudy turut mempromosikan butik ini. Sedangkan Arthur sudah memesan beberapa jas untuk menghadiri beberapa acara besar, sekaligus membantu Irish promosi. Arthur juga telah merekomendasikan pakaian rancangan Irish pada beberapa kolega bisnisnya. Kini, butik Irish dipenuhi oleh teman-teman sosialita Maudy. Kejutan yang luar biasa bagi Irish. Sebab, ia tak menyang

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Rencana Licik yang Berhasil

    “Kemarilah. Kenapa mengintip di sana?” tanya Arthur yang mendapati keberadaan Irish dari ekor matanya. Irish yang sedang memperhatikan gerakan tangan terampil Arthur kontan tersentak. Lelaki itu sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy secara bergantian. Ia hanya ke toilet sebentar setelah menyiapkan makanan untuk si kembar dan anak-anaknya malah sudah disuapi oleh Arthur. “Bisa bicara sebentar?” pinta Irish pada Arthur yang sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy di balkon penthouse. “Bicara saja. Kamu tidak perlu meminta izin.” Arthur masih sibuk mengelap mulut putra-putranya yang belepotan. Irish mengelap tangannya yang basah, lalu menyusul ke balkon. Ia duduk di samping Arthur, kemudian mengambil alih mangkuk makanan Kenneth dan menyuapi sang putra. Sedangkan Arthur berlanjut menyuapi Kennedy yang sudah tidak sabaran. “Biar aku yang menyuapi anak-anak. Kamu makan juga. Sekarang sudah siang,” ucap Arthur sembari menatap Irish sekilas. “Nanti saja. Aku masih kenyang,” jawab Irish semba

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Batal Cerai?

    Arthur masih berbaring dengan posisi membelakangi pintu spontan menoleh ke sumber suara. Bukan suara mamanya yang terdengar, melainkan suara Irish. Dan benar-benar saja, ketika dirinya berbalik, Irish yang berdiri di depan pintu sembari membawa anak-anaknya di dalam stroller. “Ya sudah kalau kamu tidak menerima kami di sini, kami akan pergi.” Irish berpura-pura berbalik dan mendorong stroller si kembar, seolah-olah benar-benar akan pergi. Arthur spontan bangkit dan berakhir meringis karena tubuhnya masih nyeri. Irish yang hendak bermain-main dengan Arthur pun akhirnya dibuat khawatir dan langsung menghampiri lelaki itu. Lalu, membantu Arthur duduk dengan benar. “Mana yang sakit? Kenapa kamu bergerak sekaligus begitu? Apa aku harus menghubungi dokter?” berondong Irish yang tampak benar-benar khawatir. Arthur baru keluar dari rumah sakit kemarin. Lelaki itu belum benar-benar pulih. Pergerakan mendadak mungkin dapat membuat luka Arthur semakin parah. Irish hendak merogoh tasnya dan m

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Hanya Ingin Irish

    Tangan Maudy nyaris mendarat di wajah Irish, namun Irish lebih dulu menangkis tangan wanita paruh baya itu. Ia dapat membaca pergerakan Maudy dan tentu saja ia tak akan membiarkan itu terjadi. Meskipun saat ini dirinya memang bersalah atas kecelakaan Arthur. “Kamu mulai berani, hah?!” bentak Maudy sembari menarik tangannya yang masih dipegang oleh Irish. “Mama tidak mau menyapaku dulu? Sudah lama kita tidak bertemu.” Irish menyunggingkan senyum tipis. Ia tetap bersikap santai, berbanding terbalik dengan Maudy yang tampak sangat murka. “Mama mau minum apa? Sudah sarapan atau belum? Mau sarapan bersamaku?” tawar Irish yang sebenarnya tak memiliki apa pun untuk disuguhkan pada Maudy. Irish melakukan ini hanya untuk basa-basi saja sekaligus mencairkan suasana. Walaupun tampaknya Maudy sudah tidak mau diajak berbasa-basi lagi. Apalagi dengan banyaknya orang yang wanita paruh baya itu bawa. Ini seperti penggerebekan. Irish sudah bisa menebak jika Maudy akan bersikap seperti ini saat me

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Gengsi untuk Mengakui

    “Aku minta maaf. Dugaanku membuat rumah tangga kalian berantakan,” sesal Billy karena selama ini bersikukuh jika Arthur ingin mencelakai Irish. Billy pun tak menduga jika Elyza se licik ini sampai bisa merencanakan semuanya dengan mulus dan menjadikan Arthur sebagai kambing hitam. Billy sampai terkecoh dan mengira Arthur adalah dalang dari semuanya karena seluruh bukti mengarah pada lelaki itu. “Tidak apa-apa. Hubungan kami memang sudah berantakan sejak lama,” jawab Irish dengan senyum kaku. “Aku mau lihat buktinya. Apa saja yang dia katakan?” Irish memilih mengalihkan pembicaraan. Tak ingin memperpanjang pembahasan tentang rumah tangganya. Billy membuka tas dan menyalakan laptopnya. Ia langsung membuka file berisi bukti-bukti tentang keterlibatan Elyza dalam insiden di butik Irish. Bukan itu saja. Namun, juga beberapa insiden yang menimpa Irish. Semuanya karena perbuatan Elyza. Bahkan, orang yang menabrak Irish dan berujung menabrak Arthur hingga membuat lelaki itu lumpuh. Pemil

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Kembali Satu Ranjang

    “Apa maksudmu?” tanya Arthur dengan kening mengerut. “Aku akan ikut denganmu.” Tanpa menunggu respon Arthur, Irish langsung masuk ke bangku bagian belakang mobil lelaki itu. Irish sudah memikirkan ini matang-matang. Ia memang ingin merawat Arthur. Meskipun Arthur tinggal bersama Maudy, ia tetap akan tinggal di tempat lelaki itu berada. Ini sebagai bentuk tanggungjawab dan ungkapan terima kasihnya pada Arthur. Barusan, Irish menelepon kakeknya dan meminta izin untuk tinggal bersama Arthur selama proses pemulihan lelaki itu. Entah sampai kapan, ia belum tahu pasti. Yang jelas, untuk saat ini ia benar-benar ingin merawat Arthur dulu hingga keadaan lelaki itu membaik. Cukup sulit mendapat izin dari Paryoga. Oleh karena itu, Irish agak lama berada di toilet saat bertelepon. Namun, pada akhirnya izin yang dirinya inginkan tetap ia dapatkan. Saat keluar dari sana, ia malah hampir tertinggal. Sedangkan dirinya tak tahu di mana tempat tinggal Arthur sekarang. “Kenapa kalian sangat tidak s

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Yang Penting Aku Masih Hidup

    “Itu yang membuatmu di sini sekarang?” tanya Arthur sembari terkekeh pelan. Irish yang hendak menyimpan baskom di toilet spontan kembali berbalik dan melangkah ke bangsal Arthur. Ia menggeleng samar. Dirinya berada di sini bukan karena keadaan Arthur, bukan karena rasa bersalahnya. Namun, karena dirinya memang ingin berada di sini. “Bukan karena itu. Aku memang ingin merawatmu,” jawab Irish yang sudah jatuh berlutut di samping bangsal Arthur. Ia menyentuh tangan lelaki itu yang terpasang infus. Arthur mendengus pelan. “Berarti aku memang lumpuh? Kenapa diam saja? Kamu takut?”Irish mengangkat kepalanya. Membalas tatapan Arthur dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia dapat melihat dengan jelas kekecewaan di mata lelaki itu. Kondisi kaki lelaki itu pasti menjadi pukulan besar bagi Arthur dan akan menghambat banyak hal ke depannya. Sungguh, jika bisa bertukar posisi, Irish tak ingin Arthur menyelamatkannya hari itu. Biarlah dirinya yang celaka sebab tabrakan tersebut terjadi karena k

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Seperti Putra Tidur

    Saat menoleh ke belakang, Irish terbelalak melihat Arthur yang sudah membuka mata dan kini menggenggam tangannya. Ia mengerjapkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Namun, genggaman pada tangannya saat ini membuatnya tersadar jika ini nyata. “Apa sekarang wajahku menyeramkan?” tanya Arthur dengan suara serak dan satu alis terangkat. Irish spontan kembali melangkah ke arah Arthur dan memeluk lelaki itu. Air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Lama-kelamaan isak tangisnya mulai terdengar. Ini benar-benar nyata, bukan bagian dari khayalannya. Bukan sekadar kelegaan yang dirinya rasakan. Perasaan menyiksa itu kini sepenuhnya hilang. “Akhirnya kamu sadar,” gumam Irish di sela isak tangisnya. Selama seminggu ini, Irish tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Apalagi melihat kondisi Arthur yang tak menunjukkan perubahan signifikan. Rasanya, ia ingin bertukar posisi dengan lelaki itu. Sebab, memang seharusnya dirinya yang celaka. Arthur mengangkat tangan kirinya

  • Setelah Berpisah, Dia Terus Mengejarku   Jangan Menghukum Dirimu Sendiri

    “Apa ini bagian dari rencanamu juga?” gumam Billy sembari menatap Arthur yang masih memejamkan mata. Billy berhasil memaksa Irish untuk pulang dan istirahat di rumah. Sebagai gantinya, ia yang menjaga Arthur di sini. Arthur sudah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP. Namun, hingga saat ini lelaki itu belum sadarkan diri. Dan Irish sudah berulang kali menanyakan kondisi Arthur melalui whatsapp. Billy yang baru kembali dari kantin rumah sakit langsung menarik kursi di samping bangsal Arthur. Ia mengamati wajah dan tubuh Arthur. Bukan hanya patah kaki, tangan kanan Arthur juga patah. Wajah lelaki itu penuh luka dengan kening yang diperban. “Kamu sangat bodoh kalau ini bagian dari rencanamu juga. Kamu bisa mati dan belum tentu Irish bersedia kembali padamu,” monolog Billy pada Arthur yang masih tak sadarkan diri. Arthur terlalu sering membuat skenario untuk menarik perhatian Irish. Oleh karena itu, Billy sedikit curiga jika ini adalah bagian dari rencana Arthur juga. Sebab, lelaki itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status