“Papa tidak mau tahu, kamu harus mencari investor baru untuk perusahaan kita!” tegas Yatma.
Lira nampak ciut, bukan mudah mencari investor sekelas Angga.
“Itu semua gara-gara kelakuan bodohmu. Sudah punya suami ganteng-ganteng kaya lagi masih aja selingkuh! Dasar bodoh!” umpat Maria ibunya Lira. Mereka sangat kesal dengan sikap putri mereka yang menimbulkan kerugian besar. Perlu diketahui bahwa pernikahan Lira dan Angga merupakan pernikahan bisnis Antara Yatma dan Muhar.
“Angga itu di…”
“Stop, Papa tidak mau dengar ocehanmu.” Yatma pergi dari ruang tamu menuju ruang kerjanya. Dia sangat frustasi mengingat keadaan perusahaan yang diambang kebangkrutan.
“Kamu memang anak tidak tahu diuntung, bisanya Cuma buat orang kesusahan saja.” Maria menatapnya tajam, lalu meninggalkannya seorang diri.
“Ah sialan. Ini semua gara-gara Angga. Kenapa pula dia harus menceraikanku? Tapi, Refans juga harus bertanggung jawab dia telah memutar balik semua ini.” Lira bergumam sendiri.
“Arrrrgh sialan. Sekarang gilaran kaya gini gue yang disalahkan. Padahal gue sudah bertahan dengan laki-laki dingin sialan itu!” Lira membanting vas bunga di ruang tamu. Membuat vas yang tak bersalah memisahkan diri menjadi kepingan yang berhamburan di lantai. Detik berikutnya pergi keluar dari rumahnya.
“Astaga, vas kesayanganku?” Maria menghampiri bunyi di ruang tamu.
“Liraaaaa!” dia berdecak sangat kesal pada putri satu-satunya.
Lira melajukan mobilnya dengan ugal-ugalan. Dia akan menemui Refans. Meminta pertanggung jawabannya. Hanya empat puluh lima menit telah sampai di rumah Refans, Tanpa basa-basi Lira mendorong pintu lalu melenggang masuk. Membuat isi rumah yang sedang bersantai terkejut. Setelah Refans bercerai Resa dan Lala sangat sering main di rumah Refans. Mereka ingin menjodohkan Refans dengan seorang perempuan bernama Siska.
“Ada perlu apa perempuan ular ke sini?” gumam Refrans.
”Refans apa kabar?” Lira menempelkan pipi kanannya pada Refans sambil memeluknya dengan manja. “Aku kangen!”
Resa dan Lala terkejut melihat sikap Lira. Bahkan tidak peduli terhadap kehadiran mereka di sana.
“Ngapain kamu ke sini?” tanya Refans dengan wajah kesal.
“Aku mau ketemu kamu. sudah beberapa hari kamu nggak kasih kabar.” Lira segera duduk di depan Resa dan Lala.
Refans tak menjawab dia mengehmpas pantatnya di sofa dengan kesal.
“Kamu siapa?” tanya Resa dengan ketus.
“Saya calon istri Refans.” ucap Lira sambil melirik ke arah Refans.
“Apa-apaan kamu Lira?” bentak Refans dengan kesal.
“Refans tolong jelaskan sama Mama. Siapa perempuan gatal ini yang ngaku-ngaku jadi istri kamu?” Resa menatapanya dengan geram.
“Halo, tolong Tante ya. Mulut dijaga jangan asal bunyi. Putra anda itu yang gatal. Padahal dia tahu saya sudah bersuami diajak juga bobo bareng. Buat dede bayi, dan sebagainya. Kok jadi saya yang gatal?” Lira menatap Resa dengan kesal.
“Lira!” bentak Refans. Rahangnya mengeras.
“Lho iya kan? Kita pernah bobo bareng. Dan kamu bilang aku sangat pandai di atas ranjang bukan seperti istrimu itu yang kampungan,” cerocos Lira dengan penuh percaya diri.
“Kamu pergi dari sini sekarang!” bentak Refans sambil menunjuk ke arah pintu.
“Heh jalang! nggak usah mimpi jadi istri Refans. Dia pria berkelas tidak akan menikahi sembarangan perempuan!” bentak Resa lagi.
“Apapun yang kalian katakan. Refans harus menikahiku! Karena sekarang aku mengandung anaknya.” Lira menatap Refans dengan senyum sinis.
“Tidak mungkin!” ucap Resa dan Lala serempak.
“Lho bagaimana tidak mungkin. Aku tidak pernah berhubungan dengan siapapun selama lima bulan terakhir selain sama Refans. Jadi ini anak Refans dong!” Jelas Lira dengan berapi-api sambil menatap Refans menantang.
“Refans tidak mungkin bisa punya anak. Dia mandul!” Lala tidak menyadari apa yang dia katakanan. Padahal itu semua rahasia besar mereka.
“Kamu jangan mengada-ada. Refans itu mandul!” tambah Resa lagi.
Seketika membuat Refans tercengang. Dia sedang memikirkan kata-katanya. Tiba-tiba dia tersadar. Selama ini dia menghakimi Mahra. Menuduhnya yang mandul.
“Ma! Kak Lala bisa kalian jelaskan? Jadi selama ini bukan Mahra yang mandul? Tapi aku?” Refans menatap keduanya dengan tajam.
Lala dan Resa baru menyadari mereka sudah keceposan.
“Bukan-bukan begitu Fans.” Resa panik. Dia sudah memalsukan hasil tes dokter. Kebetulan dokter itu memang dokter keluarga mereka.
“Jelaskan Mama? Aku yang mandul?” tekan Refans lagi.
“Halo bagaimana ini?” Lira merasa diabaikan dia malah menonton drama keluarga itu.
Namun tidak ada yang peduli. Refans semakin menekan ibunya.
“Jadi Refans mandul? Ah, sial,” gumamnya seorang diri.
“Mama?” teriak Refans. Dia tidak peduli pada Lira lagi. Di sisi lain. Resa dan Lala serba salah. Karena jika tidak mengatakan yang sebenarnya. Lira akan menuntut untuk dinikahi Refans. Jika pun mengatakan kalau Refans mandul. Laki-laki itu akan marah besar. Sekarang Mahra sudah pergi dari rumah itu. Tidak masalah jika mengatakan yang sebenarnya.
“Iya, Nak. Sebenarnya kamu mandul!” Resa menurun oktaf nada bicaranya.
“Mama keterlaluan. Aku kecewa pada kalian! Kalian sudah merusak keluargaku. Mama benar-benar tega!” Refans meremas rambutnya dia menangis dengan keras. Bayang-bayang dia memarahi, membentak, menghina Mahra berputar secara random di kepalanya.
“Mahra maafkan aku!” teriak Refans sambil menangis histeris.
Resa hendak menyentuh pundak putranya. Tapi Refans berontak.
“Pergi kalian semua dari rumahku!” bentak Refans sambil mendorong mereka dengan kasar.“Nak maafin Mama. Mama hanya menginginkaN yang terbaik untuk kamu. Mama tidak ingin perempuan kampung itu…”
“Stop, Refans tidak mau mendengar apapun alasan. Kalian sudah menipuku. Sekarang aku sudah kehilangan Mahra. Aku tidak akan memaafkan kalian!” teriak Refans dengan histeris lalu pergi dari ke kamarnya dan mengunci pintu.
Dia menatap foto perkawinan mereka di sana yang masih terpampang. “Mahra aku jahat padamu! Maafkan aku.” Refans menangis dengan suara menyayat hati. Dia merasa kehilangan sebagian hidupnya.
“Ma-maafkan aku….” Refans terisak dalam. Hidupnya kini benar-benar hancur oleh ulah sikap ibunya sendiri.
Di ruang tamu, Lira masih duduk di sana. Sedangkan Resa ke lantai atas untuk menemui putranya tapi Refans tidak menghiraukan panggilan ibunya.
“Heh jalang pergi kau dari sini!” bentak lala.
“Heh kau yang pergi dari sini!” sahut Lira.
“Ini rumah ayahku. Aku wajar mengusirmu!” teriak Lala dengan beringas.
“Aku tidak akan pergi sebelum Refans mem…”“Jangan mimpi!” potong Lala. “Kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan adikku. Nggak usah ngedrama di sini!”
Lira terdiam. Kabar kalau Refans mandul itu sangat buruk. Laki-laki itu akan dengan mudah menolaknya.
“Pergi sekarang!” Lala menarik tangan perempuan itu dengan kasar hingga Lira terpelanting ke luar dengan terjungkal.
‘Woi sialan kau! Lihat saja pembalasanku. Aku akan membunuh kalian semua.” Ancam Lira demgan kesal. Lala sudah menutup pintu tidak mendengar lari teriakannya.
3000 love reader! :*
Lima tahun kemudian.Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat. Kini anak-anak sudah tumbuh menuju dewasa. Si kembar sudah SMA menjelang tamat. Rasa-rasanya, Angga ingin segera pensiun dari pekerjaannya. Dia sudah mempercayai beberapa kerabat dekat untuk mengelola perusahaannya.“Sayang, rasanya aku di rumahnya. Pensiun lebih cepat!” ucap Angga pagi itu setelah anak-anak semua pergi sekolah. Mahra selama tidak memiliki bayi. Sudah kembali aktif menulis.“Terserah Mas! Mahra senang aja kalau Mas di rumah! Apalagi Mas sudah bekerja sejak muda. Pensiun dini lebih baik sebagai bonus kerja keras selama ini!” Mahra menghentikan pekerjaannya. Lalu duduk di sampingnya.“Kamu masih tetap cantik!” Angga menatap sang istri lebih lekat.“Mahra sudah tua, Mas! Sudah ada satu dua uban!” ujarnya tersipu.“Tapi, masih tetap cantik!” Angga menggamit tangan sang istri.“Mas juga masih gagah, orang tidak akan percaya Mas sudah menuju kepala lima!” Mahra membalas tatapan sang suami.“Karena Mas masih gant
“Total belanjaan Kakak seratus dua puluh ribu!” ucap Kasir.Alika merongong tasnya. Capek dia cari-cari dompet. “Duh kemana sih domper?” keluh Alika.“Kak?” panggil kasir. “Antriannya panjang sekali.”Dia baru sadar ada sepuluh orang sedang mengatri di belakang.“Aduh maaf bang, dompet saya tinggal! Saya transfer aja boleh?” tanya Mahrasambil menahan malu.“Tidak bisa kak, rekening toko lagi bersamalah!” ujar kasir.“Tapi, gimana bang saya nggak bawa dompet!” Alika sudah hampir menangis.Tiba-tiba seseorang meletakkan dua lembar pecahan dua ratus di sana. “Ini sekalian untuk bayaran ustazah ini!” ujar laki-laki itu dengan tenang. Sembari menunjukkan sebotol air mineral dan bisquit.“Oke!” kasir lamgsung mengerjakan tugasnya.Alika masih di sana terpaku. Mengingat sejenak sepertinya pernah jumpa. Tapi dimana? laki-laki dengan penampilan kasual nampak santai dengan celana training, baju kaos jersey dan sepatu olahraga.“Terima kasih Pak!” seru Alika cepat-cepat.“Sma-sama Ustazah!” lak
Bab 1Mengenal Makhluk HidupAlika merupakan siswa kelas III SD. Alika tinggal bersama Ayah dan Ibunya dan adiknya Affa. Affa masih berumur tiga tahun. Alika sangat menyayangi adik Affa.Setiap hari Alika ke sekolah dengan berjalan kaki dengan Dini dan Andi. Mereka tinggal di satu komplek Perumahan Hijau. Dini, Andi dan Alika berteman baik sejak kelas I.“Hari ini kita belajar apa?” tanya Andi sambil mengayun langkah.“Kita akan belajar tentang makhluk hidup,” sahut Alika.“Makhluk hidup itu seperti kita ini, Ka?’’ tanya Dini.“Iya, makhluk hidup seperti kita ini manusia, hewan dan tumbuhan,” jelas Alika sambil menunjuk ke arah pohon yang memayungi jalan yang mereka lewati.“Apa saja ciri-ciri makhluk hidup, Ka?” tanya Andi lagi.“Memerlukan makan dan minum, bernapas, tumbuh dan berkembang biak,” sahut Alika lagi.“Pintar sekali kamu, Ka. Tahu dari mana?” tanya Dini.“Aku baca buku, Dini. Ayah dan Ibuku selalu menghadiahkan aku buku dan mengajakku ke perpustakaan,” jawab Alika.“Nanti
Danil sangat kikuk duduk diantara orang-orang yayasan. Dimana penampilannya sangat mencolok. Semua laki-laki di sana menggunakan peci, serta baju koko yang cukup sopan. Belum lagi yang perempuan, membuat dia menjerit seakan sedang terjebak ke dalam tempat yang sangat sulit dia dambakan.Sebelum rapat dimulai. Angga sengaja meminta Danil duduk di sampingnya.“Maaf sebelumnya, Ustaz Ustazah semua. Perkenalkan ini Danil tangan kanan saya di perusahaan. Hari ini kebtulan saya ajak ke sini, untuk mengenal dunia pendidikan lebih jauh!” jelas Angga. Membuat semua orang memperhatikan Danil dengan seksama. Laki-laki dengan postur tubuh proposional. Hitung mancung, alis tebal dan sekilas terlihat berkarisma. Buru-buru ustazah di sana menundukkan pandang. Karena spek laki-laki di depan mereka sangat memukau, bagai artis.Danil agak terkejut dengan penuturan bosnya. Apa ini cara bosnya mengenalkan dia pada ustazah di sana. Rapat berlangsung. Beberapa ustazah menyampaikan laporan mereka. Ada juga
Angga pulang hampir larut. Tidak biasanya dia seperti itu. Namun, beberapa pekerjaan menjelang akhir tahun ini membuat semuanya sibuk. Apalagi dia baru memecat sekretarisnya.“Danil, tolong carikan sekretaris baru untukku! Ingat laki-laki ya!” perintahnya.“Baik, Bos. Akan segera saya dapatkan!” sahut Danil. Danil merupakan kaki tangan ANgga. Namun, dia punya jabatan yang besar di perusahaan itu.“Maafkan saya terkait Sela Bos. Saya menyesal terhadap kejadian yang menimpa Bos!” tambah Danil. Angga sedang bersiap hendak pulang.“Its Oke. Jadi kita lebih waspada ke depan!” sahut Angga. Sekali lagi dia melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan jam 12 dini hari. Sudah lama dia tidak lembur selama ini.“Baik, Bos.” Danil menunggu Bosnya keluar dari ruangan.Lalu mereka berjalan beriringan untuk ke parkiran.“Danil, kalau nanti kamu bekerluarga usahakan, melindungi dan menjaga pernikahanmu. Banyak sekali wanita jalangyang mengincar kalau kita punya pekerjaan dan penghasilan y
Sela keluar dari gedung pencakar langit itu dengan berat hati. Mau gimana lagi, dia benar-benar dipecat secara tidak terhormat. Bahkan bodyguard menyeretnya dengan kasar.“Saya ingin mengambil barang-barang saya dulu!” pintanya memelas karena ada beberapa barang berharganya di sana.“Ingat hanya lima menit kamu sudah keluar dari gedung ini!” tegas bodyguard tersebut. Sela berjalan cepat menuju lift lalu ke ruangannya tepat di samping ruangan Angga, sang CEO.Saat menenteng sebuah kardus keluar dari sana. Dia berpapasan dengan kedua temannya Ani dan Dini. Bukan rasa kasihan yang ditunjukkan malah diejek habis-habisan.“Aduh Sela- sela baru setengah jam lalu, kita bilang apa. Kamu mimpi ketinggian. Kasian sekali. Padahal cita-citanya mau jadi simpanan bos!” ledek Dini.“Memang kamu itu terlalu kepedean tahu. Kamu bisa tuh, incarin om sana, tapi tidak dengan Bos Angga. Dia itu spek setia. Kamu belum lihat istrinya secantik dan sekeren apa. Dibandingkan kamu bukan apa-apa Sel!” tambah Ani