"Anak-anak sudah masuk ke kelas, sampai kapan kau berdiri di sana?" tanya Ikhram di belakang kemudi. Aku tidak menjawab hanya menarik napas panjang, perlahan aku memutar tubuhku lalu meninggalkan sekolah Rama dan Rara."Kenapa menangis?" Tiba-tiba Ikhram mengulurkan tangan menghapus air mata di pipiku, aku tidak tau kenapa air mata itu mengalir keluar. Hanya saja aku merasa, sesuatu menekan dadaku dan membuatku sulit bernapas."Mereka kau jadikan belenggu yang akan membuatku tidak bisa melarikan diri, kau luar biasa hebat aku tidak menduganya sama sekali," ketusku lirih. "Sayang, kau sedang bicara apa?" tanya Ikhram, entah karena tidak tau atau dia sedang berpura-pura tidak mengerti. "Berhenti di depan, aku ada urusan sebentar nanti aku pulang sendiri." Aku hendak bersiap untuk turun, tapi ternyata Ikhram tidak menghentikan mobilnya."Temani aku ke kantor dulu, nanti aku temani membereskan urusanmu." Ikhram mengengam tanganku dan tak berniat melepaskannya. Kembali aku hanya diam, d
Aku nyaris tertawa ngakak melihat wajah pucat dan kaki Denis yang gemetar. Sementara di depan kami wajah Ikhram sudah merah padam, ketika melihat tanganku melingkar di lengan asistennya. "Tolong aku, Kak. Dia marah karena aku membuat ribut di perusahaannya. Aku hanya membantumu karena aku lihat pekerjaanmu sangat banyak sampai lembur tiap hari, dia seharusnya berterima kasih padaku karena menangkap pekerjanya yang hanya makan gaji buta. Bukannya marah-marah begini." Aku pura-pura merajuk pada Denis dan itu membuat Ikhram makin marah. "Kau bereskan masalah ini, aku tak mau memiliki pekerja yang tak berguna. Soal anak ini biar aku yang mengurusnya." Ikhram meraih kerah bajuku dari belakang sudah seperti mengangkat kucing.Aku meronta dan meminta tolong pada Denis, tapi pria itu hanya mengusap keringat di keningnya seolah ketakutan. "Tunggu dulu, setidaknya biarkan aku makan dan minum dulu, aku sudah mau pingsan ini. Kau buruan keluar ikuti aku." Aku menunjuk pada wanita yang berdiri d
Baru setengah hari aku berada di perusahaan Ikhram, tapi sudah membuat atmosfir tempat ini menjadi mencekam. Saat berjalan di semua lorong terlihat banyak orang yang terlihat ketakutan.Mereka menundukkan kepala, seolah berharap untuk tidak terlihat olehku. Mereka tidak tau saja kalau aku tidak menargetkan mereka, tapi seseorang yang berada di belakang para manusia tidak berguna itu."Baru setengah hari dan akhirnya kau menunjukan wujud aslimu wanita jalang. Meski Ikhram tertipu oleh wajah polosmu, tapi tidak denganku." Suara itu terdengar begitu menyeramkan dan aku tau milik siapa mulut berbisa itu. "Akhirnya kau datang juga, aku tidak menyangka sama sekali, kau masih bisa menancapkan cakarmu di perusahaan ini," ujarku sarkas. "Tentu saja itu bisa membuktikan, betapa berartinya aku bagi Ikhram." Kartika tersenyum sinis. Aku tidak berniat melawannya karena bagiku itu tidak penting. "Benarkah? Kalau begitu kau harus menolong anak buahmu. Saat ini mereka tengah menghadapi sidang besa
Bagi seorang wanita, menjalani pernikahan dengan orang dicintai hingga tua, adalah pencapaian yang luar biasa. Seperti pasangan yang tengah bermain dengan kedua cucunya ini, meski hanya memiliki satu orang anak tapi mereka tetap terlihat bahagia."Apa yang sedang kau pikirkan?" Ikhram tiba-tiba datang dan langsung mencium keningku. Aku terkejut lalu menatapnya dengan bingung. "Masih jam empat, tapi kau sudah pulang?" tanyaku."Perusahaan kalang-kabut, orang yang membuat masalah keburu pergi. Aku tidak mau pusing jadi pulang duluan, biar Denis yang mengurus semuanya," ujar Ikhram santai. "Maaf kalau aku membuat masalah, kalau begitu minta Denis membawa kembali orang-orang itu. Setelah ini aku tidak akan datang lagi ke perusahaanmu, apalagi mulai besok aku akan bekerja di tempat lain." Aku bicara sambil berjalan menuju ke kamar. Dia bilang aku membuat masalah, kalau begitu aku tidak akan membantunya lagi. Soal perusahaan terserah dia aku juga tidak peduli. "Air sudah aku siapkan perg
Ada hikmah di setiap masalah mungkin itu ada benarnya, setelah masalah berat yang aku hadapi selama ini, lihatlah apa yang aku dapatkan. Orang tua yang sabar, anak perempuan yang berbakti dan juga seorang anak laki-laki yang sangat melindungiku. Saat ini kedua orang tuaku membawakan makanan ke kamar, tangan kecil putriku tengah menyuapiku makan sedangkan putraku tengah menjadi preman menjaga pintu, di depannya sang papi tengah memohon untuk bisa kembali masuk ke kamar setelah diusir keluar tadi. Aku tersenyum dengan air mata di pipiku, semua ini membuatku puas meski telah mengalami banyak rasa sakit. Aku tidak lagi mengeluh karena kebahagiaan sepadan dengan rasa sakit itu. "Sayang, biarkan Papi masuk. Mami sudah tidak apa-apa, kami hanya sedang bicara hanya saja Mami yang tak sengaja menangis." Aku mengulurkan tangan pada Rama yang berdiri tegak sambil memegang kedua pinggangnya. "Rara sayang, Mami sudah kenyang duduklah di dekat Mami." Aku juga mengulurkan tangan pada putriku. La
Matahari sudah bersinar cukup terang, namun hawa dingin masih terasa menusuk tulang, karena di dalam mobil Ikhram sudah membuka bajuku dan tangannya tengah asyik bergerak ke mana-mana. Sudah menolak tapi pria ini makin mengila sambil merengek seperti anak kecil.Untung mobil ini punya partisi yang bisa menutupi ruang di belakang, jadi aku tidak terlalu malu pada sopir di depan. Tiba-tiba mataku melihat sesuatu di sebrang jalan dan itu membuatku ... Lapar."Ada apa?" tanya Ikhram yang mungkin merasa aneh karena aku terdiam, dia mengikuti arah pandanganku lalu menepuk keningnya pelan. "Lapar?" tanyanya dan aku menganggukkan kepala."Kita memutar dulu di depan." Ikhram akan meminta sopir berhenti tapi aku menghentikannya, "Kau langsung ke kantor saja aku bisa sendiri, lagipula kantormu sudah dekat. Nanti minta sopir kembali menjemput, bukankah ada rapat penting pagi ini." Aku merapikan baju dan dasinya setelah itu membuka pintu."Yakin mau sendiri?" tanyanya lagi."Iya, aku bisa sendiri,
Suasana di ruangan terasa sangat dingin, aku merapikan kerah bajuku agar terasa sedikit hangat. Pertanyaan dan tatapan mata Ikhram benar-benar menakutkan. "Ada hubungan apa kau dengan Syamsudin?" tanyanya dengan wajah kesal. "Sam Wijaya bukan Syamsudin," ketusku dengan kesal. "Aku tidak peduli." Ikhram masih menatapku dengan tangan terlipat di depan dada. "Hubunganku dengannya, tentu saja karena kau musuhnya dan aku kebetulan melindungi-mu," jawabku santai. "Sayang aku serius." Ikhram terlihat geram lalu menarikku dalam pelukannya. "Aku juga serius, Am. Bukankah pertama kali bertemu dengannya, juga saat aku membantumu melawannya. Kemudian saat kau pergi seperti pengecut, aku harus menghadapinya sendiri," ketusku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal karena kepergiannya, aku terus mendapatkan teror dari Sam dan gengnya. Bahkan nyaris mengalami pelecehan dari pria itu, untung saja aku bisa ilmu bela diri jadi bisa melindungi diriku. "Kau gadis yang membuat Sam kehilangan keja
Hembusan angin dingin keluar dari AC di ruang Ikhram, namun tidak mendinginkan suasana panas di hatiku, melihat tatapan Ikhram dan Denis juga kertas yang ada di meja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan apa makna tatapan itu. "Apa hasilnya?" tanyaku karena tau kalau kertas itu adalah hasil dari lap, sample dari makanan yang aku buang itulah yang kami periksa. "Bersih, itu hanya rawon biasa," jawab Ikhram sambil menunjukkan hasil tes itu. "Tidak perlu, aku percaya kalau hasilnya sesuai dengan yang kau katakan, tapi lihat juga apa yang aku bawa." Aku menyerahkan dua lembar amplop, di depannya tertulis dua nama rumah sakit terkenal di negara ini. Ikhram dan Denis saling pandang, lalu mengambil amplop yang aku letakkan di meja,. "Selain kalian, aku juga melakukan tes sendiri dan hasilnya ... Kotor." Aku mengambil minuman di depan Ikhram lalu meminumnya sampai habis. "Aku tidak tau kenapa hasil tes yang Denis lakukan bersih, tapi aku percaya dua tes yang aku lakukan itu h