Setelah Istriku Berkata Lelah.

Setelah Istriku Berkata Lelah.

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-22
Oleh:  Winarsih_winaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
7 Peringkat. 7 Ulasan-ulasan
137Bab
9.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Amara, istriku yang baik dan penurut, tiba-tiba berkata kalau dia lelah hidup denganku. Apakah aku harus menikah lagi seperti permintaan ibu?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Ribut Karena Gaji

"Cair Bram gaji bulan ini. Ada bonus juga dari bos, kita bisa senang-senang nih."

Aku menelan ludah. Jangankan senang-senang, gaji bulan ini saja masih kurang untuk membayar cicilanku.

"Bagaimana Bram? Kali ini kau ikut kan acara kami?"

Kembali aku menarik napas karena kali ini pun, aku tak mungkin bisa ikut dengan teman-teman untuk nongkrong bareng.

"Tidak bisa, Rud. Kau kan tau, Amara bisa marah besar jika gajiku berkurang."

Mendengar ucapanku, beberapa orang teman tertawa di belakangku. Mereka segera bergabung dan duduk santai di kantin kantor.

"Aku tak menyangka, di jaman sekarang masih ada tipe suami sepertimu, Bram. Kalau istrimu tak mengijinkan maka jangan bilang, jadikan ini rahasia seorang pria. Apa benar hidupmu selurus itu, Bram? Aku benar-benar tidak percaya."

Kembali mereka tertawa, seolah mengejekku yang terlalu menuruti permintaan Amara. Apa benar hidupku begitu lucu bagi mereka.

"Jangan terlalu jujur pada istri, Bram. Kau berhak bahagia dengan mengunakan sedikit uang gajimu. Kau yang kerja, kenapa istrimu pula yang menguasainya."

Aku menarik napas panjang, sepertinya apa yang diucapkan Danu ada benarnya. Setelah sebulan penuh bekerja seperti sapi. Kenapa Amara marah kalau aku mengunakan sedikit saja uang gaji itu.

"Kalau begitu nanti malam aku ikut kalian. Ada benarnya juga, untuk sesekali membahagiakan diri sendiri."

Aku tertawa karena sudah mengambil keputusan. Untuk mengunakan sedikit uang gaji bulan ini, demi membahagiakan diriku sendiri.

"Aku tak masalah, Mas. Kalau kau mau mengunakan uang gajimu, asal kau berpikir cukup atau tidak uang itu, untuk membayar cicilanmu."

Ucapan Amara masih aku ingat, tapi selama ini uang gajiku selalu cukup di tangannya. Bulan ini pun pasti lebih dari cukup.

"Sudah Bram, jangan memikirkan masalah rumah dulu. Lihat biduannya cantik banget, ayo goyang."

Danu menarik tanganku dan mengajak naik ke panggung untuk berjoget. Dia juga mengajari untuk meraba bagian tubuh wanita itu. Aku terkejut, namun wanita itu tampak biasa saja, dia bahkan mengedipkan matanya dengan genit.

"Dua ratus ribu sekali goyang, Mas. Tempat dimana saja bisa."

Wanita itu berbisik di kupingku, setelah menjauhkan mik di tangannya. Untuk sesaat aku terpaku, apa yang dia maksud barusan itu menawarkan tubuhnya.

"Iya, kau bisa meregangkan otot mu dengannya, Bram. Kau tau, rasanya pasti beda dengan istrimu di rumah." Danu menjelaskan begitu melihat kebingunganku.

Aku benar-benar tak percaya, kalau Danu begitu mahir menjelaskan semuanya. Apa dia sudah biasa meniduri wanita yang bukan istrinya, aku bergidik ngeri dan memilih untuk pulang saja.

"Kau memang polos, Bram. Sudah sana pulang, sebelum itu habiskan minumanmu."

Aku segera meneguk minuman di dalam gelas, yang tadi aku tinggal berjoget di depan. Setelah itu aku memilih duduk sebentar sebelum pulang, namun tak lama aku merasakan sesuatu yang terasa panas di dalam tubuhku.

"Sar ... Sari sini sebentar. Temani pria ini, aku rasa dia membutuhkan mu. Bawa saja kebelakang nanti aku bayar."

Antara sadar dan tidak, aku mendengar Danu bicara pada biduan itu. Aku tak tau apa yang terjadi. Namun saat sadar, aku terbangun dalam keadaan bugil dalam pelukan biduan itu.

"Apa yang kau lakukan, Mbak? Kenapa kita ada di ruangan ini?" Aku memijat kepala yang terasa pusing.

Aku mencoba mengelengkan kepala, agar rasa pusing ini segera hilang. Namun tawa kecil itu membuatku bingung.

"Mas kita baru saja bersenang-senang. Kau bahkan begitu hebat menyerang, pasti istrimu bahagia setiap habis bertempur denganmu. Lain kali datang saja jika perlu, tak perlu bayar karena aku sangat puas."

Aku melihat jam dan terkejut setengah mati, karena ini sudah tengah malam. Bisa mampus kalau Amara marah.

(Cepat pulang kalau tidak kau akan menyesal, Mas.)

Benar saja selain panggilan tak terjawab, sudah ada puluhan pesan tak terbaca dari tadi. Amara pasti marah besar kali ini, karena aku tak pernah pulang setelat ini.

"Jangan pergi dulu, mas. Kita bisa main satu kali lagi."

Menjijikan, wanita itu begitu tak tau malu. Dia berdiri dengan tubuh tanpa sehelai benang pun, aku segera berlari keluar setelah memakai baju dengan lengkap.

"Kau mau kemana, Bram? Cepat amat. Lihat wanita itu masih belum selesai."

Aku tak perduli dengan ucapan Danu yang terpenting sekarang harus segera pulang. Kalau tidak aku akan dalam masalah besar.

Tok ... tok ... tok.

Aku mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam rumah. Entah kemana Amara malam-malam begini, apa dia semarah itu hingga tak mau membukakan pintu.

"Amara buka pintunya, mas mau masuk!"

Aku berteriak namun tak ada tanda-tanda pintu akan di buka. Dengan susah payah aku mencari kunci cadangan, namun tak ketemu entah di mana aku simpan.

"Lain kali kalau tak bawa kunci, kau bisa mencari di bawah pot bunga depan rumah. Aku biasa menyimpan di sana jika bepergian."

Begitu ingat perkataan Amara, aku segera memeriksa pot dan mendapatkan sebuah kunci. Apa Amara benar-benar tak di rumah, lalu dia kemana malam-malam begini.

(Kalau kau sudah pulang segera ke rumah ibu mu, Mas. Aku sudah sangat pusing dari tadi, jika kau tak datang juga, maka bersiaplah mengantarku pulang ke ruang emak dan bapak.)

Aku terkejut membaca salah satu pesan dari Amara. Sialnya lagi itu pesan setengah jam yang lalu, apa dia ada di rumah ibu tapi buat apa dia di sana.

Brak ....

Aku terkejut ketika hendak membuka pintu, justru dari luar terdengar tendangan yang cukup kuat. Terlihat Amara berdiri dengan sangat marah.

"Darimana saja kau, Mas? Apa tak bisa kau baca dan membalas pesan yang aku kirimkan? Kau pikir aku kuat? Satu jam di rumah ibumu, hanya untuk mendengarkan caci-maki darinya."

Amara sangat marah, dia menatap tajam seolah hendak menelanku hidup-hidup. Entah apa lagi yang dilakukan ibu padanya.

"Cepat pergi, bawa semua gajimu. Semoga dia masih hidup untuk menerima uang darimu," ujarnya ketus.

"Katakan juga padanya, tak usah bersusah payah memisahkan kita. Aku sendiri yang pergi, dia pikir aku senang sekali hidup dengan anaknya," pekik Amara.

Dia terlihat sangat kesal. Untuk pertama kalinya dia berbicara dengan nada keras begini, aku yakin dia pasti habis bertengkar dengan ibu, ini pasti masalah uang lagi. Ibu memang tak pernah bisa bersabar jika menyangkut uang.

"Pelan kan suaramu, Ara. Kau kan bisa bersabar menghadapi ibu, dia memang sudah biasa seperti itu."

Plak ....

Aku terkejut mendapat tamparan dari Amara. Dia benar-benar kurang ajar padaku, semarah apapun dia tak pernah mengangkat tangannya, namun kali ini berbeda.

"Kau benar-benar tak berotak ya, Mas. Bisa-bisanya kau anggap ucapan ibumu itu biasa, sudah berkali-kali dia menghina dan menyumpahi aku, hanya karena kau telat setoran dan itu kau anggap biasa. Kau laki-laki atau bukan?" pekik Amara lagi.

Dia melanjutkan mengemasi bajunya. Entah mau kemana dia malam-malam begini, apa mungkin ancamannya tadi akan dia lakukan.

"Kau tenang dulu, Ara. Jangan gegabah, kita bicarakan semua ini baik-baik. Tadi aku memang telat pulang, karena ada masalah di kantor jadi para pegawai dilarang pulang awal," ucapku.

Aku terpaksa berbohong, kalau tidak masalah ini akan semakin panjang. Apalagi jika Ara tau apa yang aku lakukan tadi.

"Terserah, aku tak perduli yang penting sekarang juga kau ke rumah ibumu, lalu serahkan bagiannya. Katakan juga kalau dia bisa mengambil semua uang gaji mu, asal dia tak ribut soal cicilan padaku."

Amara terlihat mulai agak tenang, lebih baik aku ke rumah ibu saja. Wanita itu bisa darah tinggi, jika aku menunda memberinya uang.

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di rumah ibu. Tentu saja wanita itu juga melanjutkan omelannya.

"Dasar anak kurang ajar, kau pasti di suruh istrimu untuk tidak memberiku uang. Pulang kerja jam lima tapi baru sekarang kau datang, kemana saja dari tadi. Ibu malu karena telat bayar arisan, Bram."

Aku terkejut karena baru ingat hari ini jadwal ibu bayar arisan. Dengan tangan gemetar, aku menyerahkan lima lembar uang berwarna merah.

"Lepaskan tangan mu, Bram. Apa kau tak rela menyerahkan uang ini pada ibu. Apa begitu patuh kau pada Amara, hingga berat menafkahi ibu kandung mu?"

Aku terpaksa melepas uang itu. Meski dengan berat hati aku harus siap menerima kemarahan Amara lagi, istriku pasti mengamuk jika tau bulan ini minus lagi.

"Aku tak mau tau kau selesaikan sendiri, Mas. Aku tak sanggup mendengar makian penagih hutang dan juga cacian dari mulut ibumu. Sudah cukup selama ini aku tutupi semua aibmu."

Ucapan Amara bulan lalu, seolah baru semalam aku dengar. Sekarang aku mengingkari janji lagi, kenapa tadi harus mengunakan uang untuk bersenang-senang. Kalau tidak kan masih bisa pas dan tidak minus begini.

Setelah menenangkan ibu kini saatnya menghadapi Amara. Di depan rumah aku menarik napas menenangkan diri, semoga kali ini amara masih mau mengerti keadaanku.

"Maaf Ara, untuk bulan ini mas hanya dapat gaji segini. Tolong kau atur sebaik mungkin, tetaplah bersyukur dengan rejeki kita."

Prang ....

Aku berlari keluar karena Amara sedang melampiaskan emosinya. Lebih baik menghindar dulu, kalau tidak bisa bonyok juga kena lemparan panci.

Nanti setelah dia tenang baru aku pulang. Meski harus tidur di luar tak masalah, asal Amara tak lagi marah-marah. Aku takut ini batas dari kesabaran istriku, jika itu terjadi apa mungkin dia akan benar-benar pergi, seperti ancamannya selama ini.

Aku benar-benar tak mau kehilangan Amara. Tapi ibu yang terus saja membuat aku dan dia hampir berpisah. Seandainya ibu tau siapa Amara, mungkin dia akan bertekuk lutut pada menantunya, namun itu akan membuatku terhina di mata ibu. Aku belum siap makanya mengorbankan istri yang baik itu.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

default avatar
nanaajudin
suami kedua lebih menggoda ya Amara.
2024-04-04 15:35:00
0
user avatar
Nindya Arumi
kesel memang sama Bram pingin tak jitak aja kepalanya
2024-04-04 15:33:28
0
default avatar
widya.746
gregetan bacanya kak, next lebih cepat ya updatenya
2024-04-04 15:32:06
0
user avatar
Urbaby
Amara sabar bgt, semoga deh suaminya gak nyakitin perasaan Amara terus-terusan
2024-03-20 21:48:53
0
user avatar
Trioboy
ceritanya bikin gemez
2024-03-20 17:52:00
1
user avatar
sweetchocosin
semangat, ya, kakakkkk. mantapp
2024-03-20 17:19:09
1
user avatar
Dina0505
ceritanya menarik
2024-03-20 17:18:53
1
137 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status