Share

4. Memastikan Kebenaran

Langit pagi itu terlihat cerah. Ega si karyawan baru terlihat memasuki ruangan kantornya membawa beberapa minuman.

          “Pagi semua,” ucapnya dengan senyum sumringah.

          Beberapa menjawab beberapa lagi hanya tersenyum melihat tingkah semangat Ega. Ia kemudian membagikan minuman yang dibawanya satu persatu sambil menyebut berbagai minuman favorif rekan rekan kantornya.

          “Gimana caranya mendapatkan penulis yang tulisannya keren dan bakal laku di pasaran!” Yura kaget tiba tiba Gea sudah berdiri di sampingnya dan menanyakan hal itu tepat di samping telinganya.

         

          “Ngagetin aja! cari di platform aja coba,” saran Yura.

          “Udah, gue disuruh pak Fares harus dapetin 5 penulis dalam 1 bulan,” ucap Gea.

          “Semangat!!! ucap Yura sambil mangayunkan kepalan tangan. Kemudian Gea kembali ke mejanya.

          Suasana ruangan kantor yang berisi 6 orang tersebut sangat tenang. Masing masing sedang serius di depan layar komputernya. Yura terlihat merapikan meja kerjanya kemudian berdiri sambil mengambil tas serta jaketnya.

          “Mau kemana lo?” Tanya Gea yang melihat gerakan Yura.

          “Gue keluar dulu ya, ada urusan. Kerjaan gue udah kelar,” ucapnya. Gea hanya mengacungkan jempolnya kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Kantor itu berisi orang orang yang berhubungan dengan penerbitan buku fiksi maupun nonfiksi, profesi Editor yang beragam. Rata rata memilih naskah yang layak untuk diterbitkan dan berhubungan baik dengan para penulis. Maka mereka boleh saja  keluar kantor jika pekerjaan kantor sudah selesai karena banyak juga pekerjaan yang harus mereka selesaikan di luar kantor.

Yura menyempatkan diri kembali ke panti asuhan tempat dirinya sebelumnya mengantarkan hadiah pemenang lomba. Ia bermaksud mencari tahu tentang Tisha. Secara kebetulan ibu Panti mengenal Tisha dengan baik. Tisha sempat tinggal di panti itu selama 10 tahun.

Kemudian seorang yang disebut utusan dari pejabat pemerintah mengambil Tisha dan mengatakan bahwa Tisha telah menemukan ibunya. Panti asuhan diberi banyak uang hanya untuk mengambil Tisha. Kemudian beberapa lama kemudian ibu panti mengetahui bahwa Tisha adalah anak dari wanita yang saat ini dipanggilnya bunda yang tempat tinggalnya bahkan tidak jauh dari panti asuhan itu. Yura mencurigai ada sesuatu tidak beres di balik kejadian 17 tahun yang lalu.

Yura memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari tempat tujuannya. Ia sudah berdiri di depan gerbang rumah Tisha, gadis remaja yang mengalami disabilitas autism. Dipandanginya rumah itu tampak sepi. Kemudian ia meraih besi pagar yang fungsinya untuk bel. Ia lalu menggoyang goyangkan besi itu sekali namun tidak ada orang yang keluar. Dua kali sampai berkali kali ia membunyikannya belum ada respon. Tiba tiba Tisha muncul keluar namun tetap berdiri di pekarangan rumahnya tidak menghampiri Yura.

“Tidak ada orang! Jangan membunyikan bel!” teriak Tisha

“Kamu kan orang,” ucap Yura pelan

“Tidak ada orang! Tidak ada orang! Pergi! Bunda marah! Tidak ada orang!” ucapnya tanpa berhenti.

“Tisha!!! Nama kamu Tisha kan?, aku orang baik, aku bawa banyak makanan,” ucap Yura dengan lembut.

“Makanan? Makanan? Jajan? Mana? Aku mau makanan. Tisha mau jajan,” ucap Tisha berulang kali.

“Aku boleh masuk tidak?” tanya Yura

Tisha terdiam sebentar kemudian sedikit menunduk sambil melotot menatap Yura.

“Tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh,” jawab Tisha

“Aku gak akan kasih tau siapa siapa. Kan bunda lagi pergi. Aku pintar jaga rahasia loh,” rayu Yura.

Tisha sedikit demi sedikit melangkah kearah gerbang. Saat ia sudah sampai di hadapan Yura, Ia terus mengucapkan ucapan yang sama berulang ulang dengan kepala sedikit menunduk dan mata tajam menatap Yura.

“Nanti dimarah, nanti dimarah, Tisha takut, takut,” ucap Tisha. Namun dengan pelan dan ragu ia mulai membuka pintu gerbang. Raut wajah Yura tampak lega dan ia menghela napas. Saat gerbang dibuka, Yura langsung masuk ke dalam dan menutup gerbang.

Yura dan Tisha duduk di kursi tamu yang ada di teras rumah itu. Tisha tampak memakan cemilan yang dibawakan Yura. Yura terus menatap gelang yang terpasang di tangan kiri Tisha. Ia berdiri dari kursi tempat ia duduk dan mendekati Tisha. Dengan perlahan ia mendekati pergelangan tangan Tisha. Ia menempelkan tangannya ke tangan Tisha. Magnet yang menjadi hiasan gelang itu menempel dan membentuk sebuah huruf T yang berarti inisial Tisha.

Yura menunduk dan mengangguk sedikit. Ia berpikir di benaknya. Tuhan telah menetapkan takdir ini, pertemuan antara dirinya dan Tisha. Tiba tiba Tisha menatap tangannya dan gelang yang sedang menempel kemudian secara tiba tiba menatap wajah Yura dan membuat Yura kaget. Kemudian dengan gerakan cepat ia meraih tangan Yura dan memperhatikan gelang yang ada di tangan Yura.

“Sama! Ini sama, kembar! Waahh sama! Mama buat sendiri ini! Mama! Mama!” ucap Tisha namun saat bibirnya menyebut Mama matanya malah berkaca kaca.

“Siapa kamu?!!!” teriak wanita yang disebut bunda oleh Tisha.

Seketika Yura dan Tisha terkejut dengan kedatangan bunda dan anak laki laki remaja yang adalah anak kandung bunda. Yura langsung memasang badan menutupi Tisha di belakangnya untuk menghindari bunda yang kemungkinan menyerang Tisha.

“Sedang apa disitu? Minggir!!” Yura diam sambil menatap kesal dengan wanita itu. Sementara Tisha meremas kain baju Yura ketakutan.

“Anda siapanya Tisha?” Tanya Yura.

“Hah? Pertanyaan kamu ga salah? Saya bundanya dia, kamu yang siapa!” wanita itu langsung menghampiri Tisha dan menarik tangannya. Kemudian saat Tisha sudah menjauh dari Yura ia melepas tangan Tisha hingga Tisha tersungkur. Yura sontak mengejar Tisha dan memeluknya.

“Anda tidak berhak memperlakukan manusia seperti ini!” ucap Yura.

“Kamu orang asing ngapain ikut campur? Hah?” ucap wanita itu dengan tampang yang menyebalkan.

“Saya kakaknya Tisha!” ucapnya. Posisi Yura sedang melindungi Tisha yang terduduk.

“Apa? Heh! Bangun! Situ siapa tiba2 datang ngaku ngaku kakaknya dia, hah? Sejak kapan saya melahirkan elo,” ucap wanitu itu sambil mengacungkan telunjuknya berkali kali.

“Anda bukan ibunya Tisha kan? Siapa yang bayar anda? Apa layak anda perlakukan dia seperti ini sementara anda menerima uang dari sana,” tentu saja Yura mengatakan itu hanya ingin mencoba dan melihat raut wajah wanita itu, apakah benar apa yang ia tebak. Namun wanita itu langsung memasang wajah terkejut dan was was.

“Apa? Wah elo yang bicaranya ga bener!” ucapnya.

“Tisha adalah anak dari pasangan yang berpengaruh di negeri ini, beberapa orang sengaja memanipulasi kematiannya untuk kepentingan mereka. Saya bisa melaporkan anda ke komisi perlindungan anak dan masalah ini akan masuk media lalu menjadi besar. Rahasia anda yang berpura pura menjadi ibu Tisha dan dibayar akan bocor. Anda bisa dituntut,” ucap Yura, namun tentu saja Yura hanya mengarang cerita tentang kematian orangtua Tisha yang dimanipulasi.

Wanita itu terdiam dan menelan ludah. Tidak tau harus berkata apa. Ia kemudian berjalan dengan cepat de dalam rumah. Anak laki lakinya yang sedari tadi hanya menonton terlihat panik menatap Yura kemudian masuk ke dalam rumah mengikuti ibunya. Yura menatap Tisha yang ketakutan sambil menggaruk garuk tangannya dan bibirnya kumat kamit tidak jelas. Baru saja Yura ingin membantu Tisha berdiri. Wanita tadi keluar dari rumah membawa seember kecil air kemudian menyiram Yura.

“Aaaaaaa!!!” Yura kaget. Kini sebagian pakaian dan rambutnya telah basah. Matanya melotot menatap wanita itu dan napasnya naik turun kesal.

“Pergi!!!” teriak wanita itu. Yura pasrah, ia menatap lemas ke arah Tisha. Kemudian ia berjalan menuju kursi di teras rumah itu mengambil tas yang ia letakkan di sana. Saat mengambil tas dengan hati-hati Yura menyentuh vas bunga sambil menutupinya. Ia meletakkan kamera penyadap kecil di antara bunga. Ia kemudian menatap Tisha sekali lagi lalu keluar dari halaman rumah itu.

Namun tanpa disadari, sedari tadi ada seorang pria yang menyaksikan kejadian itu. Saat Yura hendak keluar melewati pagar, pria yang tampak tampan dan berkharisma itu langsung menyembunyikan diri dari Yura.

Yura duduk di warung kopi di sekitar ia memarkirkan sepeda motornya. Ia ingin minum dan menenangkan diri sejenak sambil mengeringkan pakaiannya yang basah sebagian. Ia tidak menyangka bahwa wanita yang Tisha sebut bunda akan menggila di luar apa yang ia pikirkan.

Yura kembali ke kantor pada pukul 5 sore. Ia hanya absen pulang kemudian keluar dari gedung kantor. Saat ia berjalan menuju parkiran, Fares melihat dan menghampiri Yura.

“Lo kenapa kucel begini?” tanya Fares.

“Gapapa,” ucap Yura lemas.

“Apanya yang gapapa, jelas banget raut muka lo kenapa kenapa,”

Yura menatap Fares terdiam sejenak dan terlihat dalam batinnya kesal jika seseorang bertanya tentang keadaannya yang tidak baik baik saja.

“Hari ini gue bertingkah aneh, hal yang harusnya gue gausah lakuin malah gue lakukan. Hal yang ga ada untungnya buat kehidupan gue malah pengen gue perjuangin,” ucapnya.

“Bicara yang jelas dong mana gue ngerti kalo lu ngomong cuma pake prolog,” kesal Fares.

Yura menghela napas panjang. “Plisss gue mau pulang mau rebahan. Capek res,” ucap Yura.

“Oke.. oke tapi lo berhutang cerita kejadian hari ini yaa, gue tunggu,” Fares menuntut.

“Iyaa iyaa,” kemudian Yura menyalakan sepeda motornya dan melaju pergi.

  Malam hari saat Yura hendak terlelap, ia menelusuri ingatannya kembali. Ingatan yang perlahan ingin ia lupakan kini kembali semakin jelas. Sepasang suami istri yang menolongnya namun meninggal akibat kecelakaan tanpa sempat bertemu anaknya. Gelang yang diberikan wanita itu masih ia simpan. Ia ingat wanita itu menyelimutinya, melindunginya dari kemungkinan kematian. Pengorbanan wanita itu membuat Yura harus memperjuangkan Tisha dan mencari tahu apakah benar Tisha adalah anak dari wanita yang telah berkorban untuknya. Yura mengambil remot Ac dan menaikkan suhu kemudian menarik selimut lalu memejamkan matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status