Share

15. Kau pembunuhnya.

Jason dan Lusiana sudah berada di dalam mobil. Seperti yang Jason katakan sebelumnya, ia akan mengantar Lusiana pulang.

"Siapa anak yang ada di foto tadi?" Tanya Jason.

Lusiana terdiam sejenak. "Adik ku."

Jason menganggukan kepalanya. Kemudian ia kembali fokus menyetir BMW kesayangannya tersebut. Sedangkan Lusiana diam diam memperhatikan Jason dengan saksama.

Lusiana berdeham pelan. "Kau bilang kaki Han terluka kan?"

Jason hanya mengangguk.

"Kau mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata untuk mengejar anak yang kaki nya terluka. Kemudian kau menabrak anak tersebut di sebuah jalan kecil yang tidak jauh dari rumah sakit. Bukan kah ada yang janggal?" Ujar Lusiana.

Jason menurunkan kecepatan mobilnya. Kemudian ia menoleh ke arah Lusiana. Ia berpikir sejenak, lalu ia juga menemukan kejanggalan tersebut.

Lusiana mengangguk mantap dengan mata berapi-ali. "Kematiannya pasti sudah di rencana kan."

Jason masih terdiam, ia tengah memikirkan siapa yang ada di balik kematian Han.

"Mana mungkin anak yang kakinya terluka bisa menyamakan kecepatan mobil mahal ini." Lanjut Lusiana.

Jason menoleh ke arah Lusiana dengan tatapan tajamnya.

"Apa kau yang ada di belakang ini semua?"

Lusiana menggelengkan kepalanya. "Aku hanya menebak."

Jason memicingkan matanya. "Terlalu kentara."

"Kau menuduhku?!" Tanya Lusiana dengan suara yang meninggi.

Jason tersenyum, kemudian ia menepikan mobilnya di sisi jalan. Ia menatap Lusiana dengan senyum lebarnya.

"Aku melihat semuanya."

~~~

Di pagi hari nya, Jason di datangi oleh tamu yang sangat tidak ia harapkan. Sosok ayahnya yang muncul tiba-tiba di rumahnya itu mampu menurunkan mood Jason di pagi hari yang cerah. Ayahnya nampak tak keberatan dengan tatapan tak suka yang terpancarkan dari mata putranya tersebut.

"Keluar." Gumam Jason.

Ayahnya tersebut hanya tersenyum. "Kau tidak merindukan ku, Nik?"

Jason menarik nafasnya dalam, ia mencoba meredakan emosi yang hampir meledak. Ia bergegas pergi meninggalkan ayahnya yang tengah bersandar di sofa ruang tamu.

"Nik. Aku tidak main-main dengan ucapanku." Ujar Ayahnya sambil menyesap kopi yang ada di meja.

Jason menghentikan langkahnya dan berbalik. "Berhenti mengatur hidupku."

"HAHAHAHAA!!" Ayahnya tertawa cukup keras.

"Kau.. hidup mu berada di ujung jari ku." Ujar sang Ayah di sela tawanya. 

"Jauhi dokter itu."

Ayahnya bangkit dan berjalan ke hadapan Jason. Ia mengeluarkan sebuah stun gun dan berusaha melayangkannya ke arah Jason. Namun anaknya tersebut cukup lincah untuk menghindari gerakannya. Jason memukul lengan Ayahnya hingga stun gun itu terpental.

"Seharusnya kau mati saat itu." Ujar Ayahnya sambil tersentum lebar dengan mata melotot.

Tubuh Jason bergetar, ia sudah tak bisa menahan emosinya. Tanpa berkata apapun, ia segera melayangkan pukulan ke wajah sang ayah, namun dapat ditangkis begitu saja. Ayahnya tersenyum kemudian memelintir lengan putranya. Jason menahan rasa sakit yang ada di tangannya.

"Lepaskan atau kau akan mati!" Teriak Jason memenuhi ruangan tersebut.

Ayahnya tak menghiraukan ucapan putranya. Hal tersebut membuat Jason menarik paksa tangannya.

Kletak!

Jason menatap tangan kanannya yang sudah berada di lantai dengan tatapan yang sulit di artikan. Sedangkan sang Ayah tertawa puas melihat keadaan anaknya yang hanya memiliki sebelah tangan. Jason berjongkok dan mengambil tangannya tersebut. Ia melirik ayahnya yang nampak sedang lengah.

Bugh!!

Ia memukul wajah ayahnya dengan tangan palsu yang yang sudah rusak tersebut. Pukulan yang cukup keras itu membuat sudut bibir ayahnya robek hingga mulai mengeluarkan darah segar. Sang ayah yang nampak tak terima pun mengambil sebuah pisau buah yang tergeletak di meja. Kemudian ia mengarahkan pisau tersebut ke mata Jason. Namun Jason mampu menghindar, tapi pipi nya tergores pisau tersebut.

Jason menyeka darah yang keluar dari luka di pipi nya. "Pergilah."

"Kau menyerah?" Tanya ayahnya.

Jason tak menggubris ucapan ayahnya dan berjalan masuk ke dalam kamar. Namun ayahnya masih terus mengikutinya.

"Jauhi Lusiana. Dia sangat berbahaya." Ujar ayahnya.

Jason memejamkan matanya, ia menarik nafasnya cukup dalam.

"KAU YANG BERBAHAYA! KAU YANG MEMBUNUH IBU!"

Ayahnya tersenyum miring. "Bukankah kau yang membunuhnya?"

Jason menggelengkan kepalanya. "Kau.. kau yang membunuhnya!"

Ayahnya mulai mendekati Jason.

"Kau yang menusuknya dengan pisau buah. Tepat disini." Ujar Ayahnya sambil mengarahkan pisau buah di kepala Jason.

Jason menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Kau pembunuh."

Jason terus menggelengkan kepalanya. Telinga kembali berdenging keras. Lututnya sudah mulai melemas.

'Ibu pasti akan terus menjaga mu, Jason.' ujar ibu nya sambil mengelus puncak kepala Jason.

Jason kecil tersenyum dan mengecup kedua pipi ibu nya. 'Aku juga akan menjaga ibu.'

Jason mengerang saat kepalanya mulai terasa sakit. Kepalanya berputar hingga Jason tergeletak di lantai. Ingatan tentang ibu nya mulai terngiang ngiang kembali. Ia dapat melihat wajah memohon ibu nya.

'Jangan..' ujar ibu nya sambil berlutut.

Sosok kecil di hadapan ibu nya itu tertawa. 'Hi hi hi.'

Jleb!

Jason menggelengkan kepalanya. Air mata tanpa terasa mulai mengalir. Namun Jason tersenyum cukup lebar.

"Aku membunuh ibu.."

To be continue..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status