Share

Tujuh Tahun Kemudian

Seorang pelajar laki-laki high school yang memakai name tag Hikaru Kim terpojok di dinding belakang sekolah dengan kepala tertunduk. Bukan karena takut tapi ia berusaha untuk tidak membuat masalah apapun. Intinya ia tidak ingin menjadi pusat perhatian siapapun.

Meskipun ia berusaha semampunya agar orang tidak melihatnya dengan tubuhnya yang bongsor dan wajah yang sama sekali tidak bisa dikatakan jelek, Hikaru tetap menarik perhatian. Perhatian siapapun termasuk kaum adam yang membenci dan mencari-cari alasan seperti saat ini.

Di belakang halaman sekolah yang sepi karena jaramg dilewati apalagi karena bel pulang sekolah sudah berbunyi, remaja jangkung itu dihadapkan dengan tiga orang berandal sekolah. Alasannya karena siswi yang disukai ketua meteka mengatakan kalau ia lebih menyukai Hikaru yang pendiam.

What the hell, umpat Hikaru dalam hati.

"Heh! Gue ngajak lo ngomong dari tadi! Lo budek atau bisu?" geram Goo Byounggon yang dikenal sebagai kepala kelompok berandal di sekolah Hikaru. Pelajar yang lebih pendek dari Hikaru itu bahkan mencengkeram kerah seragam Hikaru dengan marah.

Sejak dari awal masuk sekolah, ia merasa Hikaru adalah seseorang yang harus dilenyapkan. Entah apa yang membuatnya begitu membenci Hikaru.

Mungkin karena ia terlalu pendiam atau karena tanpa peringatan, tingginya tiba-tiba melampauinya. Namun bisa saja karena Hikaru adalah siswa yang menrima dana bantuan karena tidak mampu dan tidak memiliki orang tua. Entahlah, intinya dia tidak suka. Ada aura aneh di sekitar Hikaru.

Namun, yang semakin membuatnya tidak suka adalah karena Taeri menolaknya dengan membandingkannya dengan orang yang paling dibencinya.

Karena itu, kini mereka berada di belakang sekolah. Dengan Hikaru yang terpojok di dinding dan ia yang memegang kendali. Namun melihat tatapan mata Hikaru yang seakan tidak takut dengan gertakannya Byounggon semakin gelap mata dan mulai memukuli Hikaru.

Hingga sebuah suara teriakan yang Byounggon sangat kenal. Oh iya, dia lupa. Selain Hikaru ada satu orang lain yang ia benci, melebihi kebenciannya dengan Hikaru.

Sean Yoon. Anak yang terlahir dengan sendok emas, pintar, bertalenta, ketua OSIS, disukai guru dan siswa. Tipikal anak tetangga yang selalu sempurna.

"Kita belum selesai!" desis Byounggon kepada Hikaru sambil menepuk-nepuk pipi Hikaru. "Ayo pergi!" perintahnya kepada kedua berandal lain.

"Hei! Kau tidak apa?" tanya Sean begitu tiba di hadapan Hikaru. "Mukamu? Kali ini kenapa lagi sih? Ke UKS dulu yuk, kuobati," ucap Sean tanpa henti.

Meskipun Hikaru hanya melengos dan berjalan menjauhi Sean. Mengambil ranselnya yang teronggok tak jauh darinya, menepuk-nepuk untuk menghilangkan debu yang menempel lalu menyampirkannya ke pundaknya. Tanpa sekalipun membalas pertanyaan Sean.

"Yak! Augh! Kau mau kemana sih Mukamu itu mesti diobatin dulu." Sean berlari menghampiri Hikaru. Ia kemudian menariknya berjalan masuk ke gedung sekolah menuju ruang UKS. Walaupun ia tahu Hikaru tidak menginginkannya.

Karena tidak ingin ribut dan menarik perhatian, Hikaru akhirnya menurut. Bagi Hikaru, Sean bukan teman. Kebetulan saja, sejak ia mulai bersekolah di sekolah Kolea Hema, Sean selalu sekelas dengannya.

Awalnya, Hikaru merasa terganggu dengan sikapnya yang sama sekali tidak pernah mau membiarkan Hikaru sendiri. Sampai akhirnya ia menyerah mengusir Sean dan membiarkan siswa kaya itu beredar disampingnya. Selama ia tidak membawa teman-temannya yang lain ke dekatnya.

Sean menganggap Hikaru sebagai temannya yang penting walaupun remaja itu irit bicara padanya. Tapi setidaknya ia tahu jauh lebih banyak tentang Hikaru dibanding teman lainnya. Seperti Hikaru memiliki dua orang kakak yang sudah bekerja dan mereka yatim piatu. Karenanya kini mereka diasuh oleh pamannya yang tidak menikah dan seorang dukun.

Sebenarnya hanya tahu sebatas itu. Tapi hanya ia yang tahu, jadi bolehkan Sean menganggap dirinya sebagai teman dekat Hikaru.

Berbeda dengan Hikaru. Sejak tragedi yang menimpanya tujuh tahun lalu, ia memutuskan untuk tidak dekat dengan siapapun. Terutama mereka yang tidak memiliki keistimewaan seperti dirinya dan kedua kakaknya. Ia takut kalau mereka akan meninggalkannya seperti tujuh tahun lalu.

Luka kehilangan semua anggota keluarga begitu membekas di dirinya yang saat itu masih sembilan tahun. Belum lagi kehidupannya setelah mereka terlunta-lunta tanpa keluarga.

Jadi, untuk membuka tangan menerima uluran pertemanan dari Sean adalah sesuatu yang sulit baginya. Walau tanpa ia sadari, dengan membiarkan Sean terus berada di sisinya dan mendengarkannya bercerita, Hikaru secara perlahan telah membuka hatinya.

¤¤¤

"Silakan menikmati pesanannya," Elisa tersenyum kepada tamu restoran tempatnya bekerja kemudian berjalan menuju meja lain yang baru saja ditinggalkan oleh tamu lainnya.

Dengan cepat ia mengangkat piring-piring kotor ke atas nampan lalu membersihkan mejanya. Lalu membawanya ke belakang dan mulai mencucinya.

Gadis berusia 23 tahun itu sudah terbiasa bekerja sejak tujuh tahun lalu, sejak tragedi yang menewaskan seluruh keluarganya. Awalnya tentu sulit. Bagaimanapun ia adalah orang asing. Ditambah lagi, mereka sama sekali tidak memiliki uang sedikitpun.

Sebagai yang tertua di antara Ethan dan Hikaru, Elisa merasa memiliki tanggung jawab besar pada keduanya. Ia melakukan apapun demi memberikan makanan kepada kedua adiknya. Ia bahkan rela mengemis, menjadi kuli panggul di pasar sampai mencopet hanya agar kedua adiknya bisa makan.

Ethan yang mengetahuinya, selalu marah padanya. Namun ia tidak mengindahkan kemarahan Ethan sampai Ethan menolak makanan darinya.

Elisa hanya bisa tertawa hambar saat itu. Ia merasa tidak dihargai. Bagaimanapun Elisa hanyalah seorang remaja ditambah lagi, ia adalah seorang perempuan. Demi keduanya ia bahkan menekan amarahnya saat ada preman-preman pasar yang menyentuhnya di tempat-tempat yang tidak semestinya. Tapi apa yang ia dapat? sebuah cemoohan dari Ethan.

Malam itu, seminggu setelah tragedi, untuk pertama kalinya, Elisa marah. Seorang remaja yang selalu ceria itu mengamuk sambil menangis. Kemudian dalam kemarahannya ia membuat keputusan yang tergesa-gesa, yakni meninggalkan Ethan dan Hikaru.

Dalam perjalanan perginya ia tanpa sengaja bertemu dengan Joshua Kim, seorang dukun muda yang sedang mengejar mempersiapkan ritual pengusiran setan. Elisa tidak terbiasa dengan ritual pengusiran setan di Kolea Hema, tapi ia masih mampu merasakan aura yang tidak pada tempatnya.

Dan benar saja, ritual yang dilakukan oleh dukun Kim bukan memperbaiki keadaan tapi memperparah. Sehingga menyebabkan Elisa yang ada disana merasa harus melakukan sesuatu. Ia tahu jika sesosok roh jahat dibiarkam lepas, tragedi yang menimpanya akan kembali terjadi ke keluarga lain.

Sebab itu, ia memilih mengutuk roh jahat dengan Kitsunenya di saat ia kelaparan dan memiliki sedikit energi. Kebodohan Elisa yang hampir merenggut nyawanya.

Elisa remaja pingsan selama dua hari penuh, dirawat di rumah sakit yang dibayar oleh Joshua Kim. Di saat ia sadar, orang yang pertama ia cari adalah Ethan dan Hikaru. Kedua orang yang berbagi kesedihan yang sama.

Ketika itu, sebelum ia pingsan akibat kehilangan banyak energi, kelebatan wajah keluarganya, keluarga Cha, dan Watai bermunculan. Lalu di detik-detik terakhir, ia menyadari mengapa Ethan begitu marah padanya atas apa yang ia lakukan hanya demi mendapatkan makan.

Ethan hanya merasa kalau Elisa berusaha terlalu keras untuk mereka sampai melupakan kesehatan dirinya sendiri. Padahal usianya dengan Ethan hanya berbeda empat hari. Remaja laki-laki itu hanya ingin Elisa juga bergantung pada mereka.

Atas dasar itu — dengan bantuan Joshua bahkan sebelum Elisa diperbolehkan keluar dari rumah sakit — Elisa berusaha mencari Ethan dan Hikaru. Hingga sekarang mereka menyandang nama keluarga Joshua.

Suara lonceng pintu masuk restoran kembali berbunyi, menyadarkannya dari lamunan memori masa lalu.

"Selamat data ... oh, kau sedang patroli di daerah sini?" tanya Elisa begitu menyadari siapa yang datang.

"Berikan aku nasi tim, cah daging sapi dan beer yah," kata Ethan yang langsung duduk di meja terdekat. Sedangkan Elisa dengan cepat mencatat pesanannya lalu memberikannya ke orang dapur.

Setelahnya ia kembali berjalan ke arah meja Ethan dan duduk di depannya.

"Iya Elisa. Kebetulan aku sedang patroli di sekitar sini," ujar Ethan meski tidak ditanya. Ia sudah terlalu mengenal Elisa, jadi meski gadis itu diam, ia tahu apa yang ada di pikirannya.

Elisa tersenyum menatap Ethan. Si remaja berwajah datar dan dingin itu kini sudah menjadi pemuda seusia dirinya. Banyak yang sudah mereka lalui bersama dan ia bersyukur karena melaluinya bersama Ethan dan Hikaru.

Elisa baru saja ingin bertanya ketika kepala dapur meneriakinya, memberitahu kalau pesanan Ethan sudah siap.

"Silakan menikmati ...," ucapnya pada Ethan seperti yang selalu ia ucapkan ke pelanggan lain. "Dan minum air mineral saja. Kau masih bekerja kan." Ethan mendengus sebal tapi tidak berminat membahasnya.

"Temani aku makan. Sekarang waktu istirahatmu kan?" pinta Ethan sambil mengaduk-aduk nasi timnya.

"Benar juga. Sebentar, aku mengambil makananku dulu." Restoran tempat Elisa bekerja bukan restoran berkelas namun pemiliknya cukup baik dengan memberikan gaji yang layak dan makan satu kali satu shift.

"Jadi, apa kau sudah menemukannya?"

"Tidak. Seperti biasa semua aman," jawab Ethan setelah menelan makanannya.

"Apa makhluk itu sudah mati? Tujuh tahun ini sama sekali tidak ada tanda keberadaannya."

"Tidak ada bukan berarti dia sudah mati. Kakekku tewas ketika ia merasukinya, jadi ia pasti merasuki tubuh lain atau masih mencari. Kita tidak bisa menurunkan kewaspadaan kita bukan?"

"Kau benar." Elisa termenung sambil mengunyah makanannya sampai ia tiba-tiba teringat. "Bukankah hari ini kita harus melakukan ritual untuk Hikaru?"

"Apa sekarang tanggal lima?"

"Hmm. Kau lupa? Polisi macam apa yang melupakan tanggal. Sudahlah, aku akan menghubungi paman Josh untuk mempersiapkan ritual. Jangan pulang terlalu malam ya. Kami membutuhkan otakmu," ucap Elisa meninggalkan Ethan dengan membawa piring kotor sisa makanannya.

"Selamat bekerja, Ethan Kim! Tinggalkan saja jika kau sudah selesai. Tagihannya biar aku yang bayar," katanya lagi sebelum benar-benar meninggalkan Ethan.

¤¤¤

"Aku pulang ...," teriak Hikaru tidak kepada siapapun karena ia tahu kalau di siang hari, apartemennya tidak akan ada orang.

Remaja 181 sentimeter itu kemudian membuka sepatu sekolahnya dan menaruhnya di rak sepatu yang terdapat di samping pintu masuk apartemen kecilnya.

Setelah mengenakan sandal rumah ia melangkah menuju kulkas yang terletak di dapur. Tepat di sebelah kanan lorong pendek setelah pintu masuk.

Ia mengeluarkan sebotol air mineral dingin dan meminumnya sambil melihat-lihat isi kulkasnya. Lalu mengambil dua kotak makan berisikan acar lobak dan tumis daging. Kemudian menaruhnya di meja makan sedang yang hanya cukup diduduki empat orang saat matanya menemukan secarik notes kecil di atas meja.

"Ada sup rumput laut di atas kompor. Panaskan dan makanlah. Aku akan membawakanmu pizza malam ini. Happy Birthday Hikaru Chan — Elisa & Ethan," baca Hikaru yang kemudian tersenyum lebar.

Ia sangat menyayangi Elisa dan Ethan. Kedua orang yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya tapi berbagi kesedihan yang sama. Karenanya mereka jauh lebih dekat dibanding keluarga kandung yang sebenarnya.

Tujuh tahun lalu, setelah mereka berhasil kabur dari tragedi yang menewaskan seluruh keluarga mereka. Ketiganya harus mau hidup susah. Ia ingat betul ketika mereka harus tidur di kolong jembatan. Berdempetan mencari kehangatan.

Elisa dan Ethanlah yang bekerja keras demi memberinya makan. Hikaru yang masih kecil saat itu hanya bisa membantu mengumpulkan kardus bekas untuk dijual dan sebagian untuk membuat alas tidur.

Tidak ada waktu untuk bersedih walaupun Hikaru ingin menangis setiap mengingak kejadian itu. Ia ingat betul saat Elisa selalu memeluknya, membisikkan kata-kata yang membuatnya tenang. Hal yang membuatnya untuk tegar dan tidak menangis di hadapan mereka.

Hingga seminggu kemudian, saat Elisa Noonanya yang selalu ceria itu tiba-tiba mengamuk marah pada Ethan Hyungnya. Ia terlalu kecil untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Namun hari itu, ia kembali menangis, melanggar janjinya sendiri karena Elisa Noonanya meninggalkan ia dan Ethan.

Ia ingat saat ia merengek marah pada Ethan yang sama sekali tidak mengejar Elisa dan saat ia memberontak daru rengkuhan Ethan agar dibiarkan mengejarnya.

Kehilangan Elisa di antara mereka membuat segalanya berubah. Ethan menjadi semakin dingin dan Hikaru yang semakin pendiam. Keduanya sibuk dengan hati dan pikirannya masing-masing.

Hikaru bahkan tidak tahu bagaimana akhirnya mereka bisa melalui dua hari tanpa Elisa. Untungnya di hari ketiganya, ketika Hikaru sudah tidak lagi mampu membendung rasa marahnya. Saat ia ingin pergi meninggalkan Ethan untuk mencari Elisa. Noonanya datang, meminta maaf pada Ethan dan mengajak mereka tinggal bersamanya dan Paman Kim.

Ia tidak tahu secara rinci apa yang terjadi pada Elisa dan Paman Kim. Pemuda berusia duapuluhan itu hanya menceritakan kalau ia berhutang nyawa dengan Elisa. Karenanya ia memutuskan untuk membantu mereka. Sejak itu mereka tinggal di rumah Paman Kim.

Hingga saat Elisa dan Ethan sudah lulus sekolah, mereka bertiga memutuskan untuk mandiri dengan menyewa sebuah apartemen. Namun Paman Kim masih sering datang berkunjung untuk mengecek keadaan ketiganya.

Hikaru memakan makan siangnya dengan lahap sampai habis lalu mencuci peralatan makannya. Setelahnya ia berjalan ke ruang TV dan merebahkan tubuh tingginya di sofa yang berseberangan dengan TV lalu menyalakannya.

"Hikaru ... Hiiikaaaruuu ... Hikaaaruuuu ... Hikaru!"

Panggilan lirih membuat Hikaru yang ketiduran terbangun dengan terkejut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali kemudian menatap sekelilingnya yang terlihat gelap.

Ia menatap TV yang sudah mati dengan bingung karena tidak merasa mematikannya. Tapi ia tidak mengacuhkannya. Mungkin ia mematikannya tapi melupakannya, pikirnya.

Remaja itu lalu bangun dari rebahannya, berjalan menuju saklar untuk menyalakannya. Namun belum juga sampai ke arah yang dimaksud, sebuah suara lirih membuatnya membeku.

"Hikaru .... Kau yang membunuh kamiii ~."

Dengan perlahan Hikaru menoleh ke arah sumber suara yang ia yakini berada di belakangnya.

"Ojisan?!" panggilnya pelan ketika ia sudah sepenuhnya berbalik dan melihat wajah pucat dihadapannya. "A-apakah kau tidak ba-bahagia?" tanyanya terbata menahan tangisnya.

"Kauuuu ... kau yang membunuhhh kamiiii ..!" teriak Kakek Watai melengking. Lalu bergerak celat memanjangkan tangan kurusnya yang pucat mencekik leher Hikaru.

"Ack ... le ... lepaskan aku, O ... Ojisan!" lirihnya di sela-sela napasnya yang mulai terputus-putus. "To ... tolong ...."

Perlahan-lahan, mata Hikaru yang tadinya membelalak terkejut karena perbuatan kakeknya mulai meredup. Kesadarannya juga semakin menipis akibat berhentinya asupan oksigen yang masuk. Dan remaja itu mulai terkulai lemas, tanpa mampu membebaskan diri dari cekikan hantu kakeknya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status