Tubuh Jayadi benar-benar letih sepulang dari desa wisata pantai bersama Bu Sudarmaji dan Lisa. Hari ini dia masuk kantor dengan wajah sedikit kusut karena kurang istirahat. Jelang siang Jayadi tertidur di kursi eksekutifnya. Cleaning service Natasya mengetuk pintu namun tak ada jawaban. Lena melihat Natasya mengetuk pintu ruangan Jayadi namun tak ada jawaban. Akhirnya Lena membuka pintu itu sendiri dan melihat si bos sedang tertidur pulas."Nampaknya kecapean, katanya habis perjalanan jauh selama beberapa hari. Perjalanan dengan mobil lagi." Lena tersenyum pada Natasya. "Biarkan saja, big bos istirahat," kata Lena."Baik, Bu." Natasya pun tersenyum menanggapi Lena.Pintu ditutup kembali oleh Lena. Natasya mulai membersihkan ruangan seperti biasa. Samar-samar mata Jayadi terbuka dan melihat gadis kesayangannya sedang bekerja. Tubuhnya yang letih dan pikirannya yang lelah seperti mendapatkan asupan kesegaran kembali. Ia pandangi gadis itu. Ada rasa sayang bercampur iba. "Sini. Ayo sin
"Pak, batukmu makin bertambah parah, bagaimana kalau kamu istirahat melaut dulu." Bu Masna tak tahan mendengar batuk suaminya kian hari bertambah parah. Apalagi dia masih saja pergi mencari ikan ke laut."Ya, bagaimana lagi, Bu. Sumber penghidupan kita yang utama hanya sebagai nelayan, Bu. Itu sudah turun temurun dari nenek moyang kita.""Iya, Pak. Tapi kita masih bisa kerja lain, berdagang juga bisa.""Tapi kalau hanya mengandalkan uang jualan itu tak kan cukup untuk keperluan kita Bu. Sebentar lagi anak-anak kita mau sekolah SMA."Bu Masna hanya termenung mendengar perkataan suaminya. Bu Masna mulai berpikir jalan lain yang mungkin sebagai sumber ekonomi mereka. Kenyataan sakit Pak Dudid tak bisa diremehkan lagi. Setelah dibawa ke puskesmas, dokter menyarankan Pak Dudid istirahat dulu pergi melaut. Keadaan keuangan keluarga mereka jadi kian sulit. Sampai seorang tetangga bernama Didi dan istrinya Nana datang dari Jakarta menjadi awal cerita kehidupan baru mereka."Kalau mau bisa jua
Pak Gugun pergi mencari informasi terkait kebebasan Sindi. Sebelum dia pergi rumah tahanan, ia terlebih dahulu menghubungi polisi yang bernama Dito."Selamat siang Pak." Pak Gugun telah ada di kantor polisi jelang siang itu."Siang Pak Gugun. Ada yang bisa saya bantu? Apa kabarnya?""Baik, Pak. Maaf menganggu Pak Komandan.""Ya, siap Pak. Sudah biasa Pak. Sayakan sering juga minta bantuan Pak Gugun." Pak Dito tersenyum."Begini Pak. Dua hari yang lalu, kami menemukan Sindi di fila, Pak. Apa dia sudah dibebaskan dari rumah tahanan?"Sejenak Pak Dito terdiam." Saya sudah dapat informasi tentang itu, Pak. Sindi memang sudah dibebaskan, karena...""Karena dia depresi dan sudah tidak waras lagi, Pak." "Ya, kira-kira begitu, Pak Gugun. Sebenarnya masa tahanan Sindi masih ada beberapa bulan lagi.""Kasihan dia Pak. Berarti saya tidak perlu lagi bertanya tentang itu ke rumah tahanan?""Saya rasa tidak perlu Pak Gugun. Jawaban mereka akan persis sama seperti saya.""Baik, Pak. Terimakasih inf
Orang-orang di warung melihat seorang perempuan yang kumal berjalan mondar mandir dua hari ini di jalanan desa."Hahaha. Awas kamu!" Perempuan itu meneriaki anak -anak remaja yang menertawakan dan mengolok-oloknya. "Orang gila, orang gila!" Anak SMP itu berlarian karena hendak dilempar pakai batu oleh perempuan kumal itu. Kejadian itu di dekat fila yang telah ditinggalkan pemiliknya. Fila itu sejak beberapa tahun lalu tak pernah ditempati lagi. Beberapa tahun lalu, saat terakhir menjenguk Sindi, orang bule yang ditahan bersama Sindi menitip fila itu pada Pak Gugun dan Bu Anya. Semua kunci telah diserahkan pada Pak Gugun saat pria berkebangsaan asing itu akan dideportasi ke negaranya.Kepala desa yang melihat kejadian ribut-ribut sore itu di dekat fila segera pergi mencari Pak Gugun ke desa sebelah. Pak Kades masih mengenali sosok perempuan kusut yang diteriaki anak-anak itu, tidak lain adalah Sindi.Pak Kades melihat Pak Gugun sedang duduk santai di beranda rumahnya. Saat melihat Pak
Bu Masna melihat Natasya dan Nela pulang sekolah siang itu dengan wajah kurang ceria seperti biasa."Bu, tadi Bu Asri bertanya padaku, kok wajahku beda jauh dengan Nela.""Jadi dia ngomong gitu?""Iya Bu. Malah dia bilang, kami ini bukan seperti saudara kandung. Soalnya kata Bu Asri nggak ada mirip sedikitpun antara aku dan Nela.""Ya udah tak apa. Ya yang namanya tanggal dan tahun lahirnya beda ya bedalah wajahnya. Kecuali kembar." Bu Masna tersenyum sambil mengelus rambut Natasya. Bu Masna berusaha menghibur dan membuat alasan yang masuk akal. "Gitu ya Bu.""Iya, besok-besok kalau ada yang bertanya atau bilang kayak Bu Asri, jawabnya gitu." Bu Anya merasa iba melihat kedua putrinya. Dia paham kalau ada yang bilang mereka tidak mirip dan bukan saudara kandung, pasti mengganggu pikiran mereka."Iya Bu.""Ya sudah, sekarang ganti baju kita belajar masak.""Ayoo." Natasya bersemangat dan begitu juga Nela. Tak terasa waktu berjalan. Natasya dan Nela telah sekolah dasar. Natasya sudah ke
"Hore Natasya mau punya adik!" Bu Masna menggoda Natasya sambil bermain dengannya. Pak Dudid tertawa senang melihat istrinya. "Iya, yah. Siapa namanya adik Natasya nanti?""Nanti saja dipikirkan kalau sudah lahir, Pak." Bu Masna sedang memperhatikan Natasya sudah bisa jalan pagi itu."Bu, ayo kita ke rumah Bu Anya silaturahmi. Sekalian memberi tahu kabar baik ini pada Bu Anya dan Pak Gugun.""Ayo, Pak."Saat mereka sampai di rumah Bu Anya. Terlihat Bu Anya sedang memberi makan ayam-ayam peliharaannya. Bu Anya dan Pak Gugun membuat kandang ayam di samping rumah mereka. "Bu Anya, Bu Anya!" Bu Masna menghampiri Bu Anya. Natasya dibiarkannya berjalan di atas rumput. Bu Anya tersenyum melihat kedatangan mereka. "Waduh Natasya makin besar, haha." Bu Anya langsung menggendong Natasya. Naila dan Ferdi yang saat itu sedang berada dalam rumah segera ke luar karena merasa senang bisa bermain lagi dengan Natasya."Natasya! Natasya!" Naila dan Ferdi berlari-lari ke arah Natasya sambil memanggil