Jayadi, seorang boss muda kaya raya, tak menyangka jika dirinya justru tertarik pada Natasya, penjual mie ayam langganannya. Terlebih saat mengetahui gadis itu kesusahan, Jayadi berupaya melakukan tindakan yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Lantas, apakah siasat sang Big Boss berhasil untuk mendapatkan hati Natasya?
View MoreLena merasa sedikit heran dengan bosnya pagi ini. Ia dipanggil menghadap ke ruangan si Bos. Lena duduk diam di kursi yang ada di hadapan Jayadi, bosnya. Ia menunggu si Bos berbicara. Suasana hening terasa dalam ruangan berukuran enam kali tujuh meter. Ruangan Jayadi, bos perusahaan raksasa yang bergerak di bidang konstruksi.
"Nanti siang enaknya makan apa ya?" Tiba-tiba saja menanyakan soal makan siang. "Loh inikan masih pagi, Pak," jawab Lena sambil tersenyum. "Ya kan nggak apa-apa toh, kebetulan kamu sudah di sini saya tanyakan itu." Lena merasa ada yang ganjil dengan bosnya. Lena masih duduk di hadapan si bos dengan pikiran sedikit bertanya-tanya. "Kamu kok seperti orang bingung." Jayadi memandang sekretarisnya itu sambil tersenyum. Lena menekurkan kepalanya. Ia tak berani lama-lama menatap wajah si Bos. "Iya Pak, saya cuma agak heran. Tak biasanya Bapak menanyakan makan siang sepagi ini " Lena kembali tersenyum, namun tetap tak berani menatap lama mata bosnya itu. Walaupun bosnya masih tergolong muda, bagi Lena lelaki yang sudah sukses membawa perusahaan mereka jadi perusahaan raksasa ini sangat berwibawa. "Ya udah, nanti kita bahas soal makan siangnya. Sekarang bagaimana soal proposal yang saya suruh kerjakan kemaren?" "Sedikit lagi selesai, Pak. Sedang diperbaiki." "Oke nanti saya cek ya, apa sudah oke atau belum." "Baik Pak." "Ya sudah, selesaikan segera!" "Baik Pak." Lena sudah dua belas tahun bekerja di perusahaan milik Jayadi. Boleh dikatakan Lena salah seorang kepercayaan Jayadi yang ikut bersamanya membawa perusahaan mereka jadi perusahaan raksasa. Lena sebenarnya sudah bekerja sejak perusahaan ini dipimpin oleh Pak Sudarmaji, papanya Jayadi. Saat itu Lena baru jadi sarjana. Ia masih baru belajar bekerja di sebuah perusahaan. Lena sangat berterima kasih pada Pak Sudarmaji yang telah menerima Lena bekerja. Saat itu keluarga Lena benar-benar sedang terpuruk dan mengalami kesulitan keuangan. "Izin pak. Saya kembali ke ruangan saya" kata Lena sambil berdiri dari kursi di hadapan Jayadi. "Iya."Jayadi menjawab Lena sambil membuka pesan WA yang baru masuk di handphonenya. Setelah Lena keluar dari ruangan, pikiran lelaki muda itu kembali pada gadis penjual mie ayam dekat kantornya ini. Ingatan Jayadi kembali pada saat ia di jalan mau ke kantor pagi tadi. Jayadi telah melihat gadis penjual mie ayam yang cantik jelita. "Terpesona". Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sorot mata Jayadi ketika melihat gadis penjual mie itu. Cantiknya tak ketulungan. Persis seperti gosip-gosip para karyawan di kantornya. Ia menikmati betul kecantikan si gadis penjual mie dari balik kaca mobil mewahnya. Saat itu, ia terjebak macet dan berhenti persis di depan tempat jualan mie ayam Bu Masna. Tempat itu hanya berjarak lima puluh meter dari kantor perusahaan milik Jayadi. Para karyawan perusahaan Jayadi sering makan mie ayam di sini. Apalagi menurut para karyawan mie ayamnya enak. Dan yang tak kalah menarik si penjualnya yang sangat cantik. Putri dari Bu Masna penjual mie ayam. Jayadi hanya tersenyum dan membenarkan pembicaraan para karyawannya. Tidak hanya karyawan laki-laki, karyawan perempuan pun ikut-ikutan menjadikan gadis penjual mie ayam itu sebagai bahan gosip. "Busyeet, cantiknya memang kebangetan." Kalimat itu terdengar dari mulut Jayadi. Ia kembali tersenyum. Saat itu ia menyetir mobil sendiri ke kantor. Itulah salah satu kebiasaan Jayadi. Walaupun dia memiliki dua orang sopir pribadi, saat-saat tertentu dia hanya ingin menyetir mobil sendiri. Mobil mewah milik Jayadi berhenti persis di depan warung mie ayam itu sekitar lima belas menit. Orang-orang di warung mie tak memperhatikan keberadaan seorang pengusaha muda kaya raya yang tengah mengamati gadis penjual mie dari balik kaca mobilnya. Jayadi berdiri dan mengitari meja kerjanya seperti sedang memikirkan sebuah ide. Tak berapa lama, ia kembali duduk di kursi dan menggoyangkan kursi eksekutif yang sekaligus Ibarat singgasana baginya. Singgasana tempat dia memerintah kerajaan bisnisnya yang telah dia pimpin sejak sepuluh tahun ini. Sepuluh tahun yang lalu, papanya telah mewariskan perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi ini padanya. Ia telah berhasil mengembangkan perusahaan konstruksi pemberian papanya ini sebagai perusahaan raksasa. Dari bisnis konstruksi, Jayadi juga telah memperluas bidang usahanya di bidang properti dan perhotelan. Jayadi memencet bel tanda panggil ke ruang sekretarisnya, Lena. Ia memanggil Lena kembali. "Iya, pak." Lena membuka pintu ruangan Jayadi. Ia tergesa-gesa duduk di hadapan Jayadi. "Nanti siang saya mau makan mie ayam saja. Tuh yang di sebelah sana itu. Suruh Wika atau Kasri membeli ke sana." "Mie ayam buk Masna di pinggir jalan itu? Bapak mau makanan itu?" "Iya, kamu heran ya " Jayadi tersenyum pada Lena. "Nggak pak. Maaf pak. Cuma tak biasanya bapak mau makanan di pinggir jalan begitu." Lena tak habis pikir, biasanya si bos besar itu minta dipesankan makanan dari restoran mahal. Itupun kalau dia ingin makan di kantor. Malah lebih sering mengajak Lena dan beberapa karyawan makan di restoran hotel atau restoran mewah. Apalagi kalau ada meeting dengan mitra bisnis atau orang penting. "Pokoknya siang ini saya mau makan itu." Ia menegaskan lagi keinginanannya makan siang mie ayam Bu Masna pada Lena "Iya pak." "Beli lima puluh porsi. Bagi-bagi pada staf." "Wah banyak pak?." Lena bergegas berdiri "Ih, kamu kok heran melulu." "Eh, iya Pak." Lena hanya tersenyum dikatakan begitu oleh Jayadi.. "Lena, jangan lupa minta juga nomor handphone Bu Masna atau anaknya itu. Besok-besok kalau saya mau lagi, tinggal telepon dan minta diantarkan sama mereka saja." "Baik pak." Lena keluar dari ruangan Jayadi dengan bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan bosnya yang tiba-tiba ingin makan siang mie ayam Buk Masna. Lena yang sudah lama mendampingi Jayadi sebagai sekretaris mulai mencium gelagat mencurigakan dari si bos. Wah, jangan-jangan, jangan-jangan si bos sudah ketularan dengan staf dan para karyawan yang tergila-gila pada anak tukang jual mie ayam itu. Ah, nggak mungkin, pikir Lena. Berarti satu hal mengejutkan telah terjadi pada si bos. Jangan-jangan dia suka pada gadis itu. Maklum si bos sudah umur dua puluh sembilan tahun tapi belum punya isteri. Jayadi memang belum menikah sampai sekarang. Jangankan menikah, punya kekasih saja tak ada. Lena tahu betul itu. Kedua orang tuanya sudah menginginkan Jayadi menikah. Pak Sudarmaji dan istrinya juga merasa heran kenapa putra sulungnya itu belum dapat jodoh. Sudah banyak gadis-gadis cantik dan berkelas yang ditawarkan padanya tapi belum ada yang cocok. Saat Jayadi sedang melamun, Lena masuk bersama Wika stafnya. "Ini pak pesanan mie ayamnya." Lena menyuruh Wika mengambil mangkok. "Oh, nggak pakai kotak gitu ya?" Jayadi menatap kantong plastik yang berisi mie ayam. "Nggak Pak, Bu Masna masih membungkusnya dengan plastik." "Ya udah, tak apa. Kamu pindahkah ke mangkok itu. Dan bikinkan saya kopi." Jayadi berbicara pada Wika. "Baik, Pak." Wika memindahkan mie ayam ke mangkok. Di ruangan kerja Jayadi terdapat sebuah meja bundar kusus untuk makan. Wika pergi ke pantri meminta Dina membuat secangkir kopi. "Punya kamu mana? Kalian temani saya makan di sini." Jayadi memerintahkan Lena dan Wika menemaninya makan mie ayam di ruangan kerjanya. "Baik, Pak. Wika ambil punya saya dan juga punyamu, bawa ke sini." Lena menyuruh Wika mengambil mie ayam yang ditaruh di meja kerja Lena. Wika meletakkan secangkir kopi hitam panas di dekat Jayadi. Setelah itu dia pergi mengambil mie ayam untuk mereka. "Yang lain sudah dibagikan?" "Sudah, Pak. Cuma hanya dua puluh porsi tersedia," jawab Lena sambil tersenyum. "Ya namanya juga pedagang kecil, Pak." Lena mulai menyantap mie ayam miliknya mengikuti si bos. Lena tak habis pikir kenapa Jayadi belum juga bertemu jodoh yang cocok. Padahal umurnya sebentar lagi tigapuluhan. Terkadang Lena Ingin menawarkan beberapa gadis yang dikenalnya, tapi dia takut kena marah. Sore sepulang kerja, Jayadi malah menerima omelan Mamanya. "Kamu kenapa sih? Ditawarkan yang ini nggak mau, yang itu nggak mau. Kriteria kamu yang mana sih?" kata Bu Sudarmaji pada putranya. Dua hari yang lalu Pak Sudarmaji telah mempertemukan dan ingin menjodohkan Jayadi dengan anak gadis kolega bisnisnya. Anak seorang pengusaha pertambangan yang sangat kaya raya. "Ya, tidak cocok, gimana lagi, Mamaku sayang," jawab Jayadi dengan santai menanggapi celoteh si Mama. Jayadi belum juga merasa cocok. Ada saja kekurangan perempuan yang dijodohkan dengannya. Pak Sudarmaji dan istrinya pusing tujuh keliling memikirkan kapan dia bermenantu. Jef, adiknya Jayadi juga malah memilih mengambil S2 ke Eropa sana. Padahal umurnya cuma beda dua tahun dari Jayadi. Jef juga sudah patut menikah. Bagi Pak Sudarmaji dan istri terserah siapa saja antara Jayadi dan Jef yang duluan menikah. Mereka khawatir keburu tua tapi belum punya mantu, apalagi cucu.Jayadi berangkat berdua ke Jakarta dengan Natasya. Selain menghadiri pernikahan Jefri, Jayadi juga akan minta restu orang tuanya untuk segera menikahi Natasya. Sampai di Jakarta, Jayadi dan Natasya sengaja menginap di hotel termegah tempat pesta pernikahan Jefri dan Lisa akan diadakan. Jayadi datang diam-diam dan mengambil dua kamar. Satu untuk Natasya dan satu untuk dirinya. Natasya sengaja berdiam diri di kamar. Jayadi ingin memberi kejutan pada semua orang. Semua orang pasti menyangka Jayadi sendirian.Iven organizer yang mengurus semua rangkaian acara sebenarnya juga sudah menyiapkan kamar untuk orang-orang tertentu, termasuk anggota keluarga besar ke dua belah pihak. Seluruh keluarga besar Sudarmaji Kiyosan dan keluarga mempelai wanita juga sudah ada di hotel. Jayadi menemui Jefri di kamarnya pukul sembilan malam. Jefri sedang sibuk mencoba setelan pakaian bersama dua orang tim rias pengantin. Jefri tersenyum pada Jayadi. "Ah, saudaraku tersayang sudah muncul."Keduanya berpelu
Jayadi menjemput Natasya pukul delapan pagi. Bu Masna dan Nela sibuk menyiapkan untuk jualan hari ini. Pagi sehabis subuh Natasya pun ikut membantu ibunya. Natasya telah menunggu di depan ruko karena Jayadi akan jalan ke tempat Natasya. Natasya tersenyum bahagia melihat kekasihnya datang dengan motor. Di sini Natasya seakan telah memiliki Jayadi seutuhnya."Kami pamit, Bu." Jayadi pamit pada Bu Masna yang juga telah berdiri di samping Natasya. "Iya, hati-hati, Nak Jayadi.""Baik, Bu." Nela menyusul mendekati Jayadi dan Natasya yang sudah naik ke motor. "Hati-hati calon Kakak Ipar." Nela menggoda Jayadi."Huss! Gadis pantai." Natasya bersungut. "Haha." Nela tertawa.Jayadi tersenyum pada Nela dan memutar stank motor. Mereka melaju di jalan raya sepanjang pantai. Natasya memeluk erat Jayadi. Angin pantai membuat keduanya serasa terbang di udara. Jayadi berhenti di sebuah lokasi wisata yang menyewakan jetski."Kamu mau naik itu?""Mau dong.""Kamu nggak takut?""Ngapain takut. Aku
Natasya memandang matahari yang perlahan turun. Langit jelang senja itu begitu indah. Natasya menyandarkan kepalanya di bahu Jayadi. Mereka duduk berdua terhanyut dalam perasaan yang tak kan pernah terlupakan. "Aku ingat mimpi-mimpiku yang sering kali diwarnai laut, pantai dan matahari senja."Jayadi tersenyum mendengar Natasya. Angin pantai meniup daun-daun pohon kelapa yang ada di semak-semak di sebelah kanan fila. Di seberang jalan hanya hamparan pasir pantai. Agak ke selatan ada lahan kosong dan bukit kecil. Ke arah Barat sederet dengan fila Jayadi terdapat kafe-kafe dan warung-warung untuk para wisatawan. Jalan panjang yang mengikuti pinggir pantai bisa dilihat dari beranda lantai dua fila."Besok kita keliling naik motor ya. Aku ingin menikmati hari-hari di sini sebelum aku mau melamar kamu.""Kamu yakin orang tuamu akan merestui hubungan kita sekarang.""Aku sangat yakin sekarang ini. Kalau perlu aku akan bersujud memohon di kaki mama."Natasya melirik ke samping dan memandan
Natasya telah benar-benar sadar. Ia duduk di pinggir tempat tidur. Ia memandang Jayadi sambil memegang kepala Jayadi yang masih di pahanya. "Ayo bangun, nggak enak dilihat Pak Gugun." Natasya merasa risih dengan tingkah Jayadi. Pak Gugun yang mulai sadar tentang hubungan kedua muda-mudi itu, "Saya keluar saja," kata Pak Gugun.Jayadi yang sudah menyadari tingkahnya yang seperti kanak-kanak, segera berdiri. "Nggak usah, Pak. Ayo kita duduk di beranda saja."Mereka bertiga keluar dari kamar utama fila itu. Natasya mengusap mata dan wajahnya yang masih basah oleh bekas air mata. Natasya mulai tersenyum. "Ini memang orang aneh, Pak," kata Natasya sambil memandang Pak Gugun. Pak Gugun tersenyum dan mulai kembali santai. "Jadi kalian ini sepasang kekasih yang terpisah?" kata Pak Gugun tertawa. "Keponakan Pak Gugun ini menghilang seperti bidadari balik ke surga, Pak."Natasya menyandarkan bahunya pada Jayadi. "Panjang ceritanya, Pak." Natasya menghela nafas. "Nanti ibu dan Nela bisa ikut
Mereka sampai di desa pukul sepuluh malam. Pak Gugun menurunkan Natasya dan Nela di ruko kontrakan Masna. Pak Gugun pulang dengan mobil Natasya.Malam itu Natasya dan Nela tidur nyenyak karena kelelahan di perjalanan. Natasya bangun saat ibunya tengah sibuk memasak kuah mie ayam yang aromanya tercium sampai ke lantai dua.Setelah mencuci muka, Natasya turun ke lantai satu ruko ikut membantu ibunya dan Nela. Mereka menyelesaikan semua persiapan untuk membuka warung jam sepuluh seperti biasanya. Bu Masna melihat wajah Natasya tak terlalu gembira. "Gimana perjalanannya ke Jakarta. Bagaimana pembicaraan dengan Cristian?""Christian banyak memberi saran dan masukan Bu. Katanya keluarganya juga punya beberapa usaha kuliner dan restoran di beberapa kota.""Oh ya. Baguslah bisa belajar banyak dari dia.""Iya Bu. Bahkan dia menawarkan untuk investasi dengan modal lebih besar.""Terus apa jawaban kamu?""Aku pertimbangkan dulu. Soalnya aku ingin memulai usaha kita dengan modal yang kita punya
Mendengar semua cerita tentang Jayadi, hati Natasya tak henti dirundung kesedihan. Ia berdoa dalam hati agar Jayadi baik-baik saja. Melihat Natasya yang tadinya penuh semangat, tiba-tiba murung Wika jadi iba."Sabar saja, semua pasti sudah Tuhan atur." Wika coba menghibur Natasya."Iya Wik. Aku pasrah saja. Akan kucoba mengikuti alur takdir Tuhan."Wika mencoba tersenyum agar Natasya juga berlapang hati dengan semua cobaan hidupnya."Senyum dong kembali. Semangat lagi dong. Kamu akan jadi pengusaha sukses suatu hari nanti, sahabatku." Wika memberi motivasi dan mengingatkan kembali tekad Natasya untuk sukses dalam berbisnis.Natasya kembali tersenyum. "Untuk saat ini aku akan fokus dengan cita-citaku membangun usaha sendiri yang lebih besar. Doakan aku selalu, Wik.""Iya, Sayang." Wika tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Natasya."Aku juga tak mungkin berharap hubunganku dengan Jayadi kembali walaupun Lisa akhirnya memilih Jefri. Belum tentu juga Bu Sudarmaji menerimaku karena sejak awal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments