Share

30 Tahun Kemudian

Author: Minang KW
last update Last Updated: 2022-07-02 21:34:08

Semenjak kehadiran Puti Bungo Satangkai di pulau di mana Inyiak Mudo tinggal, maka semenjak itu pula ia selalu bisa menghindari pertarungannya dengan Inyiak Gadih. Selalu saja ada alasan yang bisa ia kemukakan untuk menghindari pertikaiannya dengan istrinya tersebut.

Pendek kata, Puti Bungo Satangkai menjadi penengah di antara Inyiak Mudo dan Inyiak Gadih.

Terhitung sudah tiga kali pertarungan itu dibatalkan. Yang pertama tepat ketika Puti Bungo Satangkai berusia lima tahun, lalu yang kedua ketika ia berusia lima belas tahun, dan yang ketiga ketika Puti Bungo Satangkai telah berusia 25 tahun.

Usaha Inyiak Gadih untuk memulihkan kebisuan dan pendengaran telinga kiri sang gadis tidak membuahkan hasil. Puti Bungo Satangkai memang mengalami kecacatan semenjak di dalam kandungan ibunya, imbas dari terjatuhnya sang ibu ketika itu ke dasar ngarai.

Tapi semua kekurangan itu bukanlah penghalang bagi Puti Bungo Satangkai untuk melakukan banyak hal sebagaimana manusia lainnya. Ia belajar menulis, membaca, bersilat, bahkan mempelajari ilmu kesaktian.

Tidak tanggung-tanggung, Puti Bungo Satangkai bahkan mewarisi kesaktian baik dari Inyiak Mudo, juga dari Inyiak Gadih.

Gabungan dua tenaga dalam dengan inti berbeda, yang satu berinti sangat panas. Lainnya pula berinti sangat dingin. Kedua jenis tenaga dalam itu telah menjadi bagian di dalam diri sang gadis.

Itulah yang terjadi. Setiap kali hari pertarungan itu tiba, baik Inyiak Mudo maupun Inyiak Gadih justru mengalihkan pertikaian itu dengan menyalurkan perhatian masing-masing juga tenaga dalam mereka ke dalam tubuh Puti Bungo Satangkai.

Jika Inyiak Mudo selalu melakukan hal yang sama hampir setiap hari sebab sang gadis tinggal bersamanya di Pulau Sinaka. Maka kesempatan bagi Inyiak Gadih hanyalah ketika gadis itu mengunjunginya ke Bukik Siriah. Dan ya, tentu Inyiak Gadih melakukannya secara diam-diam. Meskipun sesungguhnya, Inyiak Mudo sedari awal sudah mengetahui itu.

Diusianya yang 25 tahun, Puti Bungo Satangkai telah menguasai seluruh kesaktian dari dari Tinju Penghancur Sukma milik Inyiak Mudo, dan Telapak Penghancur Raga milik Inyiak Gadih.

Dan lima tahun berikutnya ia hanya tinggal memperhalus segala jurus silat dan kesaktian yang telah ia dapat dari kedua sesepuh tersebut. Terutama, sang gadis mencoba mencapai tingkatan lebih tinggi dalam jurus halimunan yang dimiliki oleh Inyiak Mudo, Kabut Kahyangan.

Hanya saja, seberapa keras pun dalam lima tahun terakhir ia berlatih, tetap saja ia tidak bisa mencapai taraf seperti yang dimiliki oleh Inyiak Mudo.

Yah, Puti Bungo Satangkai menyadari hal ini. Butuh waktu berpuluh-puluh tahun menempa diri, juga tentunya dengan semadi dan penenangan dirinya, barulah memungkinkan ia bisa memiliki kesempurnaan kesaktian sebagaimana yang dimiliki oleh Inyiak Mudo maupun Inyiak Gadih.

Akan tetapi, dengan sebegitu saja, Puti Bungo Satangkai sudah merasa cukup puas. Ia menguasai ilmu meringankan tubuh yang bahkan dalam hal ini ia jauh lebih cepat dari Inyiak Mudo sendiri. Sedangkan untuk Kabut Kahyangan, ia hanya mampu sampai di tahap ketiga saja, kurang empat tahap dari apa yang dikuasai oleh Inyiak Mudo. Dengan kata lain, ilmu halimunan itu mungkin hanya bisa ia gunakan sebagai jalan untuk melarikan diri saja di saat-saat tertentu.

Selama hidup di bawah asuhan dan perlindungan Inyiak Mudo di Pulau Sinaka itu, Puti Bungo Satangkai sama sekali tidak pernah menginjak daratan utama Andalas—kecuali di saat mengunjungi Inyiak Gadih saja.

Hal ini disebabkan oleh Inyiak Mudo yang melarang sang gadis untuk naik ke daratan utama. Bagaimanapun, kekurangan dari lahir sang gadis bisa saja berakibat tidak baik nantinya. Yang ditakutkan oleh Inyiak Mudo adalah olok-olokan atau ejekan orang-orang terhadap Puti Bungo Satangkai sendiri.

Terlebih lagi, wajah gadis tersebut sangat-sangat jelita. Bahkan bentuk tubuhnya itu sangat sempurna sebagai seorang wanita. Tentu saja Inyiak Mudo tak ingin hal buruk terjadi pada anak asuhnya itu.

Puti Bungo Satangkai diizinkan oleh Inyiak Mudo untuk keluar dari pulau itu hanya bila sang gadis telah mampu menguasai seluruh kesaktian dan bela diri yang telah ia ajarkan. Dengan demikian, Inyiak Mudo tidak lagi akan merasa khawatir sebab Puti Bungo Satangkai akan bisa menjaga dan melindungi dirinya sendiri dari pelbagai tipu daya dan keburukan anak manusia.

Tepat di usia Puti Bungo Satangkai yang ketiga puluh tahun…

Sedari pagi hingga ke siang hari itu, Inyiak Mudo sengaja meminta Puti Bungo Satangkai untuk tidak berlatih dan mendengar apa yang ia sampaikan sembari duduk-duduk santai menikmati embusan angin laut.

Pada kesempatan itu pulalah Inyiak Mudo menceritakan semua hal terkait dengan Puti Bungo Satangkai itu sendiri.

“Aku tidak tahu siapa nama ibumu, Bungo,” ucap Inyiak Mudo dengan raut yang masygul. “Aku bahkan tidak tahu siapa anggota keluargamu. Hanya ini satu-satunya petunjuk yang mungkin bisa kau gunakan untuk mencari tahu siapa keluargamu.”

Inyiak Mudo mengeluarkan kepingan Teratai Abadi, sejenak ia mengusap kepingan tembikar yang berbentuk satu kelopak bunga teratai itu. Ingatannya kembali pada saat ia menemukan Zuraya, ibu kandung Puti Bungo Satangkai yang dalam keadaan sekarat.

“Ambillah!”

Puti Bungo Satangkai yang sepasang matanya telah berkaca-kaca itu menerima kepingan tersebut. Ia menggenggam erat kepingan itu ke dadanya dengan rasa haru yang sukar untuk ia jabarkan.

Bagaimanapun, kematian sang ibu kandung yang diceritakan oleh pria sepuh itu sangat-sangat memukul hatinya.

‘Siapa manusia yang tega memperlakukan ibuku yang tengah hamil besar seperti itu?’ batinnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Epilog

    Puti Bungo Satangkai duduk sembari memerhatikan Antaguna dengan dagunya bertopang pada telapak tangannya, dan sikunya bertopang pada lutut yang menekuk ke atas, di bagian depan sampan yang sedang meluncur ke arah barat.Sementara Antaguna, duduk di bagian ujung lain sampan, bagian belakang, sembari mendayung dan membawa sampan ke tengah-tengah laut.Pria besar dan berotot menjadi malu sendiri sebab selalu diperhatikan sang gadis, bahkan sembari tersenyum-senyum menatapnya.“Hei, ermm … apakah pulau itu masih jauh?” Antaguna membuang pandangan ke samping. Terlalu jengah diperhatikan seperti ini, pikirnya.Dan sang gadis hanya mengangguk saja sembari tetap tersenyum-senyum manja.“Kupikir tadinya kau bilang di seberang laut,” Antaguna mendesah panjang. “Ini bukan laut, tapi sebuah samudra, dasar gadis bodoh. Kau mengerjaiku!”Bungo terkikik dan menggeleng-geleng kecil yang semakin membuat Antaguna menjadi jengah dan bimbang. Bimbang sebab ingin saja pada saat itu dia menerkam sang gadis

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Yang Hilang Telah Kembali

    Puti Bungo Satangkai, Antaguna, dan Sondang Tiur akhirnya tiba di Istana Minanga, di Batang Kuantan.Ketiganya disambut dengan cukup meriah oleh Rajo Bungsu dan orang-orang istana. Terlebih lagi, dengan keberhasilan Bungo yang mendapatkan semua kepingan Teratai Abadi. Meskipun, kegembiraan mereka sedikit terusik dengan kematian si Kumbang Janti.Hanya saja, baik Antaguna maupun Bungo sendiri tak hendak membicarakan tentang keburukan yang pernah dilakukan si Kumbang Janti sehingga membuat Antaguna cacat wajahnya. Tidak pula oleh Sondang Tiur yang juga mengetahui alasan di balik hal tersebut.Sama seperti jawaban Antaguna kepada Mantiko Sati dan Puti Pandan Sahalai di Ngarai Sianok, begitu pula yang mereka sampaikan keduanya kepada Rajo Bungsu dan orang banyak ketika sang raja bertanya perihal perubahan di wajah si pria tinggi besar.Rajo Bungsu dan Ratu Nan Sabatang, juga Gadih Cimpago sangat bersuka cita ketika mereka mendengar bahwa Bungo dan dua orang yang menemaninya bertemu dengan

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Demi Kamu

    ‘Katakan padaku,’ Puti Bungo Satangkai menatap ke dalam mata Antaguna. ‘Kenapa kau merahasiakan tentang lukamu itu dariku?’“Bungo …” Antaguna menghela napas dalam-dalam. “Tidak ada gunanya diungkit-ungkit lagi. Aku sudah memberi tahu alasan di balik lukaku ini. Bahkan di depan abangmu, ingat?”‘Apakah kau pikir abangku dan aku sendiri begitu buta untuk tidak menyadari bahwa kau sengaja berbohong?’Sementara itu, Sondang Tiur sengaja menjauh dengan alasan mencari ikan untuk makan mereka di siang itu, di satu aliran sungai kecil yang jernih. Dia tahu dengan baik bahwa Bungo hanya ingin berbicara empat mata saja dengan Antaguna. Tentang, sesuatu yang bersifat sangat pribadi, mungkin, pikirnya.Antaguna mendesah halus dan menunduk.‘Hei!’ Bungo mendorong pelan bahu pria besar. ‘Katakan padaku! Kenapa?’Akan tetapi, sampai beberapa saat lamanya, Antaguna tak hendak memberi tahu alasan sesungguhnya kepada sang gadis.‘Hei, katakan padaku! Apakah kau masih menganggapku temanmu? Beri tahu ak

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Berpisah Bukan Bercerai

    Kicau burung liar terdengar cukup menenangkan pikiran. Ditambah dengan pekik hewan dan suara aliran air di sungai, semua itu menemani sekumpulan orang yang sedang berdiri di satu titik, di sisi timur aliran sungai, di tengah-tengah lembah Ngarai Sianok.Puti Bungo Satangkai berlutut dengan menggenggam sejumput bunga liar yang indah dan masih basah oleh embun. Lalu disusul pula oleh sang kakak, Mantiko Sati, yang berlutut di samping kirinya.Sementara yang lainnya berdiri hening dengan kepala tertunduk.Kakak beradik itu meletakkan bunga-bunga liar di satu titik di permukaan tanah, di antara batu-batu kerikil yang lebih mencolok dengan warna kehitam-hitaman di antara lainnya.Di titik itulah di mana Zuraya pernah tergeletak tak berdaya dan mati. Di titik itu pula Bungo dilahirkan dengan sangat terpaksa. Di titik yang sama pula Inyiak Mudo lantas membakar jasad Zuraya.Mantiko Sati tidak pernah bisa menemukan jasad Zuraya ketika malam jahanam itu terjadi. Dia tidak tahu bahwa di titik i

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Luka yang Terkuak

    Mantiko Sati lantas tersenyum lebar dengan gelengan kepalanya, membuat semua orang menjadi bertanya-tanya. Terutama, bagi Antaguna sendiri.“Uda?”“Wajahmu, Tarigan. Wajahmu.”Antaguna mulai merasakan sesuatu yang mungkin akan menyakitkan beberapa orang di antara mereka. Lagi, dia mereguk ludah sembari melirik Puti Bungo Satangkai dari sudut matanya, lalu tertunduk.“Terakhir kali kita bertemu,” kata Mantiko Sati. “Wajahmu masih terlihat gagah. Dan aku yakin, bekas luka di wajahmu itu adalah akibat dari terkena Cakar Kucing Emas, bukan?”Degh!Tidak Antaguna saja yang berdegup kencang jantungnya, tapi juga Bungo.Sang gadis yang dalam waktu belakangan ini cukup penasaran dengan kecacatan yang didapat Antaguna pada wajahnya memang ingin mengetahui cerita di balik itu semua. Hanya saja, semenjak kembali dari Pulau Telaga Tujuh, Antaguna sama sekali tidak mau menyinggung perihal bekas lukanya tersebut.“Uda, aku―”“Bisakah kau melepas bajumu, Tarigan?”Antaguna semakin menggigil. Bukan l

  • Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi   Kebahagiaan

    Puti Pandan Sahalai tertawa halus seraya mengusap bahu Sondang Tiur.“Baiklah, baiklah,” ucapnya. “Tapi, jangan sampai terdengar oleh suamiku.”“Kenapa?”Kebingungan si gadis Batak juga menjadi kebingungan Antaguna yang tentu saja mendengar percakapan keduanya.“Sejauh yang aku tahu,” lanjut Sondang Tiur. “Seluruh masyarakat di Minanga ini mengetahui bahwa seorang Mantiko Sati adalah pria rupawan yang sangat sopan dan halus budi bahasa. Kurasa dia tidak akan keberatan.”Lagi, mantan Ratu Minanga itu tertawa halus dan sangat merdu. “Oh, Tiur … kau hanya belum tahu saja bagaimana dalamannya!”“Oops …” Sondang Tiur terkikik.Dan Antaguna hanya bisa tersenyum sembari membuang muka. Dasar perempuan, pikirnya.Dan kemudian si pria berbadan besar membantu Sondang Tiur dan Puti Pandan Sahalai untuk memanggang daging yang tersedia di atas nampan kayu lebar, mempersiapkan makan malam bagi mereka semua.Malam itu berlalu dengan banyak kegembiraan. Sekaligus, ini adalah makan malam paling membaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status