Share

Silakan Ambil Suamiku
Silakan Ambil Suamiku
Penulis: Ida Saidah

Part 1

[Rin, ini suami kamu bukan sih?] Pesan dari Irma--sahabatku, menunjukkan sebuah foto pernikahan seorang laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan suamiku.

Sekali lagi kuperbesar foto tersebut, dan ternyata benar. Dia adalah Mas Hakam suamiku dan Ratih wanita yang selalu datang ke rumah ibu mertua dan selalu dibanding-bandingkan denganku oleh orang tua suamiku, karena hingga saat ini kami belum juga dikaruniai seorang anak.

[Temenin aku ke sana, Ir.] Send.

Dengan emosi yang sudah meledak-ledak kuambil tas yang tergantung di dalam lemari, mengambil sesuatu yang aku simpan bertahun-tahun lamanya di dalam brankas, antisipasi jika mereka nanti menghinaku serta menyebut kalau diri ini mandul di depan semua orang.

Tidak lama kemudian Irma sudah berada di halaman rumah. Kebetulan jarak tempat tinggal kami tidak terlalu jauh, jadi tidak butuh waktu lama untuk dia sampai di rumahku.

"Kamu jangan sampai terbawa emosi nanti di sana, Rin. Kita pastikan dulu dia benar-benar Mas Hakam atau bukan, baru setelah itu terserah kamu. Mau marah, mau ngamuk, sebagai sahabat aku cuma bisa kasih dukungan," pesan Irma ketika kami sudah berada di dalam mobil.

Segera kunyalakan mesin kendaraan roda empatku, melajukannya dengan kecepatan maksimal karena amarah yang terasa kian membuncah.

Mas Hakam, laki-laki yang begitu aku cinta juga hormati, tega-teganya mengkhianati cintaku dan membaginya dengan perempuan lain. Mana janji manis yang selalu dia ucapkan, yang katanya akan setia sampai maut menjemput.

Bulsyit!

Buktinya, sekarang dia sedang duduk di pelaminan bersama wanita lain. Perempuan yang jika di depanku dengan mati-matian dia tolak dengan alasan rasa cinta yang begitu besar kepadaku. Ternyata semuanya hanya omong kosong. Cuma bualan belaka yang membuat diri ini terbang melayang ke awang-awang sampai tidak tahu kalau dia telah merencanakan pernikahannya dengan Ratih tanpa sepengetahuan dariku.

Setelah beberapa puluh menit membelah jalanan kota, mobil akhirnya kutepikan di depan sebuah gedung, dimana di dalamnya sedang diadakan pesta pernikahan dua insan tidak punya malu yang beraninya mengkhianati cinta suci yang telah lama terjalin.

Sambil mengatur napas serta debaran yang kian tidak beraturan, aku turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam, menghapiri Mas Hakam yang sedang duduk bersisian di kursi pelaminan bersama gundiknya.

"Oh, jadi ini alasan kamu menolak menemaniku pergi ke makam Ayah. Kamu mau menikah lagi dengan gundik kamu ini?!" Tanpa basa-basi kutarik kerah baju Mas Hakam yang sedang duduk sambil menunduk di sebelah gundiknya hingga beberapa kancing bajunya terlepas.

"Ri--Rini, kamu...?" Mata laki-laki yang telah menanamkan cinta begitu dalam di dinding hati ini terkesiap dengan kelopak mata membulat sempurna. Tidak menyangka kalau istri yang telah dia bodohi sudah berdiri di depannya saat ini.

"Apa-apaan ini? Dasar perempuan sinting! Sudah mandul, kelakuannya bar-bar pula!" Ratih mencoba melepaskan Mas Hakam dari cengkramanku, akan tetapi tenagaku lebih kuat darinya.

"Siapa bilang kalau aku ini mandul, Jal*ag!" sentakku, menatap menghunus wajah Ratih yang sudah dirias sedemikian rupa sehingga menyerupai ondel-ondel.

"Rin, jangan bertingkah seperti ini, Sayang. Ayo kita bicarakan baik-baik di rumah. Semuanya tidak seperti yang kamu lihat, Rin. Mas bisa jelaskan nanti sama kamu!" Akhirnya laki-laki sok kecakepan itu angkat bicara juga.

"Apanya yang mau dijelasin, Mas? Semuanya sudah jelas. Kamu sudah mengkhianati aku!" Mendorong tubuh suami ke kursi.

"Heh, perempuan mandul. Berani-beraninya kamu merusak acara pernikahan anak dan menantu kesayangan saya!" Suara melengking ibu mertua menggema membuat gendang telinga terasa hampir pecah.

Aku menoleh sambil bersidekap menatap wanita dengan dandanan cetar membahana itu dan tersenyum simpul.

"Coba ulangi perkataan Ibu?" Menatap bengis mata perempuan yang selama ini selalu aku hormati walaupun dia tidak pernah menganggapku ada itu.

"Perempuan mandul, tidak tahu diri, boros, suka foya-foya ngabisin duit suami, tidak berguna, jelek dan tidak bisa memberikan saya cucu!" Wajah wanita berusia lebih dari setengah abad tersebut terlihat puas setelah menghinaku di depan semua orang.

"Lihat si Ratih. Dia itu cantik, terpelajar dan yang pasti sekarang dia sedang mengandung anaknya Hakam!"

Aku menoleh menatap wajah suami, lalu bergantian menatap wajah gundiknya yang terlihat begitu bangga karena sekarang ini sedang mengandung, sedangkan aku sudah lima tahun mendampingi hidup Mas Hakam tetapi belum bisa memberikan keturunan.

Hamil hasil zina saja kok bangga!

"Kamu yakin, Mas. Kalau anak yang sedang dikandung perempuan murahan ini anak kamu?"

"Apa maksud kamu menyebut aku sebagai wanita murahan?!" berang Ratih.

"Terus, kalau bukan wanita murahan, aku harus sebut kamu apa dong? Wanita obralan yang mau berbagi raga dengan siapa saja gitu?!"

Wanita bertubuh sintal itu berusaha menjambak rambutku akan tetapi dengan sigap aku menghindarinya, sampai dia hampir saja terjungkal jika Mama mertua tidak cepat-cepat menangkap tubuhnya.

"Kamu itu benar-benar sin_ting, Rini. Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu dengan calon cucu saya!" sungut ibu mertua tidak kalah sengitnya.

"Rin, tolong jangan buat keonaran di depan banyak orang, Sayang. Kamu tenang dong. Cinta Mas itu hanya untuk kamu kok. Mas tidak mencintai Ratih. Mas cuma ingin mempertanggung jawabkan perbuatan Mas, karena Mas..."

Dia menggantung kalimat. Wajahnya memerah dan matanya sudah dipenuhi oleh kabut.

Untuk apa menampakkan wajah sedih di depanku, Mas?

"Berarti kamu pernah tidur sama dia, Mas?"

"Mas minta maaf. Hanya sekali doang, Rin. Dan Mas melakukannya tanpa sadar."

Cuih! Tanpa sadar!

"Oke, kalau begitu segera urus perceraian kita, Mas. Aku tidak sudi dimadu, juga hidup dengan laki-laki pezina seperti kamu. Dan sekarang juga, balikin semua perhiasan yang kamu pinjam beberapa hari yang lalu yang katanya hendak kamu pakai untuk modal. Aku tidak mau kalau uangku sampai dipake oleh wanita murahan serta calon anaknya itu. Janin yang aku yakini kalau kamu itu bukan ayah biologisnya!"

Plak!

Panas seperti terbakar menjalar di pipi ketika tangan ibu mertua mendarat di pipi. Aku mengangkat satu ujung bibir sambil mengelap sudut bibir yang mengeluarkan sedikit cairan merah.

"Jaga mulut kamu, Rini. Kalau kamu iri sama Ratih, tidak usah menuduh Ratih yang bukan-bukan. Saya bisa tuntut kamu dengan kasus pencemaran nama baik!" Dia menunjuk wajahku.

Lekas kubuka tas yang kubawa, menyerahkan amplop berlogo rumah sakit ternama tempat aku dan Mas Hakam melakukan tes kesuburan beberapa tahun yang lalu. Dengan sigap ibu mertua membaca amplop tersebut, membaca isinya lalu menyerahkannya kepada Mas Hakam.

Kini aku tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi mereka berdua yang terlihat seperti orang bod*h.

Sedangkan Mas Hakam, dia terlihat dengan susah payah menelan ludah dan sesekali melirik wajah Ratih dengan wajah memerah menahan amarah.

"Sekarang kalian tahu kan, Mas Hakam yang mandul. Bukan aku. Jadi, sekarang kalian juga tahu kalau anak yang sedang dikandung wanita murahan itu bukan anaknya Mas Hakam. Dan satu lagi. Ibu sudah berani menampar aku. Aku akan menuntut Ibu karena sudah berani main kasar. Selamat menikmati permainan kalian, juga menjadi orang bodoh karena sudah berhasil dibodohi oleh Ratih. Silakan ambil suamiku, Ratih. Permisi!"

"Oh, ya. Satu lagi. Tolong lepas jas, celana serta jam tangan kamu, Mas. Karena itu semua dibeli menggunakan uang aku. Kalau tidak, sekarang juga aku akan melaporkan kamu ke polisi karena kasus perzinaan juga karena kamu telah menikah lagi tanpa sepengetahuan aku istri sah kamu, juga melaporkan Ibu karena sudah berani bermain kasar denganku!" ancamku seraya menyilang tangan di depan dada.

Sekali lagi, aku lihat Mas Hakam menelan ludah dengan susah payah kemudian lekas melepaskan jas serta celananya dan menyerahkannya kepadaku.

Suasana berubah menjadi riuh karena kini mempelai pria yang tadinya terlihat begitu tampan serta gagah hanya mengenakan kaus dalam serta celana pendek saja.

Ini baru permulaan, Mas. Aku akan membuat hidup kamu dan gundik kamu itu tidak pernah bahagia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status