공유

SSUM Part 05

작가: Firdawati
last update 최신 업데이트: 2022-09-26 12:46:33

Bismillahirrahmanirrahim.

Seminggu pun berlalu, daganganku selalu habis  bahkan cenderung kurang. Aku harus tambah dagangan, supaya tidak mengecewakan pelanggan. Tapi aku tidak bisa mengerjakan sendiri, aku butuh bantuan tenaga orang lain. 

Aku tidak menyangka daganganku laris manis. Mungkin inilah rezeki Nisa dan Dio, yang tidak bisa dipenuhi oleh ayahnya. Asal mau usaha, pasti ada hasilnya. Senyumku merekah seketika.

Nantilah aku pikirkan sambil jalan. Cari pegawai yang jujur juga tidak mudah. Perlu kehati-hatian, supaya usahaku tidak gulung tikar. Meskipun jualan remeh, bagi pandangan sebagian orang. Tapi bagiku sangat menyenangkan. Tapi tidak perlu berkecil hati, yang penting halal.

Besok adalah waktunya Bang Jun pulang. Aku segera memasukkan meja  ke dalam, biar Bang Jun tidak curiga. Kalau Bang Jun tahu, ia bisa marah besar. Tak lupa aku tarok pengumuman, bahwa hari Sabtu dan Minggu libur. Supaya tidak ada pelanggan yang datang keesokan harinya. Jadi jualannya 5 hari saja, dari hari Senin sampai Jum’at. Uang yang kudapatkan 5 hari itu sudah cukup memadai untuk membiayai semua kebutuhan dan tagihanku.

Sambil menunggu kepulangan Bang Jun, aku segera merapikan rumah yang hampir 5 hari ini tidak sempat kuurus. Jangan sampai rumah berantakan dan membuat Bang Jun curiga. Itu tidak boleh terjadi, selagi masih bisa kurahasiakan, maka akan kusembunyikan. Bila saatnya rahasia ini terendus, aku pun sudah siap menghadapinya.

Tak terasa dengan kesibukan membereskan baskom bekas adukan bakwan, dll. Malam pun menjelang. Kini kami tengah berada di kamar, merehatkan badan, setelah lelah seharian berkutat dengan merapikan semua sudut rumah.

“Mama capek ya seharian bekerja, mau Aku pijitin pundak dan kaki mama,” tawar Nisa seraya meraih balsem di nakas.

“Emang Nisa tidak jijik pegang balsem, kan lengket,” sanggahku cepat. Aku tidak mau membuatnya capek, dia sudah lelah seharian menjaga adeknya.

“Tidak apa Ma, boleh ya, aku mau jadi anak yang berbakti. Kata Bu guru di sekolah, jangan biarkan orang tua repot sendiri, sebagai anak sudah berkewajiban untuk membantu.”

“Ya Allah anak Mama pintar sekali. Ya sudah! Sebentar saja ya, Nisa kan juga capek bantuin jagain Dio.”

Tanpa menunda lagi, Nisa langsung membuka tutup balsem dan mengusapkan di pundak dan kakiku. Benar saja, meskipun pijitan Nisa pelan, ada rasa segar yang terasa, pegal-pegal hilang. Nisa melakukan dengan tulus. Aku bangga memiliki anak seperti Nisa.

“Sudah! Sudah Nak, Mama sudah jauh lebih baik. Sekarang waktunya kita tidur, jangan lupa baca doa ya.”

Nisa mengangguk. Lalu memejamkan mata.  Semoga mimpi indah ya sayang, kuciumi pipi keduanya. Akhirnya kami tidur dengan pulas.

Pagi pun menjelang, aku segera merapikan tempat tidur dan menyiapkan sarapan pagi.  Memandikan Dio dan menyuapinya. Setelahnya Nisa dan Dio santai di ruang keluarga menonton film kartun kesukaan mereka. Sementara aku berada di kamar. Setrikaan menggunung, karena lima hari tidak tersentuh. Jangan sampai Bang Jun bertanya-tanya, ngapain saja kerjaku, hingga setrikaan sampai meninggi begitu.

Selesai menyetrika pakaian, pekerjaanku belumlah usai. Aku harus masak untuk makan siang Bang Jun. Segera saja kucek bahan di kulkas. Hanya ada kentang dan telur. Kalau aku masak itu doang, pasti kena ceramah lagi. Mending aku beli ke Kang sayur.

"Nisa, Mama mau belanja sayur. Kamu jagain Dio ya."

Aku segera berangkat setelah mendengar sahutan dari Nisa. Di sana sudah kumpul ibu- ibu yang memilah belanjaan.

"Pasti Bu Arini beli tahu tenpe lagi nih," celetuk Bu Lisa berbisik ke telinga Bu Marni. Celetukan Bu Lisa mampir ke telingaku. 

Panas kupingku mendengar celetukan Bu Lisa, membuatku belanja tanpa berpikir lebih dulu. Main pesan langsung saja, menunjukkan padanya, bahwa kini aku bukan lagi Arini yang hanya bisa memberikan asupan biasa untuk kedua anakku.

Spontan saja aku bertanya dengan suara lantang ke Kang sayur.

"Ada ayam dan ikan gurame gak Kang." Tanyaku seraya melirik ke Bu Lisa.

"Ada dong," sahut Kang sayur seraya menunjuk ayam dan ikan yang terletak persis di depan Bu Lisa.

"Eh Bu Lisa, dugaanmu salah kali ini. Bu Arini tidak beli tempe tahu tuh, tapi beli ayam dan gurame. Aku tidak heran sih, dagangan Bu Arini kan laku keras, jadi tidak pikir dua kali dia belanja kali ini."

Kulihat Bu Lisa menghentakkan kaki. Karena dugaannya salah. Aku mencibir puas. Mulai detik ini tidak ada lagi tahu tempe berkali-kali. Anakku pasti makan enak sekarang.

"Tumben ibu beli ayam dan ikan gurame, lagi banyak duit ya," canda Kang sayur menyerahkan ayam dan ikan gurame ke tanganku.

Ini lagi, ikut-ikutan julid kayak Bu Lisa. Aku mendengus kesal. 

"Iya Kang, mulai hari ini bawakan saya bahan yang bervariasi, besok saya pesan udang dan ikan mas, masing-masing 1 kilo," ucapku, kembali melirik Bu Lisa. 

Ia tampak terbelalak kaget. Aku makin puas melihat raut wajahnya. Rasakan! lihat Bu Lisa, aku kini bukan lagi ratu pelit yang kalian sematkan.

"Kang Jupri ketinggalan info nih, sekarang Bu Arini dagang depan rumah. Makanya sekarang banyak duit."

"Boleh Kang, kapan-kapan mampir ke warungku," pintaku setelah menyerahkan uang pada Kang sayur.

Setelah membayar semua belanjaan itu, aku bergegas pulang. "Bu Lisa, Bu Marni aku duluan ya," ucapku pamit. Bu Marni membalas dengan senyuman, sementara Bu Lisa membalas dengan dengusan dan senyum terbalik.

Entah apa yang salah denganku, Bu Lisa sepertinya tidak menyukaiku. Tidak pernah ia menunjukkan sikap ramah, bila bertemu denganku. Seakan-akan aku ini musuh bebuyutan baginya.

Entah apa salahku.

Setelah sampai rumah, aku bergegas ke dapur, menyiangi ayan dan ikan. Satu jam kemudian, selesai juga tugasku masak. Tinggal menunggu kepulangan Bang Jun.

Tak lama berselang, terdengar salam dari luar.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” kudengar sahutan dari  Nisa menjawab salam ayahnya.

“Horee ayah pulang,” teriak Dio langsung lari terbirit-birit ke luar. Begitu juga dengan Nisa, mereka berlarian memeluk Bang Jun. Aku berada di kamar sedang menyimpan baju yang baru selesai disetrika.

Setelah beres, aku segera ke dapur. Membuat secangkir teh manis hangat kesukaan Bang Jun. Aku segera meletakkan di meja, tak jauh dari tempat ia duduk. Aku kembali ke dapur, melanjutkan masak untuk makan siang.

Tidak ada lagi rasa rindu dalam hatiku, padahal seminggu lamanya kami tinggal terpisah. Andai Bang Jun tidak pelit, mungkin rindu ini  membuncah untuknya. Tapi sayang, semakin kesini rasa cinta itu ikut terbang bersamaan dengan perubahan sikapnya.

Baru saja dua langkah kakiku berjalan, Bang Jun bicara.

“Duduklah sebentar Dek, kok buru-buru pergi.”

“Maaf Bang, tadi aku sedang masak lauk buat makan siang. Kalian habiskan lah waktu bertiga. Aku sudah kenyang main dengan mereka,” tolakku terus melanjutkan langkah ke dapur.

“Emang kamu tidak kangen dan rindu dengan suamimu ini,” candanya seraya menatapku bingung. Langkahku kembali terhenti, gugup menyerang, aku segera berbalik.

“Siapa yang tidak merindukan suaminya, setelah seminggu lamanya terpisah. Tapi lauk di belakang bila aku tak dilihat bisa gosong nanti. Setelah ini kita bisa melepaskan rindu,” sahutku tercekat dengan dada yang berdebar kencang. Semoga saja kebohonganku tidak tercium olehnya.

Entah kenapa aku ingin menghindar darinya. Tidak ada keinginan untuk bersamanya. Padahal kami telah terpisah jarak. Masak itu hanya alasan untuk menjauh darinya. Kegiatan memasak itu telah selesai tadi, sebelum dia datang.

Bersambung.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 49

    Bismillahirrahmanirrahim.“Kenapa ya Mit, Bang Juna melakukan ini padaku.”“Tentu saja ia ingin hidup enak denganmu. Sejarah, sekarang ini kamu wanita karier berpenghasilan besar. Tentu rugi bagi Juna itu berpisah denganmu."“Tapi, apa harus dengan cara mengambil paksa Nisa dariku, sehingga membuatku urung bercerai darinya. Itu membuatku semakin ilfil dan benci padanya.”“Jangan heran, uang bisa mengubah perilaku orang Rin, termasuk suamimu itu.”Aku mengangguk menanggapi perkataan Mita, ada benarnya juga sih. Aku tak heran, sejak ibu tahu aku memiliki usaha kafe itu, sifatnya mulai berubah. Percuma ibu mengambil hatiku sekarang, karena sudah tidak ada gunanya. Ibarat kata orang, sudah terlambat. Hatiku terlanjur sakit dan mati rasa.Suasana hening sejenak, kami sibuk dengan pikiran masing-masing.“Eh Arini, aku ada ide. Bagaimana kalau sementara ini, kita biarkan saja Nisa tinggal sama ayahnya. Paling juga tidak bertahan lama, sejarah lelaki itu pasti akan terbebani dengan mengurus N

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 48

    Bismillahirrahmanirrahim.Hampir setengah jam aku berdiri terpaku di depan mobil, namun Nisa tidak kelihatan juga batang hidungnya. Kenapa lama sekali anak itu muncul, apa ia sedang menangis lagi di kelas? Kayak waktu itu, batinku dalam hati. Sementara anak-anak yang lain sudah pulang dari tadi. Sekolah juga sudah mulai sepi. Aku jadi khawatir dibuatnya. Salahku juga sih tadi, datang terlambat. Bukan disengaja, tapi saat akan berangkat, Dio ingin pipis lebih dulu. Aku hanya telat 10 menit, kok bisa-bisanya Nisa tidak ada di sekolah. Aku semakin gelisah tak karuan.Apa Bang Juna yang menjemputnya lalu membawanya kabur. Kepanikan melandaku sesaat. ‘Ya Allah lindungi anakku.’ Bisikku dalam hati.Dengan langkah cepat seakan hendak berlari, aku meluncur ke gerbang sekolah. Lalu terus berjalan menuju ruang kelas, sesampainya di sana ruangan itu kosong melompong tanpa penghuni. Terus Nisa di mana? Tidak ada siapa pun tempat untuk bertanya. Aku beralih ke ruang guru dan menanyakan keberadaa

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 47

    Bismillahirrahmanirrahim.Hari demi hari terus berganti, tak terasa tiba saatnya bagiku melakukan tes DNA ulang terhadap bayi Mbak Zara dan Bang Juna. Aku sendiri yang turun tangan, biar lebih yakin. Supaya tidak ada lagi kecurigaan dan keterangan yang berbeda. Jangan sampai kali ini ada kekeliruan. Itu tidak akan kubiarkan terjadi, kudu hati-hati.Setengah jam yang lalu, aku telah berada di sini. Memastikan semuanya berjalan lancar. Mbak Zara juga sudah aku beritahu, sekalian sharelok tempat tes dilaksanakan. Begitu juga dengan Bang Juna. Pasangan yang bertolak belakang itu kini seperti orang kayak musuhan saja. Padahal sebelumnya mereka telah melewati malam yang dingin untuk saling menghangatkan.Apa salahnya mereka membesarkan bayi itu dengan kasih sayang yang melimpah seperti layaknya orang tua lain pada anaknya. Bukan mengingkari keberadaan bayi itu, seperti yang dilakukan Bang Juna. Habis manis sepah dibuang, begitulah ibarat peribahasa. Aku datang lebih awal dibandingkan yan

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 46

    Bismillahirrahmanirrahim.“Beberapa hari yang lalu, saat jemput Nisa di sekolah. Aku tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan seorang perempuan yang mengatakan bahwa aku ini, wanita yang tidak pandai berterima kasih, sudah ditolong malah sok jual mahal. Kalau boleh tahu, apa maksud perkataanmu waktu itu ya.” Arini memandang tak sabaran perempuan di depannya dengan rasa kepo tingkat tinggi. Wanita itu terdiam. Tak menyangka mungkin akan bertemu denganku di sini. Apalagi dengan pertanyaan to the poin yang aku lontarkan. Waktu itu jelas sekali mukanya tampak marah dan kesal. Apa ia tidak salah orang? Bagaimana bisa perkataannya itu dialamatkan padaku. Apa salahku? Jadi wajar bukan? Kalau aku bertanya. “Bisa jelaskan! Biar aku tidak kepikiran.” Sambungku lagi karena wanita ini tetap bungkam tanpa berkomentar apa pun. Sedangkan aku, sudah tak sabaran ingin mendengar langsung penjelasannya.Dret, dret.Tiba-tiba ponsel wanita itu berbunyi. Tanpa menjawab pertanyaanku, wanita itu langsu

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 45

    "Baiklah, jika itu yang kamu mau. Kita lakukan tes ulang, di mana tempatnya?" ucap ibu yakin. Tidak terlihat gentar dan takut, bila hasilnya tidak memihak padanya. Ibu sangat percaya diri nampaknya. Gantian aku yang gelisah, akibat terlanjur berjanji akan menerima Bang Juna seutuhnya bila hasil tes itu negatif. Sedangkan aku sangat berharap kali ini hasilnya positif. “Oh iya mengenai tempat tesnya biar ibu yang cari, kamu sangat sibuk, tentu tidak mungkin sempat—“ perkataan ibu langsung aku potong begitu saja. “Tidak Bu, tempat tes sudah aku tentuin. Pagi hari sebelum ke sana, aku info in tempatnya.”“A-apa,” tanya ibu terbata-bata.“Iya Bu, mengenai tempatnya ibu tidak perlu repot, aku sudah ada tempat untuk itu.”“Di mana?”“Pada hari H, aku akan sharelok ke ibu atau Bang Juna,” kataku datar.“Apa tidak bisa sekarang?”Aku menatap sejenak perempuan yang ada di hadapanku. Apa katanya tadi, minta share tempatnya sekarang? Yang benar saja, mana mungkin aku kasih tahu saat ini. Bisa-b

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 44

    Bismillahirrahmanirrahim.Dengan kedua bukti di tangan, aku pergi sendiri ke rumah sakit, membuktikan keabsahan kedua surat itu. Untung Pak Andra memberitahuku tempat yang bisa dipercaya dan tidak mudah termakan sogokan.Sesampainya di sana, betapa terkejutnya aku. Katanya kedua surat keterangan itu sah tanpa ada pemalsuan. Kok bisa anak yang dilahirkan itu memiliki dua hasil tes yang berbeda. Rasanya kok aneh, siapa yang bisa aku percaya sekarang? Mbak Zara atau Bang Juna. Mereka berdua menunjukkan bukti yang benar.“Tidak salah apa yang dokter sampaikan, jadi kedua surat keterangan itu sah, bukan hasil rekayasa.”“Tentu saja kedua surat keterangan itu sah. Saya bisa pastikan tidak ada kekeliruan dari hasil tes itu.” Jelas Dokter seraya tersenyum ramah.“Itu tidak mungkin Dok? Satu anak memiliki dua hasil tes yang berbeda.” Ucapku menyangsikan keterangan yang dokter berikan.Dokter itu nampak mengernyit bingung, seraya berpikir.“Begini saja, tolong ceritakan lebih detail mengenai du

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status