Dalam gemuruh malam yang sunyi, Lana melangkah gontai menuju kamarnya, langkahnya tidak lagi seindah ketika dia tiba di restoran tadi. Rasa hangat dari alkohol yang merasuki tubuhnya mulai memudar, digantikan oleh kekosongan hatinya yang dalam. Begitu pintu kamar terbuka, sinar tipis lampu di ruangan itu menyilaukan matanya yang lelah. Rudi telah tidur, lengkap dengan tatanan rambut cokelatnya yang kusut dan wajahnya yang damai saat dia tertidur.Sayangnya, damai bukanlah kata yang bisa digunakan untuk menggambarkan perasaan Lana saat ini. Dia merasa terjebak dalam labirin emosionalnya sendiri, dan malam ini alkohol telah menjadi penyelamat sementara dari kenyataan yang sulit dia terima. Lana melihat bingkai foto pernikahan mereka yang selalu berada di meja nakasnya. Tatapan mereka dalam foto itu terlihat bahagia, ceria, dan penuh cinta. Pandangannya terpaku pada foto itu ketika senyuman mereka yang dulu begitu riang kini terasa seperti kenangan yang jauh.Dalam ledakan emosi, Lana me
Lana melangkah dengan penuh percaya diri menuju kantornya. Setelah seminggu berlalu sejak malam yang penuh gairah dan kasih sayang, kehidupan pernikahan Lana dan Rudi semakin membaik. Suasana hatinya jauh lebih cerah daripada sebelumnya, dan dia merasa seperti hubungan mereka akhirnya bisa dipulihkan.Ketika Lana tiba di kantor, ia merasa seperti ada atmosfer yang berbeda. Sejumlah wajah baru tampak sibuk di sekitarnya, dan beberapa karyawan baru tampak bersemangat menyambutnya. Lana tersenyum dan membalas sapaan beberapa karyawan yang menyapanya, merasa senang dengan semangat dan antusiasme mereka. Ia merasa bahwa semuanya berjalan dengan baik, hingga pandangannya tertuju pada seorang pria di tengah kerumunan, yang tampaknya menjadi pusat perhatian.Pria itu adalah Raka. Ia berdiri di tengah kumpulan karyawan baru, tersenyum cerah, dan terlihat sangat percaya diri. Pria itu tersenyum hangat ketika melihat Lana memasuki ruangan. Lana terdiam, dan hatinya berdegup lebih cepat. Lana te
Raka membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya yang lelah. Beberapa hari terakhir, ia telah bekerja keras, mengerjakan tugas-tugas yang sebelumnya tak pernah terbayangkan akan ia lakukan. Ia telah mengorbankan segala energinya untuk membuktikan diri kepada Lana, wanita yang memenuhi pikiran dan hatinya dengan kerumitan yang tak terbayangkan sebelumnya. Perasaan tergila-gila pada sosok wanita yang lebih dewasa, tegas, dan independen seperti Lana adalah hal baru bagi Raka. Ia lebih terbiasa dengan para wanita yang mendekatinya terlebih dahulu, bukannya sebaliknya.Wajah cantik Lana muncul di depan matanya, bahkan dalam keadaan separuh sadar seperti ini. Aroma harum parfum dari tubuh wanita itu menyelinap ke hidungnya, membuatnya semakin terhanyut dalam pesona Lana. Tanpa sadar, bibirnya membisikkan nama wanita itu dengan lemah."Lana..."Suara lembut Lana memecah keheningan. "Di luar hujan," katanya dengan nada penuh perhatian. "Kamu harus segera pulang dan beristirahat, Raka."Raka
Untuk sesaat Lana membiarkan Raka memeluknya, merasakan dekapan erat yang membuat hatinya berdebar kencang. Tubuhnya bergetar saat Raka melepaskan pelukan itu. "Lana," desah Raka, matanya masih memandang penuh hasrat.Lana berbalik, menatapnya dengan pandangan yang penuh kebingungan dan keragu-raguan. Raka merengkuh Lana lagi, mencium bibirnya dengan penuh gairah, tanpa memberi kesempatan pada Lana untuk berkata apa-apa. Lana mencoba mendorongnya lagi, tetapi Raka terlalu kuat dan tak terkendali. Bibir mereka bersatu dalam ciuman yang mendalam dan membara.Sesaat, Lana merasa terhanyut dalam pesona Raka yang tiba-tiba menguasai seluruh dirinya. Panas dan dingin bergulir di tubuhnya, menciptakan sensasi yang tak terlupakan. Ia merasa lemah, tetapi di saat yang bersamaan, gairah meletup di dalam dirinya.Ciuman Raka sangat membara, bahkan lebih bergairah daripada ciumannya saat mereka berada di Paris. Sekejap kenangannya melayang pada saat-saat indah yang pernah mereka habiskan bersama
Raka merasa kehangatan tangan Lana yang lembut seakan-akan memberinya sedikit ketenangan di tengah-tengah kekacauan emosinya. Matanya yang tadinya penuh dengan kebingungan dan keputusasaan, kini mencoba mencari pengertian dalam sorot mata hangat Lana. Dia bisa merasakan denyut nadi yang berdetak cepat di telapak tangan wanita itu, seolah-olah merasakan getaran emosi yang sama di dalam hatinya.Lana duduk di samping tempat tidur, tetapi matanya masih terlihat ragu dan penuh pertanyaan. Dia membiarkan Raka menggenggam tangannya, tidak menghindar atau menariknya.Raka duduk dengan perlahan, mencoba mengusir rasa pusing yang masih mengganggunya. Dia melepaskan tangannya dari Lana dan memandang wajah wanita itu dengan ekspresi yang tampak bersalah."Maaf, Lana," katanya dengan suara lembut, penuh penyesalan. "Aku tidak seharusnya melampiaskan amarahku seperti tadi. Itu tidak adil untuk kamu. Aku... aku kehilangan kendali diri. Tapi aku tidak bermaksud menyakiti kamu."Raka menatapnya denga
Lana melangkah keluar dari bangunan proyek hotel yang sedang dibangun, merasa puas dengan perkembangan yang telah dicapai. Proyek ini adalah salah satu yang cukup penting bagi perusahaannya, dan melihat perkembangannya membuatnya merasa yakin bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar.Lana melangkah keluar dari bangunan proyek dan menuju tempat mobilnya terparkir. Sinar matahari menyinari wajahnya, dan angin sejuk membuatnya merasa lebih baik. Lana membuka pintu mobil dan duduk di dalam, bersiap untuk kembali ke kantor. Namun, ketika dia menyalakan mesin mobilnya dan berbalik untuk meninggalkan tempat itu, pandangannya tertangkap oleh sesuatu yang sangat tak terduga.Rudi baru saja keluar dari salah satu toko perhiasan yang terletak tidak jauh dari tempat ia berada. Dia tidak sendirian; di belakangnya terlihat Sandra, sekretarisnya yang cantik, yang mengikuti langkahnya. Mata Lana melebar dalam ketidakpercayaan saat dia memandang pemandangan itu. Lana tahu bahwa Rudi sedang melakukan
Lana duduk di ruangannya dengan fokus penuh pada pekerjaannya. Dia menandatangani beberapa dokumen yang sebelumnya tertunda dan menjawab beberapa email penting. Tak lama, Rudi masuk ke ruangan Lana dengan senyum yang manis, dan begitu bibirnya menyentuh bibir Lana dalam ciuman tiba-tiba, wanita itu langsung merasa terkejut. Lana membiarkan dirinya terbawa dalam momen kejutan itu, terkejut oleh kehangatan yang hilang dalam beberapa waktu belakangan.Ketika Rudi melepaskan ciumannya, Lana masih terengah-engah, mencoba mengembalikan nafasnya. Dia menyadari bahwa dia sudah merindukan keintiman seperti itu. “Kenapa nggak bilang kalau mau datang?” Rudi tersenyum dan mencubit perlahan hidung Lana. "Aku cuma mau kasih kamu kejutan, sayang. Sekalian aku mau bawa istriku yang cantik ini makan siang.” jawab Rudi dengan santainya.Lana merasa senang mendengar itu. Selama beberapa waktu terakhir, hubungan mereka terasa dingin dan tegang, dan sekarang Rudi kembali seperti dulu. "Terima kasih, Rud.
Lana merasakan detak jantungnya semakin cepat saat melihat jam di dashboard mobilnya menunjukkan waktu yang semakin mendekati acara ulang tahun ayah mertuanya. Jalanan Jakarta yang macet membuatnya semakin gelisah. Sudah sejak tadi Rudi menelponnya, menawarkan untuk menjemputnya, tetapi Lana memilih menolak. Pikirnya, jika Rudi harus mengambilnya, mereka berdua akan terlambat, membuat ayah mertuanya kecewa karena putra semata wayangnya terlambat dalam momen bersejarah ulang tahun yang ke-60.Ponselnya berdering lagi, menandakan panggilan dari Rudi. Dengan cepat, Lana mengangkat telepon."Hey, sayang. Kamu sudah sampai?" tanya Rudi dengan suara hangatnya."Belum, Rud. Aku masih stuck di jalan. Maaf, ini luar kendaliku," jawab Lana, mencoba menyembunyikan kecemasannya.“Apa acaranya sudah dimulai?” tanya Lana dengan sedikit cemas.“Papa masih menunggu kamu, belum mau mulai kalau menantunya belum datang. Tapi kamu tenang aja, aku akan kasih pengertian sama Papa,” balas Rudi.“Maaf ya, Ru