Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Medina Suryadinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Tunai. Ya, tunai sudah janjiku untuk menikahimu, Aisyah. Aku bukan lelaki yang dengan mudah mengingkari janji. Namun, aku juga bukan manusia yang memiliki keluasan hati untuk menerima rasa sakit ini. Kutunaikan janjiku, lalu kukembalikan kita pada semula. Kamu dengan orang tuamu dan aku kembali kepada orang tuaku. “Hari ini, tepatnya lima menit yang lalu, saya Adnan Malik telah menikahi wanita yang teramat saya cintai, Aisyah Medina Suryadinata binti Rahadi Suryadinata. Namun, saat ini juga saya kembalikan wanita ini kepada orang tuanya, Aisyah Medina Suryadinata ... mulai saat ini, kamu bukan istriku lagi, aku menjatuhkan talak untukmu!”
Lihat lebih banyakBab 5: PoV Adnan "Ayo kita menikah." Aku menyodorkan cincin lamaranku padanya, berlutut di hadapan Aisyah, juga memberikan sekuntum bunga merah muda yang kupesan jauh-jauh hari bersama cincin itu. "Hah? Kapan? Sekarang?" jawabnya menggemaskan. Matanya membulat, wajahnya memerah, dia tersenyum senang kemudian menangis terharu setelah aku mengucapkan kalimat yang paling ingin didengarnya setelah kami menjalin hubungan selama tiga tahun. "Haha, bukan. Maksudnya, aku ingin segera menikah denganmu. Aku pikir tiga tahun cukup untuk saling mengenal. Orang tua kita juga sudah merestui." "Mas Adnan bicara begini serius, ‘kan? Tidak bercanda?" "Mana mungkin aku bercanda. Aku ingin kita segera ke tahap yang lebih serius, Aisyah." "Mas, terima kasih. Aku terharu juga bahagia. Selama ini pun kamu tidak pernah merendahkan martabatku." "Tentu saja, Aisyah. Tidak ada alasan untuk aku melukai harga diri dan perasaan dari orang yang aku cintai. Kalaupun itu terjadi, artinya aku su
Mendatangi sang ahliSudah dua hari aku menempati unit milik Yudha, selama itu pula aku hanya mengurung diri di kamar. Otakku seperti tak berfungsi. Semua masalah ini berjegalan di dalam sini, tetapi tak ada satu pun yang mendapat jalan keluar.Aku tak berani menyalakan TV, ponsel pun sejak kemarin sudah dinonaktifkan, yang kubisa hanya menangis, meratapi diri. Masih tak percaya dengan apa yang tengah kualami. Saat datang untuk mengantarkan sarapan tadi pagi, Yudha berpesan agar aku bersiap siang ini untuk pergi menemui seseorang.“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Begitu jawabnya saat kutanya kami akan pergi ke mana.Saat ini sudah hampir jam sebelas siang, sudah waktunya aku bersiap. Jangan sampai Yudha datang aku masih dalam belum bersiap.Celana jeans yang dipadukan outer berwarna krem serta hijab segi empat sederhana berwarna senada kupilih untuk dipakai siang ini. Selain simpel, juga karena baju itulah yang berada di tumpukan teratas dalam koperku yang sampai saat ini belum kukel
Bab 3: Titik Terang Kuberanikan diri mengetuk pintu. Bagaimana pun aku harus bicara kepada orang tuaku. Memejamkan mata dan menyiapkan mental, hanya itu yang dapat kulakukan selain berdoa.Aku melirik Yudha yang bersandar di pintu mobil, ia tersenyum dan mengangguk seakan paham dengan apa yang menjejali benak ini.Satu kali, salamku tak ada jawaban. Dua kali, masih tetap sama. Hingga akhirnya pada ketukan yang ketiga, terdengar langkah mendekat.Seraut wajah penuh kasih muncul saat pintu terbuka dengan perlahan.“Ibu ....”“Aisyah ....” Sontak aku menghambur ke dalam pelukannya dan menumpahkan tangis, dapat kurasakan belaian lembutnya di punggung dan kepalaku yang tertutup hijab.“Untuk apalagi kamu datang ke sini! Dasar anak tidak tahu diri! Bikin malu keluarga. Pergi kamu, Aisyah!” hardik Ayah yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ibu.“Sejak lahir dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih, nyatanya setelah besar bisanya hanya membuat malu keluarga. Pergi kamu dan jangan perna
Bab 2 Gegas aku memutar badan untuk mengejarnya, "Tunggu!" Akan tetapi, tak kutemukan siapa pun. Hanya ada satu orang pelayan hotel yang sepertinya telah selesai mengantarkan pesanan. "Enggak ada siapa-siapa di sini. Apa aku salah lihat?" Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, sepi. Sama sekali tidak ada orang selain diriku. Aku berniat untuk menyusuri tempat ini perlahan karena sangat yakin dengan yang tadi kulihat. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba netraku menangkap sesuatu yang berkilau di lantai, sebuah anting! Ya, berarti benar tadi ada seseorang di sini. Aku akan menyimpannya siapa tahu suatu saat nanti ini akan aku butuhkan. Aku bergegas menuju resepsionis karena yakin dia belum jauh dan pasti masih ada di sekitar sini. Bukan aku terlalu berpikir buruk, tetapi melihat caranya seperti tadi sangat mencurigakan terlebih lagi dengan fitnah yang kualami saat ini. “Selamat sore,” sapaku pada resepsionis yang bertugas.“Selamat sore, Bu, ada yang bisa
“Adnan Malik, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya, Aisyah Medina Suryadinata dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai lima puluh juta rupiah dibayar tunai.” “Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Medina Suryadinata binti Rahadi Suryadinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Bagaimana, Saksi?” “Sah!”“Sah!”“Alhamdulillah.” Lalu serangkaian doa pun terucap dari semua yang hadir di acara sakral ini. Aku sangat bahagia, bagaimana tidak? Perjalanan cinta yang terjalin selama tiga tahun ini akhirnya berujung semestinya.Kami menandatangani berkas yang telah disediakan oleh Penghulu, tanda bahwa kami telah resmi menjadi pasangan halal. Lalu aku mencium tangan Mas Adnan yang kini bergelar suami dan ia pun mencium keningku lama sekali. Tiba-tiba Mas Adnan memelukku erat sekali dan berbisik, “Maafkan aku, Aisyah ....” Aku menjawab bisikannya dengan penuh keheranan. Untuk apa Mas Adnan meminta maaf? Apakah karena dia menikahi aku? Entah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen