Share

02

Setelah pergi meninggalkan pasangan baru itu, di sepanjang jalan. Alona terus menitikkan air matanya. Sakit hati yang diterimanya terlalu berat untuk di tanggung oleh hatinya yang rapuh itu. Padahal, Zaiden dulu sangat mencintai dirinya bahkan saat orang tuanya menentang kisah cinta mereka, pria itu dengan teguh mempertahankannya. Lalu apa yang membuatnya berubah hanya dalam tiga hari? Kemana perginya janji yang selalu diucapkannya? Janji, bahwa dia tak akan pernah melepaskannya apapun yang terjadi, apakah semua itu hanyalah omong kosong belaka?

'Dewa, kenapa kamu begitu kejam padaku? Apa salahku hingga Engkau memperlakukan ku seperti ini?' batin Alona sembari terus berjalan. Akan tetapi. . .

Boom!!

Tiba-tiba, tubuh Alona di buat terbang hingga punggungnya mengenai pohon yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Uhuk! Darah segar pun kembali keluar dari mulutnya, Alona kemudian mendongakkan kepalanya dan mendapati sosok sang Ayah yang tengah berdiri di depan pintu rumah dengan raut wajah yang terlihat sangat murka, dibalik punggungnya terdapat ibu tirinya yang terlihat tersenyum puas menatap kondisi Alona yang sangat mengkhawatirkan.

"Masih berani kamu pulang ke rumah! Bagaimana bisa aku memiliki anak yang tak tahu malu sepertimu?! Ibumu di atas sana pasti sangat kecewa dengan dirimu! Enyah kamu dari rumahku! Mulai saat ini, kamu bukan anakku lagi," ucap sang Ayah lalu menutup pintu rumah dengan cukup keras.

Tubuh Alona tertegun sejenak, menatap pintu rumah yang sudah tidak terbuka lagi untuknya, bahkan Ayah kandungnya sendiri juga sudah tak menginginkan akan kehadirannya lagi.

Kepala Alona menunduk, kedua tangannya mengepal dengan erat. Apakah tak ada satu pun di dunia ini yang menginginkan dirinya lagi? Jika demikian, mengapa ia harus terlahir ke dunia ini jika pada akhirnya semua membuangnya layaknya sampah yang tidak berguna?

Seakan langit pun ikut serta tak menginginkan kehadirannya, hujan pun turun membasahi seluruh tubuhnya, rasa perih menjalar ke seluruh setiap kali tetesan air hujan itu mengenai luka ditubuhnya namun semua rasa perih itu tak sebanding dengan luka hati yang tengah ia rasakan.

Kepala Alona mendongkak, menatap pintu rumah itu sesaat, berharap sang Ayah akan membuka kembali pintu itu. Namun sayangnya, tak peduli seberapa lama ia menunggu hingga tubuhnya menggigil kedinginan, pintu itu tak pernah terbuka sedikit pun.

Menyadari bahwa Sang Ayah sangat serius dengan ucapannya, Alona pun memutuskan pergi dan tak akan kembali lagi ke rumah itu.

Tanpa disadari kedua kakinya membawa Alona ke sebuah jurang yang bernama Jurang Kematian, dimana tempat itu merupakan tempat paling terkutuk di kerjaan Vampir, yang mana tempat itu merupakan tempat pembuangan mayat Vampir karena sebuah perang pada masa silam.

Alona terdiam, menatap ke bawah jurang yang terdapat sebuah sungai yang mengalir dengan deras, Ia kemudian mendongkak menatap langit, menikmati tetesan air hujan yang jatuh ke wajahnya yang penuh luka itu.

"Mama, jika aku pergi menyusulmu hari ini, apakah kamu akan menyambutku di sana? Ataukah kamu akan memperlakukanku seperti Ayah, mengusirku dan memutuskan hubungan darah denganku?" Ungkapnya dengan pedih sembari menggenggam sebuah kalung giok biru peninggalan sang ibu.

"Mama, kenapa aku terlahir? Jika saja kamu tak melahirkanku, mungkin kamu tak akan berada di sana." Alona pun mulai terisak, dadanya semakin terasa lebih sesak, bahkan kedua kakinya terasa mati rasa dan sudah tak mampu menahan berat tubuhnya lagi.

Alona pun duduk bersimpuh sembari terisak menangis dengan sekencang-kencang. Setelah puas meluapkan semua kekesalan dan juga kekecewaannya, Alona kemudian bangkit kembali, dengan tatapan kosong ia menjatuhkan tubuhnya ke dalam jurang.

****

Cahaya sinar mentari mengintip masuk melalui sela-sela tirai yang kemudian diikuti oleh suara cuitan burung yang berasal dari balik jendela. Alona yang merasa terganggu pun langsung terbangun dari tidurnya. Ia terdiam sejenak dan berpikir bahwa dirinya telah mengalami mimpi buruk yang sangat panjang.

"Tapi, di mana ini?" Tanya Alona pada dirinya sendiri yang baru tersadar bahwa ia berada di tempat yang asing.

"Akhirnya kamu bangun juga!"

Alona terlonjak kaget ketika mendengar suara wanita yang begitu asing di telinganya, ia kemudian menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian sederhana namun terkesan elegan.

"Siapa kamu?! Dan kenapa aku di sini?! Apa kamu menculikku?" Tanya Alona dengan nada mengintimidasi.

Meski begitu, wanita tua itu tampak tidak bergeming sedikit pun. Dengan anggun, dia menuangkan teh pada sebuah cangkir. Kemudian, wanita tua itu berjalan menghampiri Alona dan memberikannya secangkir teh.

"Untuk apa aku menculik setengah Vampir sepertimu? Tidak berguna, kecuali jika kamu berhasil melahirkan bayi di dalam kandunganmu. Mungkin, itu lain cerita," ucap wanita itu.

" Tunggu? Aku hamil? Jangan bercan. . . " ucapan Alona terhenti ketika menyadari bahwa perutnya sedikit buncit dari biasanya. Ia kemudian bertanya pada wanita di depannya. " Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa hamil? Aku bahkan belum. . . Tunggu, apa mimpi itu nyata? Berapa lama aku tertidur?"

"Jika iya, memangnya kenapa? Apa kamu akan mencoba bunuh diri lagi? "

"Tentu saja, untuk apa aku hidup? "

"Sayangnya, hal itu tak akan pernah terjadi lagi karena selama bayi itu ada di dalam kandunganmu, maka selama itu kamu tak akan bisa mati seberapa keras kamu mencobanya. Hal ini sudah dibuktikan oleh kamu yang sudah tertidur selama tiga bulan lamanya. "

Seakan petir menyambar, Alona pun terdiam mendengar perkataan wanita tua di depannya.

Kendati begitu, Alona tak langsung mempercayai dengan ucapan wanita tua didepannya yang baru saja dilihatnya, ia kemudian mencoba beberapa teknik bunuh diri. Namun, semuanya selalu gagal total, entah itu karena talinya yang tiba-tiba menjadi rapuh atau benda tajam yang tiba-tiba berubah menjadi benda tumpul.

Hal ini membuatnya sangat frustasi, menyadari bahwa ucapan wanita tua itu ada benarnya

****

Tak terasa usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan.

Meski ucapan wanita tua itu ada benarnya, namun Alona tak pernah menyerah, ia tak akan membiarkan anaknya lahir ke dunia yang kejam dan berjanji akan membawanya ke tempat dimana mereka tak akan mengalami deskriminasi seperti yang dialaminya.

Beberapa menit yang lalu, Alona telah meminum racun serangga dengan dosis yang cukup tinggi, ia menyakini bahwa kandungan racun dalam cairan itu pasti akan memberinya efek samping.

Dan benar saja, beberapa menit kemudian, perut Alona tiba-tiba terasa sangat sakit dan rasa mulas yang begitu luar biasa, tak lama kemudian, darah mengalir diantara kedua kakinya.

Alona meringis kesakitan dan tiba-tiba merasa bersalah kemudian merasa takut jika terjadi sesuatu dengan bayi didalam kandungannya.

"Tolong!" Alona berteriak. Dia menyesal dan berharap bayinya dapat diselamatkan--apa pun yang terjadi

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status