"Kamu pasti lelah." Bibir pria itu tersenyum tipis.
"I–iya ...." Entah mengapa Nabila merasa gugup kali ini. Ya, bagaimana tidak. Sentuhan seperti ini sudah lama ia tidak rasakan dari pria tampan tersebut. Degup jantungnya pun berdebar semakin kencang.Zack memijat kaki Nabila dengan perlahan-lahan. Namun, tanpa ia sadari sentuhan telapak dan jari-jarinya itu menimbulkan getaran di tubuh sang wanita. Bahkan sebenarnya di dirinya sendiri. Ya, pria itu juga menikmati sentuhannya pada kulit halus Nabila yang sudah pernah ia rasakan sebelumnya.Di sudut hati terdalam sang pria entah mengapa seakan terpercik suatu gairah. Ia teringat kejadian di malam panjang ketika dirinya menyentuh Nabila untuk pertama kalinya.Wanita muda itu memang masih benar-benar tidak berpengalaman. Akan tetapi, justru hal itu menimbulkan kesan tersendiri bagi pria dewasa seperti Zack.Berbeda dengan ketika ia menyentuh Veronica ketika mereka berada di malam pertamaTanpa sadar bulir air mulai menggelantung di pelupuk mata Nabila. Kaca-kaca bening pun kini memburamkan pandangannya. Ia tidak menyangka Zack bisa membentak dirinya dengan begitu keras seperti itu demi membela wanita yang bahkan telah mengkhianati cinta tulusnya."Tapi ... tapi itu benar ...," ujar Nabila dengan suara bergetar dan ia pun mulai terisak.Zack menarik napas panjang. Jujur saja ia tidak sampai hati melihat seorang wanita menangis. Akan tetapi, ia benar-benar tidak terima jika Nabila berkata yang tidak-tidak tentang wanita yang selama ini sangat ia cintai. Pria itu memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut dengan langkah lebar, meninggalkan sang wanita menangis sendiri.Nabila pun berjalan ke arah kamarnya dengan hati yang patah. Percuma saja ia bicara. Zack benar-benar tidak percaya dengan apa yang dirinya sampaikan. Bahkan mendengar tentang hal itu pun lelaki itu tidak sudi."Aku akan pergi dari sini," bisik Nabila dengan geram. I
"Mmm ... aku nggak begitu yakin, sih. Soalnya tadi aku sibuk nyiapin sarapan," jawab Veronica atas pertanyaan sang suami.Zack mencebik. "Mungkin dia sedang jalan-jalan pagi ke taman," jawab pria itu cuek.Veronica menghela napas. Ia lalu mengambil duduk di salah satu kursi di samping sang suami. "Setelah sarapan, kamu mandi. Nanti cari Nabila," suruhnya seraya mulai menyuap makanan ke dalam mulut."Oke," sahut Zack datar.***Zack saat ini tengah memindai lapangan bermain di hadapannya. Ini akhir pekan, jadi di sana cukup ramai karena anak-anak tidak bersekolah. Ia mulai berjalan mengitari taman tersebut dan mencari-cari. Siapa tahu ada Nabila di antara orang-orang yang ada di sana."Hi, Mr. Robinson. How are you?" tanya seorang lelaki yang Zack kenal sebagai Nicky Jayden."Fine, Mr. Jayden." Zack menjabat tangan tetangganya yang terlihat sedang memperhatikan anak perempuannya itu. Si anak sedang asyik bermain perosotan
Seorang wanita yang berpenampilan anggun baru saja keluar dari ruang rapat dengan para pekerjanya sebelum mereka semua bubar dan pulang. Ya, hari ini mereka semua habis lembur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Wanita itu pun kembali ke ruang kerja pribadinya di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Wanita anggun itu mendaratkan bokong di kursi kebesarannya.Baru saja ia ingin memeriksa file-file yang masih tersisa sedikit lagi di meja kerja, terdengar dering ponsel pintar dari saku blazernya. Ia lalu merogoh dan mengangkat panggilan itu."Assalamualaikum, Ve. Apa kabar? Tumben jam segini nelepon?" sapanya riang."Wa alaikumus sallam, Hana! Nabila kabur!" Ya, itu Veronica yang berada di belahan dunia sana."Apa?!" Hana terperanjat. "Kabur gimana maksud kamu?" tanyanya cemas."Aku nggak ngerti, Han. Sebenarnya ada masalah apa dengan dia. Akhir-akhir ini memang dia kayak menghindar untuk mengobrol bersama kami. Ngg
Wanita muda itu bingung, apakah ia mesti menceritakan semuanya kepada Hana? Bukankah Hana sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri? Bahkan karena Hana-lah ia mengenal Zack, pria yang kini masih bertahta di lubuk hatinya. Melalui perantara kakaknya itu, ia bisa memperoleh uang yang banyak yang bahkan tidak pernah ia dapatkan sebelumnya meski bekerja di mana pun."Gimana kabar kandungan kamu ini?" Hana membelai perut buncit Nabila dengan sebelah tangannya dengan lembut.Nabila melihat ke arah tangan hangat sang kakak yang menyentuh perutnya itu. "Alhamdulillah, sehat, Kak," jawabnya lirih."Aku harap kamu juga sehat," ujar Hana dengan nada datar, tidak seperti ketika beberapa waktu lalu Nabila dan wanita itu berbicara tentang penawaran menjadi surrogate mother. Begitu kekeluargaan dan hangat."Ya, alhamdulilah ...," jawab Nabila lagi."Tapi aku sangsi, kalau pikiranmu juga sehat," sindir Hana sembari tersenyum kecut.Nabila hanya b
Ya, di mana saja dia berada, Nabila selalu merasa diabaikan. Dirinya merasa selalu dianggap bodoh dan tidak pantas untuk didengarkan. Ia berpikir keras, bagaimana caranya agar ia bisa pergi dari rumah itu. Apalagi mendengar kalau Zack dan Veronica akan datang menyusul ke Indonesia. Ia sudah tidak mau lagi melihat kedua orang itu. Biar saja mereka hilang dari hidupnya. Begitu pikirnya sekarang. Nabila hanya ingin bersama bayinya saja. Ya, hanya bayinya itu yang merupakan teman setianya. Tidak ada orang lain ....Tak lama Hana pun pergi untuk bekerja."Ini camilannya, Mbak. Silakan ...," tawar Mbok Tarni kepada Nabila yang sedang duduk-duduk di teras belakang rumah Hana sembari meletakkan satu nampan berisi sepiring bollen pisang dan secangkir teh hangat.Tawaran itu mengembalikan Nabila ke dunia nyata. Pikirannya terasa sedang kusut masai karena memikirkan ke mana ia akan pergi selanjutnya. Tidak ada seorang pun yang bisa ia harapkan di
Veronica terkejut bukan kepalang mendengar informasi dari Hana. "I'm sorry, Ve ... aku udah lalai ngejagain dia ...," keluh Hana menyesal."Gi–Gimana ini, Haan? Kok, bisa kabur lagi, sih!" Veronica terdengar kesal sekaligus sedih. "Aku udah bicara dengan dia. Dan kupikir dia bakal tenang di rumahku. Nyatanya dia kabur lagi tanpa sepengetahuan orang-orangku di rumah," jelas Hana."Sialan banget tu anak! Gemess aku! Dia bawa anak kami! Kalau udah ngelahirin dan anak itu ada sama kami, nggak masalah. Ini ... aaargh!" cetus Veronica. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun rasanya. "Maunya apa sih, tuh bocah, Han?! Aku percaya, karena dia rekomendasi dari kamu. Kamu sahabat baikku! Nyatanya malah kayak gini. Padahal udah dikasih semua kebutuhan dia, bahkan sudah aku anggap seperti keluarga sendiri!" omel wanita itu lagi."Ve, kamu ada hubungan apa dengan investormu, hhh?" tanya Hana akhirnya. Ia teringat, kalau karena hal itulah Nabila ingin kab
"Iya ...." Hana menundukkan pandangannya. Ia benar-benar menyesal. Karena keteledoran dirinyalah akhirnya menyebabkan masalah bagi kehidupan rumah tangga sang sahabat. Veronica dan Zack menyimak dengan saksama."Aku kemarin berkunjung ke rumah orang tua angkatnya untuk mencari informasi. Kata ibunya, Nabila pernah berbuat sesuatu yang membahayakan di keluarga itu," lanjut Hana."Sesuatu yang membahayakan bagaimana?" tanya Zack. Ia pun ikut penasaran. Selama ini, pria tersebut tidak melihat gelagat yang tidak baik pada Nabila. Wanita muda itu bahkan terlihat seperti perempuan baik-baik. Di mata Zack, Nabila itu rajin beribadah, dia juga masih virgin ketika ia menyentuhnya. Zack sendiri adalah lelaki pertama yang menyentuh Nabila. Ya, itu artinya kalau wanita berwajah manis tersebut adalah termasuk perempuan yang menjaga dirinya dengan baik. Di mana yang ia tahu, di zaman sekarang, sudah begitu jarang perempuan bisa menjaga keperawananny
"Akuu ... aku nggak tahu, Mr." Akhirnya kalimat itu yang keluar dari lisan Metta. Ia benar-benar tidak terpikir, ke mana Nabila akan pergi saat ini. Ia tidak mengenal teman-teman Nabila lainnya."Hmm, Oke," sahut Zack seraya menghela napas berat. Begitu juga Veronica, ia terlihat kecewa. Karena hasil pencarian hari ini, nihil. Percuma saja ia mendatangi tempat kumuh itu. Akan tetapi, tidak mendapatkan informasi apa-apa."Metta, kalau boleh saya tahu, menurut kamu ... Nabila itu orangnya seperti apa?" tanya Zack. Semenjak Hana mengatakan kalau Nabila pernah berbuat jahat, ia jadi begitu penasaran, karena di dalam hatinya yang paling dalam, seolah ia tidak mempercayai hal tersebut."Oh, Nabilaaaa ...." Metta menerawang. "Selama yang aku kenal sih, dia orangnya baik. Mau menerima dan mendengar keluh kesah aku sebagai temannya, Mr. Terus, dia juga tidak pelit. Ya, kami sering saling berbagi selama ini." Metta tersenyum. Ia teringat ketika meminjam ua