/ Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Bab 3: Pernikahan Sandiwara

공유

Bab 3: Pernikahan Sandiwara

작가: Senja Berpena
last update 최신 업데이트: 2024-11-13 15:43:03

Smith menggelengkan kepalanya cepat, gerakannya penuh penolakan yang membabi buta, seolah mencoba membuang kenyataan itu dari pikirannya. “No, Dad! Aku tidak ingin menikahinya,” ucapnya, suaranya keras dan penuh penentangan. Wajahnya diliputi kemarahan yang menggelegak, napasnya memburu.

“Apa yang kau pikirkan sampai memutuskan hal konyol seperti itu?” Suaranya menggantung, nadanya memotong ketegangan yang telah mengunci mereka semua di dalam ruangan itu.

Laura, yang masih berdiri kaku, mencoba menguasai dirinya sendiri. Matanya memandang Vincent dengan penuh keterkejutan yang menyakitkan. “Tuan, bukan ini yang saya inginkan,” katanya, suaranya hampir berbisik, seolah setiap kata adalah duri yang menusuk lidahnya. “Saya tidak ingin menikah dengannya.”

Tatapan Vincent tetap dingin, tak tergoyahkan, seperti batu karang yang menantang badai. “Tidak bisa,” ujarnya datar, suaranya bagaikan palu yang menghantam tanpa belas kasihan. “Keputusanku sudah mutlak. Kau datang kemari meminta pertolongan padaku, bukan? Jadi, ini pertolongan yang kuberikan padamu.”

Laura menggigit bibirnya pelan, kepalanya menggeleng, perlahan, seperti seseorang yang terperangkap dalam mimpi buruk yang nyata. Ini bukanlah pertolongan; ini adalah jebakan, jerat yang halus tapi mencekik, menariknya ke dalam jurang yang gelap dan tak berdasar.

“Dad!” Smith melanjutkan, napasnya tersengal saat ia berusaha merangkai kata-kata yang bisa membebaskannya dari takdir ini. “Aku akan bertanggung jawab, apa pun itu. Tapi tidak dengan menikahinya.” Matanya membelalak, penuh harap, seolah dengan menatap ayahnya, ia bisa menggoyahkan keputusan itu. “Dad! Dia bukan tipeku. Dia hanya… seorang karyawan biasa di sini, bukan?”

Vincent menatapnya, pandangannya tajam, dingin, dan tak tersentuh oleh protes putranya. “Kau melakukan pemerkosaan padanya, Smith.” Suaranya menusuk, seperti belati yang diselipkan di antara kata-kata. “Salah satu bentuk tanggung jawab setelah memperkosa orang adalah menikahinya. Apa kau tidak paham maksudku?”

Laura mengatupkan tangan menjadi kepalan erat, kuku-kuku jarinya menggali ke dalam telapak tangannya, menahan rasa marah yang berdesakan di dadanya.

Keputusan ini, yang datang dari atasannya, terasa seperti rantai yang mencekik, menahan segala kata dan harapan, memaksanya menerima takdir yang tak pernah ia bayangkan.

“Oh my God, Dad. Apa kau tidak malu memiliki seorang menantu dari perempuan biasa sepertinya?” ucap Smith, suaranya menyelinap ke dalam ruangan dengan nada tawa sinis, nadanya tajam seperti pecahan kaca yang dilemparkan ke arah Laura.

Laura merasakan darahnya mendidih. Ia menegakkan tubuhnya, menatap Smith dengan dingin, matanya menyala penuh keteguhan yang tak terduga. “Jaga mulutmu, Tuan Smith!” suaranya seperti baja yang dingin namun tak dapat dipatahkan.

“Aku memang wanita biasa. Bahkan aku pun tidak mau menikah denganmu.” Kata-katanya bagaikan pukulan yang mengenai harga diri Smith, penuh ketegasan yang ia kumpulkan dari setiap luka yang terukir dalam dirinya.

“Ini adalah cara terakhirku agar kau menghentikan kebiasaan burukmu itu. Menikahi Laura, sama dengan menyelamatkanmu.” Vincent kemudian menatap ke arah Smith dengan tatapan tajamnya. “Jika kau menolak perintahku, jabatan ini akan menjadi taruhannya.”

*

Satu minggu kemudian…

Tanpa resepsi, tanpa undangan, dan tanpa kebahagiaan, Smith dan Laura resmi menikah, meski hanya sekadar pernikahan kosong yang dipaksakan oleh tuntutan.

Kini mereka berada di rumah megah milik Smith, rumah besar nan mencekam yang Vincent hadiahkan kepada mereka, seperti benteng hampa yang menyembunyikan rahasia penuh luka.

“Seharusnya kau menolaknya, Laura,” desis Smith, suaranya penuh dengan amarah yang ditekan, sementara tangannya dengan kasar meremas rambutnya sendiri, frustrasi yang seolah menggelegak di setiap helaan napasnya.

Laura berbalik, menatap Smith dengan tatapan dingin yang tajam seperti pisau, sebuah cermin dari luka yang dipaksakan pada dirinya.

“Apa kau tidak lihat betapa aku menolakmu?” katanya, nadanya tegas namun penuh kepedihan yang tersembunyi di balik ketenangan yang ia paksakan. “Bukan ini juga yang aku inginkan.”

Smith tersenyum sinis, sebuah senyum getir yang mengalir dari keputusasaan yang ia rasakan. “Apa yang kau inginkan? Bahkan ucapanmu tidak akan pernah didengar ayahku,” desisnya, suaranya menggema di ruangan besar yang kosong, penuh kemarahan yang seakan tak berujung.

“Yang aku inginkan?” Laura menatapnya tajam, mata yang berbinar dengan amarah terpendam yang selama ini ia coba pendam. “Kau mendekam di penjara!” ucapnya tegas, setiap kata seperti tembakan yang tak bisa dielakkan.

Kata-kata itu bagaikan percikan api yang membakar Smith. Ia melangkah cepat ke arahnya, kedua tangannya yang kekar mencengkram pundak Laura dengan kuat, seakan mencoba menghancurkan benteng pertahanan yang dibangun wanita itu. Matanya memancarkan kebencian, liar dan tak terkendali.

“Lepaskan! Jangan sentuh aku lagi! Sudah cukup minggu lalu kau menodaiku!” Laura berteriak, suaranya melengking penuh rasa muak dan terhina.

Smith menatapnya dengan dingin, pandangannya gelap dan menakutkan, seperti serigala yang siap mencabik-cabik mangsanya.

“Kau sudah menjadi istriku, dan itu sudah menjadi hakku. Mau kuapakan dirimu itu terserah padaku,” bisiknya, setiap katanya meneteskan ancaman yang menyeramkan.

Laura tersentak, tapi ia tidak membiarkan ketakutan menguasainya. Dengan kekuatan yang muncul dari setiap luka yang ia derita, ia mendorong tubuh Smith sekuat tenaga, mencoba membebaskan diri dari belenggu yang dipaksakan padanya.

“Aku bukan tipemu, kan?” katanya, suaranya penuh penekanan dan keteguhan. “Jadi, jangan mimpi aku akan melayanimu dengan baik. Pernikahan ini, hanya pernikahan sandiwara.”

Tatapan Laura menjadi semakin tajam, menusuk seperti belati yang tak terlihat, setiap kata adalah cermin dari kenyataan pahit yang harus ia terima. “Justru aku telah menyelamatkanmu, kan?” lanjutnya dengan suara yang sarat sinis. “Kau… terpaksa menikahiku karena membutuhkan jabatan itu.”

Smith menyunggingkan senyum, sebuah senyum penuh kepalsuan yang meremehkan. “Aku hanya menghargai keputusan ayahku saja,” katanya, suaranya penuh ejekan dan kebohongan yang terasa seperti duri. “Bukan karena takut jabatan itu batal aku dapatkan.”

Ia memegang dagu Laura, tatapannya penuh kebencian yang dalam, seakan ingin menghancurkan setiap harapan yang mungkin masih tersisa di hati wanita itu.

“Aku sudah memiliki kekasih, dan dalam waktu dekat ini dia akan datang menemuiku.” Suaranya rendah, penuh kebencian yang membakar. “Seharusnya aku menikahinya, bukan kau, wanita murahan.”

“Kalau begitu, ceraikan aku dan menikah saja dengan wanita idamanmu itu,” ucap Laura dengan entengnya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Ending Chapter~

    Diana tidak akan memungkiri perasaannya kepada Louis meskipun dia belum bisa mengatakan bahwa itu adalah perasaan cinta.Namun, rasa nyaman dan lepas yang dirasakannya bagi Diana sudah cukup membuatnya yakin kalau Louis adalah orangnya. Tapi lagi-lagi bayangan ketika dirinya menangis tersedu-sedu setelah mengetahui bahwa lelaki yang dia cintai, lelaki yang juga sering mengatakan cinta padanya malah berkhianat terlintas di pikiran.Diana sangat benci perasaan itu tapi dia juga sulit sekali menghilangkannya karena sudah membentuk trauma. Dan itu semua adalah tugas Louis, Louis harus menyembuhkan Diana dan membuat gadis itu dapat berdamai dengan traumanya."Diana, kamu tahu aku, kita sudah lama kenal. Ke mana pun aku pergi kamu selalu ikut. Kamu juga tahu perempuan mana saja yang ingin dekat denganku tapi aku menolak mereka, kan? "Kamu harus tahu, Di, penolakan demi penolakan yang kulakukan semata karena aku ingin kamu bisa lihat kalau selama kita bersama, aku bukan lelaki yang mudah t

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Extra Part III

    Diana memejamkan matanya mendengar ucapan Louis yang sungguh di luar dugaan. Gadis itu membeku di tempatnya sekarang tanpa bereaksi apa-apa.Sementara itu, Smith langsung menghampiri Louis dan mempertanyakan keseriusan sang adik atas ucapannya barusan. "Aku serius, Smith. Aku mencintai Diana bahkan sebelum dia jadi asisten pribadiku, aku sudah memiliki rasa suka padanya meskipun, ya ... cinta itu baru benar-benar tumbuh setelah kami sering bersama," ungkap Louis lagi.Diana dapat mendengarnya dengan jelas, tapi dia tidak percaya. Apa yang Louis lakukan terhadapnya selama masa kerja sungguh berbanding terbalik dengan apa yang Louis ungkapkan barusan."Diana, maafkan aku," ucap Louis.Diana tak menjawab dan malah geleng-geleng kepala. Setelah itu, Diana pergi karena merasa sudah tak sanggup lagi berada di situasi itu."Om, Laura, Smith, aku pulang dulu, ya," pamitnya.Vincent ingin menahan tapi dia paham akan perasaan Diana yang sudah pasti merasa bingung atas sikap Louis yang sangat m

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Extra Part II

    Diana baru selesai menyiapkan jadwal Louis untuk besok ketika dia hendak pulang. Waktu menunjukkan pukul 7 malam dan rasanya badan Diana sangat remuk saking sibuknya hari ini."Ini sudah terlalu malam, kamu pulang ke rumahku saja supaya besok bisa langsung berangkat denganku. Kamu, kan, suka lelet," ujar Louis.Mendengar ejekan Louis padanya, Diana langsung menyipitkan matanya. "Apa maksud kamu bilang begitu? Aku lelet? Hey, sudah hampir satu bulan aku bekerja denganmu dan setiap hari aku pulang jam 6 atau jam 7 malam. "Setiap hari juga, aku sampai jam 8 malam dan baru bisa istirahat setelah jam 10 malam karena kamu selalu menyuruhku banyak hal. Aku capek dan kamu malah bilang aku suka lelet?" Diana memelototi Louis saking kesal."Lah, memang kenyataannya kamu lelet, kamu sering terlambat setengah jam bahkan sampai satu jam. Itu dinamakan lelet, kan?" balas Louis."Iya, tapi seharusnya kamu memahami alasanku sampai lelet begitu, aku kurang istirahat dan seharusnya kamu juga jangan me

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Extra Part I

    Tiga hari kemudian, Laura pulang ke rumah dan disambut dengan suka cita oleh para asisten rumah tangga serta kerabat dekat yang masih berada di sana. Rencananya, mereka akan pulang hari ini karena Laura sudah sehat dan pulang.Suasana rumah Smith sangat ramai di sana mereka melakukan syukuran kecil-kecilan dengan makan bersama di taman belakang yang sudah dihias sedemikian rupa oleh para pekerja.Smith menggendong Daniel sementara Laura menggendong Davide, mereka mengumumkan nama bayi mereka secara resmi bahkan Diana juga ada di sana."Diana, kesibukan kamu sekarang apa?" tanya Vincent pada gadis yang sudah Laura anggap seperti saudaranya sendiri."Aku baru resign dari pekerjaanku sebelumnya, Om. Aku mau cari kerjaan lagi tapi belum sempat persiapan, mungkin bulan depan aku mulai cari lagi," jawab Diana.Vincent mengusap dagunya, menatap Diana lekat lalu beralih menatap Louis yang dia lihat tak hentinya curi-curi pandang pada Diana.Terlintas ide dalam pikiran Vincent, bagaimana kalau

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Dia adalah Takdirku

    "Smith ... aku berhasil pulang."Suara itu terdengar sangat lirih di telinga Smith, bahkan hampir tak terdengar. Namun, lelaki itu yakin kalau Laura memang berbicara dan itu membuatnya merasa amat sangat lega.Vincent yang sejak tadi menunggu dengan harap cemas juga langsung mengucap syukur, dia menatap Laura yang masih dalam keadaan setengah sadar karena masih berada dalam efek anestesi."Manantuku, menantu kesayanganku ...." isak Vincent."Ayah, aku bertemu sahabatmu," ucap Laura. "Kami hampir pergi bersama.""Oh, Laura, jangan sampai hal itu terjadi. Anak-anakmu membutuhkanmu," sahut Vincent yang paham bahwa sahabat yang dimaksud Laura sudah pasti Ferdy, ayahnya."Ya, dia bilang takdirku yang sesungguhnya memang di sini," kata Laura pelan."Kamu gak nanya sama aku, Sayang? Aku sejak tadi di sini menunggu kamu sadar tapi saat bangun kamu malah ngobrol sama Ayah," ucap Smith membuat Laura tersenyum."Aku selalu bersamamu bahkan ketika kamu meminta do'a pada anak-anak kita," jawab Lau

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Berhasil Pulang

    Operasi telah selesai dilaksanakan tapi kondisi Laura ternyata malah menurun, tekanan darah yang tinggi membuat detak jantungnya justru semakin melemah.Laura dibawa keluar dari ruang operasi menuju ruang pemulihan dengan berbagai alat yang terpasang di tubunya. Smith sama sekali belum melihat anak kembarnya kecuali hanya di ruang operasi tadi. Dia memilih mendampingi Laura dan meminta perawat menjaganya dengan baik di ruang yang terpisah dari ruang bayi lain."Smith, mana Laura dan cucu-cucu ayah?" tanya Vincent.Lelaki itu datang tergopoh-gopoh setelah mendengar kabar bahwa Laura melahirkan cucunya. Vincent bahkan sampai meninggalkan pekerjaan dan rapatnya dengan klien-klien penting."Cucu-cucu Ayah ada di ruang perawatan khusus, sedangkan Laura masih di ruang pemulihan. Dia belum sadarkan diri dan kondisinya menurun," jawab Smith seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan.Vincent tercengang mendengar kabar tersebut sebab saat berangkat tadi dia masih berbincang dengan menantunya.

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status