Share

BAB 3: Pertengkaran

“Magnus, jawab aku!” teriak Cassandra.

Langkah Magnus terhenti, pria paruh baya itu kembali berbalik dan menatap sengit Cassandra menunjukan ketidak sukaannya. “Kau tidak berhak bertanya tentang Naomi.”

“Aku ibunya! Aku berhak tahu kondisi Naomi!” Cassandra berteriak semakin keras.

“Ibu katamu? Apa kau sedang bercanda denganku?”

Suara napas Cassandra terdengar kasar, pertanyaan Magnus  dan tatapannya yang merendahkan membuat amarah Cassandra semakin tersulut. “Aku tahu kau tidak suka aku dekat-dekat dengan Naomi,  apa pantas kau tetap bersikap egois seperti sementara anak kita pergi entah ke mana sekarang?” lirih Cassandra terdengar begitu sedih.

“Naomi adalah urusanku, jangan ikut campur.”

“Mengapa kau begitu tega padaku Magnus? Aku berhak tahu apa yang terjadi pada puteriku sekarang.”

Magnus berdecih jijik. “Apa sekarang kau mengakui Naomi puterimu?”

“Magnus, seburuk apapun aku, aku ibunya,” jawab Cassandra tidak tahan.

Wajah Magnus mengeras tampak begitu marah. “Seorang ibu tidak akan meninggalkan anaknya begitu saja hanya karena anaknya disleksia, seorang ibu tidak akan mungkin memilih berselingkuh meninggalkan keluarganya dan lebih memilih mengasuh anak tirinya hanya karena dia lebih sehat dari anak kandungnya. Sekarang Naomi tumbuh sehat dan baik, apa setelah kau tahu Naomi tumbuh menjadi gadis yang luar biasa kau, mau mengkui bahwa kau ibunya? Tidak tau malu!” hina Magnus dengan tajam.

Cassandra membeku di tempatnya, wanita itu tidak dapat berkata apapun untuk membela diri karena itu memang kesalahannya di masa lalu.

Magnus melangkah lebar pergi meninggalkan ruangan makan, diam-diam tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras menahan amarah. Sampai matipun Magnus tidak akan memberikan Naomi kepada Cassandra.

Magnus berjuang keras mengurus Naomi seorang diri, membawa Naomi kemanapun dia pergi dan membantu puterinya memerangi kekurangannya. Kemana Cassandra saat itu? Dia sibuk menuntut perceraian pada Magnus demi menikah dengan selingkuhannya yang lebih kaya darinya.

Penghianatan Cassandra tidak akan pernah sedikitpun Magnus lupakan. Naomi adalah jiwanya, hartanya, satu-satunya alasan Magnus berusaha bekerja keras dan bertahan sampai sejauh ini.

Mengenai rencana Magnus menikahkan Naomi, Magnus tidak pernah membuat keputusan itu secara sembarangan, bahkan sebelum Magnus memutuskannya, dia mencari tahu siapa yang akan menikahi puterinya itu.

***

Sudah dua kali Naomi naik kereta, kini akhirnya dia sampai di kota North Emit, salah satu kota terbaik Neydish, salah satu kota dengan tingkat kejahatan paling  rendah, angka pengangguran yang paling rendah, dan terkenal karena pelabuhannya yang memegang lima puluh persen import masalah pangan.

Naomi sengaja  datang ke tempat ini karena dia tidak tahu akan berapa lama pergi dari rumah, jika uangnya habis, Naomi bisa lebih mudah mendapatkan pekerjaan, orang-orang juga tidak akan mudah mengenalinya.  Naomi juga sadar bahwa dia adalah orang yang ceroboh mudah di tipu, setidaknya tempat ini akan membuat Naomi tidak begitu kerepotan.

Di tempat ini juga, ada paman dan bibi Naomi yang tinggal, jika terjadi sesuatu dia bisa langsung menemui mereka.

Sinar matahari pagi mulai terlihat di upuk timur, Naomi keluar dari stasiun kereta, menarik kedua koper besarnya dengan susah payah.

Sejenak Naomi duduk di halte bus sekadar melepaskan rasa lelahnya, gadis itu mengedarkan pandangannya dengan sebuah senyuman lebar merasakan sebuah adrenalin hebat bergejolak di dalam hatinya.

Ini untuk pertama kalinya Naomi melakukan perjalanan seperti ini, rasanya berbeda.

Ada harapan besar di dalam diri Naomi atas keputusannya datang ke sini, Naomi berharap bahwa dengan merantau jauh seorang diri seperti ini dia akan menjadi lebih mandiri. Naomi tidak ingin selamanya menjadi beban Magnus, Naomi harus membuktikan diri bahwa dia bisa hidup baik-baik saja meski tidak bergelimang harta lagi.

Jika Naomi dapat membuktikannya, ini akan membuat Magnus berhenti mengkhawatirkan dirinya.

***

Sebuah kapal pesiar mewah berhenti berlayar di sebuah lautan, lampu-lampu di setiap jendela yang meyala memperlihat lebih jelas setiap interior dan sudut kapal yang terdiri dari tiga lantai.

Seorang pria duduk di sisi kolam renang, melihat ke arah timur, memperhatikan cahaya matahari pagi yang kini mulai muncul.

“Apa masalahmu sulit di atasi?” tanya Hans yang kini terbaring di bangku kayu, menikmati hangat sinar matahari pagi.

Axel menggeleng dengan tenang, “Tidak ada masalah yang harus di atasi.”

“Kau sungguh akan melawan tuntutan beberapa pemegang saham?”

“Aku harus membuktikan bahwa aku bisa meminpin semuanya dengan baik. Sudah saatnya orang-orang berhenti menyatukan masalah pribadi dan bisnis,” jawab Axel dengan tegas.

Hans tertawa mendengarnya. “Axel, kau harus ingat awal kebangkrutan terjadi tahun Sembilan tujuh. Semua itu di karenakan kakekmu, setelah bercerai dan menjadi duda, dia suka bermain wanita, gila berpesta dan menghabiskan jutaan dollar uang perusahaan untuk bersenang-senang. Karena dia tidak bisa mengontrol keuangan, dia membuat perusahaan bangkrut, terlibat penggelapan pajak dan pencucian uang. Kegilaan itu menurun pada ayahmu hingga memiliki anak di luar nikah setelah bercerai dengan ibumu. Sangat wajar jika beberapa petinggi tidak setuju kau meminpin perusahaan jika belum menikah.”

“Persetan dengan pernikahan.”

“Bagaimana dengan nenekmu?”

Kali ini ini Axel tidak menjawab, apapun yang berhubungan dengan perintah dan permintaan neneknya, Axel tidak bisa melawan apalagi menolak.

To Be Continued..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status