Kediaman Rainer terdengar ricuh dengan kesibukan Angeline naik ke atas bahu Daxon dan mencoba memasangkan bagian terakhir yang terpenting dari pohon natal, yakni sebuah bintang yang diletakan di puncak tertinggi dari pohon pinus yang telah dihias lebih dulu.
Tema kali ini berwarna putih dan perak, hiasan serba putih dan bola-bola bening yang didalamnya terdapat salju berwarna perak itu, terlihat menggantung dengan indah beriringan dengan lampu kecil berwarna senada.
Termasuk sebuah bintang yang terbuat dari lapisan kaca tipis bening dengan kelap kelip di dalamnya, kini dengan susah payah Angeline hendak memasangnya. Namun, tangan mungilnya memanglah belum cukup untuk menggapai puncak pohon. Membuatnya sedikit kesulitan untuk menggapainya.
"Lebih tinggi lagi, Daxie!" seru Angeline.
Lexy menghampiri Daxon yang mengangkat hiasan bintang dan kembali berdecak kagum. "Wah, apa ini milikmu?" tanyanya."Ya. Raven dan aku memiliki bintang yang sama. Waktu kecil, ayahku mendapatkan bintang pertamanya dalam pangkat militer. Dan dia memesan dua benda ini ke pengrajin untuk kami." Daxon duduk di samping perapian elektronik dan menyalakannya agar ruangan terasa hangat.“This is beautiful,” gumam Lexy kagum saat menekan tombol dan membuat bintang tersebut menyala kelap kelip bergantian di setiap sisi."Kami berdebat menginginkan bintang siapa yang akan diletakan di pohon natal di rumah." Daxon menoleh dan terkekeh, melirik Lexy, "kurasa kau tahu jawabannya," imbuh Daxon.
Sesampainya Daxon dan Lexy ke kediaman Rainer. Keduanya bersiap turun dari si hitam klasik— sama-sama menatap dengan artian yang berbeda; Jika Daxon menatap Lexy dengan tatapan tajam penuh sarat, Lexy menatapnya dengan kerlingan menahan tawa."Kondisikan ekspresi wajahmu, Nana. Ayahmu sudah berdiri di depan pintu," desis Daxon setelah membukakan pintu untuk Lexy."Si malaikat kematian bagimu?" ejek Lexy berbisik."He's gonna kill me, Nana. Dia seperti Lucifer yang siap menyeretku ke neraka, jika tahu putrinya tergores sedikit saja!" umpatnya kembali mendesis geram.Lexy hampir kembali terbahak mendengar umpatan Daxon yang selalu mengundang tawa, dan sungguh hal terseb
Beberapa jam lagi adalah malam pergantian tahun baru. Di mana semua orang sudah bersiap-siap pergi ke suatu tempat untuk merayakannya. Termasuk Raven yang kini tengah bergegas berangkat.Memakai setelan kemeja kotak-kotak dan juga mantel tebal panjang hitamnya, ditambah dengan celana jeans dan sepatu kulit boots yang merupakan ciri khas dari penampilannya yang sangat maskulin. Dijamin Raven akan sukses membuat siapa saja terpana padanya nanti.Tidak wanita maupun pria pasti akan menoleh padanya. Jika sang hawa akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, sang adam lainnya pasti akan iri melihat ke rupawanannya yang sempurna.Tidak salah lagi. Keturunan Rainer adalah produk unggul. Para prianya jelas yang terbaik di kelasnya. Termasuk dalam kualifikasi daftar calon menantu potensial
Lexy terlihat bersusah payah mengejar Daxon yang pergi setelah mengucapkan selamat kepadanya dan Raven. Bagai tombak yang menusuk jantung seorang Dalmore saat tahu hal tersebut. Ia tahu hal itu juga yang dirasakan Lexy sekarang saat pria yang dicintainya mengucapkan selamat. Hingga wanita itu mengejarnya sampai ke parkiran dan menahan kepergiannya dalam keadaan emosi."Dalmore berhenti! Biar aku jelaskan!""Kau yang berhenti mengejarku, Lexy! Apa kau sungguh ingin membuat ayahmu dan Raven melihatmu mengejarku?!" Daxon berhenti secara tiba - tiba dan berbalik.Lexy ikut terhenti dan terkejut dengan gerakan spontan dari Daxon."Aku tak peduli jika itu bisa membuatmu mendengarkanku sekarang!" tukas Lexy dengan dadanya yang bergerak naik-turun dengan cepat.
Dua hari kemudian…Setelah pertikaian antara Daxon dan Lexy yang diakibatkan karena sebuah pengumuman sang laksamana di malam tahun baru kemarin selesai, keadaan pun sekarang menjadi sedikit berbeda.Memang tak ada yang menyangka jalan pikiran seorang Dereck, seperti kata Lexy sebelumnya …, bahwa sang ayah akan melakukan apapun yang menurutnya terbaik untuk istri dan putrinya termasuk dalam hal pendamping hidup— walau ia berusaha menolak dengan halus. Namun, keputusan Dereck tetaplah mutlak. Bahkan Elizabeth yang menilai Lexy lebih menyukai adik dari Raven saja, tak bisa berkata banyak selain meminta putrinya untuk bersabar dengan sifat ayahnya.Lantas Daxon, yang selama dua hari mencoba bersikap tenang di depan Raven, nyatanya ia tak bisa terus berpura-pura. Satu harian penuh Raven menceri
Uap yang mengepul di mangkuk membuat Lexy harus meniup-niupkannya sebelum menyuapi bayi besarnya. Daxon baru sadar kembali setelah Lexy mengompresnya selama satu jam dan suhu tubuh Daxon kembali normal."Bagaimana bisa kau tak memakan apapun sejak dua hari lalu? Dan semalaman kau malah minum alkohol!" tukas Lexy kesal. Mengetahui semua informasi itu dari informan terpercayanya di rumah Daxon."Darimana kau tahu? Angeline selalu membawakan makanan ke kamarku," ujar Daxon."Dan Angeline memberitahuku bahwa kau tak memakan semuanya!" tukas Lexy. Menyodorkan sesendok bubur ke mulut Daxon.Daxon terkekeh pelan. "Kini Angeline menjadi mata-matamu?" Daxon menerima suapan dari Lexy."Jangan mengalihkan, Daxie! Kau mengkhawatirkan. Di
Bandar Udara Militer, New YorkPukul 05.30 PMSuasana bandar udara khusus militer sudah sangat ramai begitu Raven dan Daxon tiba. Semuanya sudah memakai seragam lapangannya masing-masing dan berbaris rapi sesuai instruksi komandan. Termasuk seorang Dereck yang sudah hadir lebih dulu di sana. Tampak sedang memberikan perintah serta arahannya dengan wajah tegas dan suaranya yang lugas.Begitu sampai di barisan, kedua bersaudara itu langsung memberi hormat dan melapor atas kedatangan mereka, yang kemudian diterima dan setelahnya mereka ikut dalam barisan apel sore itu. Walau cuaca dalam kondisi dingin dengan turun salju yang lebat, tak ada satupun yang bisa mengeluh karena hal itu. Apalagi waktu liburan mereka terpotong karena harus kembali ke pangkalan, tanpa terkecuali.Setelah selesai dan barisan dibub
"Da- Dalmore?"Lexy segera melepas tangan Raven yang berada pada pinggangnya dengan cepat. Sayangnya mata Daxon sudah lebih dulu melihatnya. Hal tersebut membuat Lexy was-was— takut bila Daxon kembali salah paham, sedangkan Raven yang berada di belakang sedikit terkejut dengan gerakan spontan yang dilakukan oleh Lexy barusan, tetapi ia mengerti saat melihat ada Daxon di depannya. Mungkin Lexy malu, pikirnya.Namun, bukan mengeluarkan ekspresi marah atau cemburu seperti biasanya, Daxon dengan ramah tersenyum pada keduanya. Ia juga menyapa kakak dan si putri laksamana itu untuk kemudian disuruh masuk."Lexy mencari ayahnya. Ada sesuatu yang ingin ia berikan. Apa kau melihat paman Dereck?" Raven memberi tahu Daxon sambil mencari - cari keberadaan ayah Lexy."Pam