"Harry, menantu kur*ngaj*rku telah membawa paksa Alena dari rumah ini. Chika sampai terluka karena berusaha mencegah lelaki br*ngsek itu membawa Alena."Harry melihat kening Chika memar. Ujung bibir Chika juga berdarah. Tangan Harry mengepal melihat keluarga Alena di perlakukan seperti ini oleh Yudi.Harry mencoba menenangkan Rumi, "Ibu mau Alena cepat bisa bebas dari majikan lelaki saya?"Rumi mengangguk sedangkan Chika yang sedari tadi masih diam karena syok ikut menatap ke arah Harry."Saya mempunyai kerabat yang cukup berada. Tapi dia ada di luar kota. Dia juga ada dua butik di sana. Maukah ibu sementara menempati rumah kosongnya?"Ide Harry cukup membuat terkejut Chika dan Rumi."Chika juga bisa tetap kuliah di sana. Bahkan dia juga bisa bekerja di butik milik kerabat saya." sambung Harry kemudian."Tapi, Harry. Bagaimana jika Alena mencari ibu ke sini." tanya Rumi.Harry tersenyum sambil terus mencoba membujuk Rumi dan Chika."Ibu sendiri yang bilang kalau Bu Alena tidak pernah
Hidup bukanlah masalah memegang kartu yang bagus, tetapi terkadang, memainkan kartu yang buruk dengan baik." - Jack London.Harry sudah bersiap memakai seragam kerjanya. Yudi yang merasa masih sakit kepala karena effect obat tidur yang Harry berikan semalam meminta Harry mengantarnya pergi ke kantor."Berhenti di coffee shop terdekat, Har. Aku rasa aku butuh secangkir kopi untuk mengembalikan energiku.""Baik, Pak." balas Harry.Setelah menemukan coffe shop terdekat, Harry memarkirkan mobilnya tepat di depan tempat tersebut.Ikutlah ke dalam." perintah Yudi dan Harry mengikuti bosnya dari belakang."Tolong pesankan satu latte untukku. Kamu terserah mau pesan apa, pasanlah!" perintah Yudi sambil menyodorkan uang pada Harry. Harry mengambil uang pemberian dari bosnya kemudian masuk dalam antrian. Beberapa saat kemudian, Harry telah selesai mengorder lalu menghampiri meja tempat bosnya berada."Terimakasih." ucap Yudi. Harry tersenyum lalu duduk persis di depan bosnya."Semalam aku meras
Tring!Sebuah notifikasi pesan masuk, Alena terperanjat kaget melihat nominal uang yang masuk dalam rekeningnya."Wow!" ucap Alena reflek hingga membuat dua madunya menoleh penasaran kearahnya. Tiga istri Yudi sedang berkumpul di ruang keluarga. Meski tidak akur terkadang mereka berkumpul juga melepas rasa bosan sebelum suami mereka pulang ke rumah.Belum hilang rasa terkejutnya, sebuah panggilan masuk datang dari Yudi. Alena tak mengangkat panggilan tersebut, egonya lebih tinggi dari kebahagiaannya mendapat uang banyak dari suaminya.Yudi geram, ia sudah mengikuti saran Harry, namun Alena masih saja belum mau memaafkannya.DreeetttPonsel Dewi bergetar, melihat sang suami menelponnya membuat Dewi merasa kegirangan.[Hallo, sayang. Pasti kangen ya, sama aku. Baru dua jam ninggalin aku, masa sudah kangen sih!] ucap Dewi sengaja memanas-manasi Alena dan Bunga. Alena cuek sambil sibuk dengan ponselnya sedangkan Bunga ingin muntah mendengar ucapan berlebihan Dewi.[Kamu ini ada-ada saja.
Pov Harry"Aku tidak pernah menganggapmu sekedar pelampiasan saja. Aku hanya memintamu sedikit bersabar, setelah semua masalahku beres, kita akan segera menikah. Aku janji." ucap pelan Alena. Aku tersenyum mendengarnya. Kecemburuan telah menyadarkanku bahwa begitu besarnya rasa cintaku pada Alena. Meski aku belum menjanjikan apapun tentang masa depan hubungan kami, dia terus membuatku yakin bahwa cintanya layak ku perjuangkan. Pelan-pelan aku mulai sadar, kalau aku tak bisa lepas meski hanya sesaat dari hidupnya.Prang!Bik Marni menjatuhkan gelas yang ada di tangannya, "Apa yang sedang kalian bicarakan?"Aku dan Alena terkejut, kami tak tahu sejak kapan Bik Marni menguping pembicaraan kami berdua. Yang jelas ini firasat yang tak bagus untuk hubungan kami ke depannya. Sudah ada orang lain yang tahu tentang hubungan rahasiaku dengan Alena, pelan-pelan semua ini pasti akan terbongkar.Aku dan Alena mendekat ke arah Marni."Kita bisa jelaskan, Bi." Aku memegang bahu Bik Marni namun dia s
Pov Author"Sinta, kamu di sini?" tanya Harry terkejut. Bram dan Yudi menatap Harry dan Sinta bergantian, "Kamu mengenal sopir temanku?" tanya Bram pada Sinta, Harry panik dan berharap Sinta tak jujur pada semua orang tentang hubungan mereka di masalalu. Apalagi sampai membongkar identitas Harry di depan mereka."Ya, Om. Kami saling kenal. Aku izin sama teman Om untuk bawa Harry sebentar."Sinta kemudian menatap ke arah Yudi, "Boleh, ya Om? plisss!" mohon Sinta. Yudi yang mengagumi kecantikan Sinta hanya bisa mengangguk, "Tentu saja boleh.""Terimakasih, Om." balas Sinta."Kok, Om sih! Aku masih muda loh! paling cuma selisih berapa tahun sama kamu!" protes Yudi."Terus mau di panggil apa?" tanya Sinta menggoda Yudi."Panggil Mas saja. Lebih terlihat akrab."Sinta terkekeh, "Ada-ada aja Om ini."Sinta langsung menarik tangan Harry mendekat ke arah mobilnya."Tunggu!" teriak Yudi dengan wajah kesalnya karena di acuhkan Sinta."Ya, Om?""Saya cuma mau minta kunci mobil sama Harry!" ucap
"Maaf, Om. Saya masih waras. Stock pria single banyak, seperti tak laku saja mau menikah dengan lelaki beristri seperti anda."Wajah Yudi merah seperti kepiting rebus mendengar penolakan Sinta yang terang-terangan terhadapnya."Sin,, kita pulang." Ajak Bram pada Sinta. Dia tahu Yudi sangat malu, tapi dia berusaha menahan tawanya karena tak mau temannya tersinggung."Bentar, Om. Aku lupa sesuatu."Sinta tiba-tiba mengambil ponsel di saku baju Harry. Kebetulan Harry memang tak memakai kata sandi di ponsel buruknya. Lalu menekan nomornya dan melakukan panggilan. Sinta tersenyum setelah berhasil mendapatkan nomor Harry. Harry hanya pasrah karena tak mau berdebat dengan Sinta di depan Yudi dan Bram."Nanti malam, aku telepon!" ucap Sinta kembali memberikan ponsel milik Harry."Kami permisi, dulu Pak Yudi. Kapan-kapan pasti kami akan berkunjung ke rumah anda lagi." ujar Bram. Yudi yang sedang merasa patah hati kembali mempunyai harapan untuk menaklukan hati Sinta."Benarkah? saya akan senan
Pov Yudi "Harry, sialan! aku sakit perut. Kenapa kau malah mengunciku dari luar!" teriakku sambil memegang perutku yang sangat sakit. Sudah dua puluh menit aku berteriak namun Harry belum juga menampakan batang hidungnya. Kemana dia? "Harryyy....buka pintunya!" teriakku lagi menggunakan seluruh tenagaku untuk berteriak. "Pak Yudi anda ada di dalam?" tanya Marni, aku lega karena akhirnya ada juga yang mendengarkan teriakanku. "Iya, Bik. Tolong buka pintunya. Harry mengunciku di dalam, sekarang aku sakit perut." "Sebentar pak, saya telepon Harry dulu. Harry menggembok pintu dari luar, mungkin dia buru-buru pas saya suruh dia pergi ke apotik beli obat sakit gigi. Jadi dia lupa kalau ada bapak ada di dalam." jawab Bik Marni. "Tolong cepat suruh dia pulang, Bik. Lagian aneh-aneh saja dia pakai acara lupa segala kalau saya ada di dalam." "Ba...baik, Pak. Saya akan menyuruhnya cepat pulang." Aku mencoba tidak panik, ku sandarkan pelan tubuhku ke bibir ranjang dengan posisi hampir tidu
Pov Yudi"Len, kali ini jangan tolak Mas lagi, ya. Mas akan berikan apapun yang kamu mahu. Mas janji!"Aku melonggarkan pelukanku. Aku mencoba mencium Alena namun dia kembali melakukan perlawanan. Dia mendorong tubuhku sampai aku benar-benar marah."Cukup Alena, kesabaranku sudah habis berlembut-lembut denganmu!"Rahangku mengeras, Alena makin nglunjak jadi istri. Dulu dia penurut, tapi sejak aku menikah lagi, dia menjadi pembangkang seperti ini. Aku harus bersikap lebih tegas lagi agar dia bisa kembali menjadi istri penurut.Ku dorong Alena hingga tubuhnya membentur tembok."Kali ini kamu tidak bisa melawan lagi!"Wajah cantik Alena berubah ketakutan. Aku suaminya, kenapa dia melihatku seperti melihat hantu. Keterlaluan! sebegitu takutnya dia menjalankan kewajibannya sebagai istri sampai dia terlihat begitu ketakutan padaku.Tok...tok...tok...!Sialan! siapa lagi yang berani menggangguku. Baru saja aku mau memulai, tapi ada saja pengganggu."Pak Yudi, maaf. Ada yang cari bapak di lua