Azura masih kepikiran tentang apa yang dia dengar saat pembicaraan Ricardo dengan Luis Geraldo. Siapa yang akan dijodohkan? Apakah dia akan dijodohkan oleh kakeknya dengan anak Luis dan Bella Geraldo? Dia belum siap jika harus menikah di usianya yang masih 20 tahun.
Dengan perasaan yang sedang tidak menentu Azura menghubungi Wendy tapi ponsel temannya itu tidak aktif lalu menghubungi Joy. Dia ingin bertemu dengan Joy untuk menceritakan tentang dirinya yang sepertinya akan di jodohkan dengan anak Luis Geraldo walau dia sendiri belum pasti.
Wajah Azura tidak bersemangat, dia lelah dengan semua peraturan yang dibuat Ricardo dan juga risau tentang kabar perjodohan. Joy mendengarkan semua keluh kesah Azura yang terlihat tertekan.
“Memang berat si Zu. Jika memang benar kamu akan dijodohkan saat ini,” ujar Joy dengan prihatin.
“Iya Joy,” ucap Azura sambil menghela napas. “Aku belum siap jika harus menikah sekarang.”
"Tapi mau bagaimana lagi Zu. Toh kamu juga akan menikah dengan orang kaya bukan seperti aku. Sepertinya sih tidak masalah deh, Zu.”
"Kok kamu gitu sih, Joy. Ini bukan masalah orang kaya atau tidak kaya, tapi aku juga manusia Joy. Aku ga mau di jodoh-jodohkan kayak gitu.” Wajah Azura sangat kesal mendengar perkataan Joy.
"Azu harusnya kamu bersyukur sudah memiliki segalanya, masih banyak yang lebih menderita hidupnya, masih banyak orang yang harus bekerja keras demi sesuap nasi. Nah, kamu cuma masalah seperti itu aja udah ngeluh terus. Kamu tunangan dan nikah nanti pasti udah jelaskan bibit, bebet, bobot nya. Kalau aku jadi kamu, aku sih ga masalah dan belum tentu juga apa yang kamu dengar itu memang benar kenyataannya bisa saja hanya kamu yang salah menangkap." Joy merasa iri dengan keberuntungan Azura.
Raut wajah Azura berubah, dia terdiam benar yang diucapkan Joy. Belum tentu yang didengarnya seperti kenyataannya, bisa saja dia salah. Tentang bersyukur, yaa dia selalu bersyukur. Tapi kalau menikah, dia belum siap. Dia butuh proses untuk menghadapi semua hal tentang pria, dia harus tahu sifat pria tersebut, kebiasaannya, dan segala hal tentang pria kalau memang dia akan dijodohkan.
“Azura, kamu belum pernahkan berjuang mencari uang? Mencari sesuap nasi bekerja ke sana-sini untuk memenuhi hidup dan biaya kuliah. Kamu harus bersyukur atas semua kemudahan yang kamu dapatkan,” ujar Joy.
Azura tidak bisa menjawab perkataan Joy. Dia selalu diberikan semua fasilitas terbaik oleh Ricardo, apapun keinginannya selalu dituruti oleh kakeknya. Walau begitu tidak semua kebahagiaan bisa digantikan dengan uang walau segalanya butuh uang.
"Sorry Azu… jika perkataanku menyinggung perasaanmu. Aku hanya ingin mengatakan yang real life bukan cuman sekedar kata-kata manis aja," ujar Joy merasa tak enak mengatakan hal menyakitkan pada Azura.
Azura menghela nafasnya dengan berat. "Iya Joy, kamu memang benar aku harus melihat realita."
Joy memeluk Azura, dia mengerti perasaan sahabatnya itu.
"Hmm… Azu, aku mau minta maaf nih sama kamu. Bukannya aku mau ngusir kamu tapi aku mau kerja dulu."
Azura memperhatikan penampilan Joy yang sudah rapi berbeda dari biasanya.
"Kerja jam 8 malam? Kerja dimana?" tanya Azura heran.
"Aku kerja jadi waitress di salah satu club malam Forty floor," jawab Joy.
"Kamu kerja disana Joy? Serius?" Azura terkejut mendengar Joy bekerja di club malam.
"Jangan terkejut seperti itulah. Aku itu pelayan di sana bukan sebagai gadis panggilan, hahaha.”
Azura menatap Joy dengan prihatin. Dia tidak pernah tahu kalau Joy selama ini bekerja di salah satu club malam.
"Joy kalau kamu butuh uang bilang ke aku, kamu ga harus kerja di sana."
"Ga semua orang hidupnya seberuntung kamu dan ingat aku di sana bekerja loh yaa bukan yang lainnya. Udahlah santai aja aku bisa jaga diri."
Azura tak bisa berkata lagi, dia akan mengantarkan Joy ke club tempat Joy bekerja.
"Thanks Azura sudah mau nganterin aku, sekarang kamu pulang sana nanti kakek Ricardo mencarimu, loh.”
“Hmm, Joy. Aku boleh ikutan masuk ke dalam club ga?”
Joy mengernyitkan dahinya. “Kamu serius?”
Azura menganggukan kepalanya. “Aku serius dong.”
“Aku ragu. Apa kamu tahu bagaimana di dalam club malam?”
Azura menggelengkan kepalanya. Dia memang belum pernah ke club malam, tapi penasaran bagaimana itu club malam.
“Please Joy. Aku penasaran.” Azura berusaha membujuk Joy.
“Hmm, baiklah. Tapi ingat kamu duduk di depan bartender saja yaa, bartendernya teman ku. Jangan mau berkenalan dengan orang yang tidak dikenal, jangan menerima minuman dari orang yang tidak dikenal. Pokoknya hati-hati.”
“Siap bos.”
Dengan mata berbinar-binar Azura memperhatikan setiap sudut club malam membuat Joy menjadi resah dan gelisah sendiri. Joy mengkhawatirkan Azura, sahabatnya itu belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke dunia malam. Dia pun menyuruh Azura duduk di depan meja bartender.
“Roy nitip temanku. Jagain dia jangan sampai ada yang buat aneh-aneh,” bisik Joy.
“Wow, barang langka dong. Kenapa ga dikaryakan Joy,” ucap Roy.
“Jangan aneh-aneh Roy. Dia bukan dari keluarga sembarangan bisa mampus nanti kita.”
Roy tersenyum sambil melirik Azura. Gadis itu cantik dan terlihat tidak mengerti tentang dunia malam. Jika bukan Joy melarangnya ingin sekali dia menjual gadis tersebut agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
Joy sibuk bekerja tidak memperhatikan Azura yang duduk dengan santai di depan bartender. Tapi sesekali dia melirik Azura memastikan gadis tersebut baik-baik saja. Tanpa dia tahu ada sepasang mata memperhatikan Azura. Menatap Azura dengan senyuman yang menyeringai, gadis yang pernah meremas benda sensitifnya ada dihadapannya sekarang. Inilah kesempatannya untuk mendapatkan cucu keluarga Javier yang sangat cantik dan berkelas.
“Azura sebagai tanda perkenalan kita. Ini aku berikan minuman untukmu,” ujar Roy memberikan segelas cocktail pada Azura.
“Ini apa?” tanya Azura.
“Cocktail. Cobain deh, enak kok.”
“Terima kasih Roy. Kamu baik sekali.”
Azura meminum cocktail yang diberikan Roy. Memang benar yang dikatakan Roy kalau cocktail tersebut enak dengan sedikit rasa pahit dan manis bercampur menjadi satu. Seorang pria mendekati Azura, dia ingin berkenal dengan gadis tersebut.
“Pesan 2 minuman, satu untuk gadis cantik yang ada di sampingku ini,” ujar pria tersebut.
Azura memperhatikan pria tersebut mencari gadis mana yang dimaksud, dia seperti mengenal pria yang ada di sampingnya.
“Kita ketemu lagi Azura. Masih ingat aku? Aku, Steve,” ujar Steve sambil memberikan segelas minuman yang sudah dipesannya untuk Azura.
Dengan mengernyitkan dahi Azura menatap Steve. Dia sangat kesal pada orang yang suka seenaknya sendiri. “Ooh… aku baru ingat. Ternyata kamu, Steve. Pergilah aku tidak mau menerima minuman darimu.”
Steve kesal Azura lagi-lagi menolaknya. Dia pun dengan lancangnya merangkul pundak Azura membuat gadis itu sangat kesal dan mendorong Steve kasar.
“Jangan kurang ajar yaa kamu,” ucap Azura marah.
“Kenapa kamu menolak aku!” ujar Steve kesal.
“Pergi! Kamu bukan tipeku.”
Steve mengepalkan tangannya. Dia malu dengan penolakkan Azura, kenapa gadis ini selalu menolaknya? Kurang apa dirinya di mata Azura. Dengan sangat kesal Steve meninggalkan Azura.
“Kamu harus jadi milikku,” ujar Steve lalu menyuruh orang untuk memberikan obat perangsang di minuman Azura melalui Roy.
Roy tentu saja menerima tawaran dari Steve. Apalagi dia membutuhkan uang. Steve memberikan sejumlah uang untuk menaruh obat perangsang di minuman Azura.
Joy mendekati Azura. Dia sudah tidak terlalu sibuk sekarang, tapi hanya sesaat dia pun kembali bekerja. Setelah Joy pergi ini kesempatan untuk Roy memberikan lagi minuman cocktail yang sudah bercampur obat untuk Azura.
“Kamu ga masalah nih kasih aku minuman lagi?” tanya Azura heran.
“Aku ga masalah. Ini minuman untukmu.”
“Aku ga mau meminumnya jika gratisan. Kali ini aku mau membayarnya.”
“Ok lah kalau memang itu mau mu.”
Tanpa curiga Azura menerima cocktail yang diberikan Roy. Steve memperhatikan itu juga dengan senyuman licik sebentar lagi Azura akan menjadi miliknya dan gadis itu tidak akan mungkin menolaknya lagi.
Seusai itu senja jadi sendu awan pun mengabu Kepergianmu menyisakan duka dalam hidupku 'Ku memintal rindu menyesali waktu mengapa dahulu Tak kuucapkan aku mencintaimu sejuta kali sehari Walau masih bisa senyum Namun tak selepas dulu Kini aku kesepian Kamu dan segala kenangan Menyatu dalam waktu yang berjalan Dan aku kini sendirian Menatap dirimu hanya bayangan Tak ada yang lebih pedih
Tak lama Bella dan Luis datang ke rumah sakit, mereka langsung menemui Azura. Azura hanya terdiam menatap lantai dengan pandangan kosong. Dia tidak pernah menyangka akan mengalami musibah seperti ini. Baru saja 2 tahun dia bahagia bersama Reno tapi sekarang jadi seperti ini."Ada apa ini Azura, kenapa Renk bisa seperti ini?" tanya Bella dengan khawatir."Aku... aku..." Azura tak sanggup berkata-kata lagi air mata terus mengalir di pipinya.Bella memeluk Azura. Dia mengerti perasaan menantunya yang tidak menyangka Reno bisa seperti ini. Luis tidak sabar menunggu kabar dari Dokter yang menangani Reno.“Aduh lama banget sih. Ngapain aja mereka,” ucap Luis gelisah.Mereka hanya saling diam sambil memanjatk
Keesokan harinyaDi saat Reno akan berangkat kerja Gil malah menangis. Dia tidak ingin Reno meninggalkannya membuat Reno tidak tega pada putranya."Mau cama papa, papa ga boleh pelgi.” Gil menarik tangan Reno.Reno menggendong Gil lalu berkata, “Gil mau sama ikut Papa?" tanya Reno."Cama Papa… Papa."Reno tidak tega menolak keinginan Gil. Dia pun tidak jadi berangkat ke rumah sakit demi menemani putranya."Bang apa ga masalah kamu ga
2 tahun kemudianTanpa terasa waktu berlalu dengan cepat. Pernikahan Azura dan Reno sudah 2 tahun begitu juga dengan usia Gil yang menginjak 2 tahun.“Sayang, kamu kenapa kok pucat sekali wajahmu?” tanya Reno khawatir keadaan Azura.“Ga tau nih Bang sudah 3 hari aku selalu mual dan muntah-muntah kali pagi,” jawab Azura.Reno teringat kejadian di Sydney dulu persis seperti keadaan Azura saat ini. Dia berpikir mungkin saja Azura hamil. Dia akan memastikan keadaan Azura hamil atau tidak agar tidak bimbang.“Kita ke dokter yaa pagi ini sekalian ikut ke rumah sakit,” ujar Reno.“Iya Bang.”
Tiga bulan kemudianUsia baby Gil sudah 3 bulan. Azura sudah tidak seperti dulu lagi dia banyak tersenyum seakan kebahagiaan selalu menghampirinya. Dalam hatinya berharap kebahagiaan ini jangan sampai berakhir. Sudah dua bulan ini dia membatasi jam praktiknya agar bisa berkumpul bersama keluarga dan bermain bersama putrinya, Gil.Tapi berbeda dengan Richie. Dia mencoba mengerti dengan kebahagiaan Azura dan Reno hanya bisa menatap dari kejauhan kebahagiaan mereka. Dia ingin sekali menghampiri putranya, memeluk putranya, dan mengatakan kalau dia sangat mencintai Gilbert Rexy Geraldo melebihi apapun di dunia ini.Hingga Richie datang menemui Reno di rumah sakit. Dia ingin meminta sekali saja bersama baby Gil lalu dia akan merelakan semuanya.“Ada apa kamu
Setelah pemeriksaan intensif dengan baby Gil oleh tim dokter barulah Luis merasa lega. Baby Gil mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Reno sangat sedih menatap bayi yang baru berusia sehari itu terbaring lemah di inkubator untuk membuat suhu tubuhnya stabil.Jarum infus masuk ke dalam tangan bayi mungil tersebut sampai suara tangisan terdengar tanpa air mata. Baby Gil diberikan air susu ibu pengganti yang sudah disiapkan oleh pihak rumah sakit untuk memenuhi gizi anak Reno. Keadaan Azura yang masih dipengaruhi oleh obat penenang tidak memungkinkan untuk memberikan ASI untuk anaknya. Mungkin setelah Azura sadar baru dapat memberikan ASI yang semestinya.“Kamu baik-baik saja Ren?” tanya Luis.“Iya Pa, aku baik-baik saja,” ucap Reno.Luis tidak
Selvia sangat kesal terus mendengar suara tangisan anak Azura. Ingin sekali dia membungkam anak tersebut.“Woi diam ga? Kalau ga diam ku bunuh kamu," teriak Selvia.Suara teriakan Selvia terdengar sampai luar rumah yang hanya berdinding kayu tersebut. Richie sudah sangat emosional dia akan keluar mobil tapi ditahan oleh Reno.“Kamu jangan gegabah Richie,” ujar Reno.“Tapi anakku dalam bahaya,” protes Richie.Reno terdiam. Dia menatap Richie yang sangat khawatir pada Gilbert. Rasa jiwa seorang ayah seakan keluar dari di
Keberadaan Selvia tidak diketahui. Selvia tidak ada di apartemen atau di tempat biasa wanita itu berada. Hal tersebut membuat Richie menjadi semakin yakin kalau Selvia lah yang menculik anaknya.Richie mondar-mandir di dalam kantor dengan gelisah. Dia sangat khawatir dengan keadaan putranya apalagi baru saja beberapa jam dilahirkan di dunia ini seharusnya dia menyuruh orang untuk menjaga Azura dan Gilbert. Dia juga kesal pada Reno, Reno tidak bisa menjaga Azura dengan semestinya.Dering telepon Richie pun berbunyi."Hallo bagaimana?" tanya Richie."Saya masih melakukan pencarian Tuan, alamat yang kamu berikan sudah kosong sejak seminggu yang lalu sepertinya wanita itu sudah merencanakan ini semua dan wanita di cctv itu memang Selvia," ujar Hans.
Beberapa hari kemudianAkhirnya hari yang dinantikan Reno dan Azura tiba juga, Azura akan melahirkan anak pertama mereka. Reno menemani Azura di ruangan bersalin, tak tega melihat wajah kesakitan istrinya."Abang sakiiit." Azura mengeluh pada Reno."Tarik napas lalu buang sayang, ingat saat kamu senam hamil. Ayo sayang aku ada disini selalu menemanimu," kata Reno memberi semangat pada Azura."Sakiiit Bang.. ini semua gara-gara kamu" teriak Azura."Iya sayang ini semua gara-gara aku, ayoo sayang ambil nafasnya dorong lagi.""Bang sakiit… coba Abang ga bercinta ini ga mungkin sakit.”"Iya Sayang semua salah