Rakyat masih saja menyambut kedatangan Mustafa. Mereka bersuka cita merayakannya. Namun tidak dengan beberapa pejabat istana yang menatap mereka dari kejauhan sambil menunggangi kuda berpelana emas. Pejabat yang sangat senang menyiksa rakyat dengan meminta pajak melebihi hasil setiap panen.
“Ini sangat buruk. Kita harus melakukan sesuatu,” ucap Kepala Pejabat istana dengan tatapan dinginnya kepada pejabat bawahan lainnya.
“Kita bisa memenangkannya. Kekuatan Ratu Deriya sangat hebat,” balas salah satunya.
“Kau sangat tahu jika Panglima Asmat saja tidak berani turun sendiri saat menyerang bawah bukit selama bertahun-tahun. Bahkan saat dia memberanikan diri menemui Mustafa, berakhir dengan pelarian.” Kepala Pejabat berusaha menenangkan hatinya. Dia sangat paham jika perkataan Trisula tentang kekalahan Deriya setelah dua puluh tahun, akan segera terjadi.
“Kita akan segera membicarakannya.” Kepala Pejabat memutar
Mustafa menarik Aigul menuju kursi, dan mendudukkannya. Dia masih diam tidak berkata apapun. Agha mendekatinya dengan membawa kain panjang bewarna merah yang dia ambil dari sandaran kursi. Kain yang biasa Aigul gunakan untuk menghiasi tubuhnya.“Agha ikat dia,” ucap Mustafa tegas sembari berdiri tegak di hadapan Aigul yang masih menatapnya dengan sedikit senyuman.“Agha, kau menunggu di sini. Jika dia berteriak, bungkam mu--.”“Dia berada di lapangan penggal. Ratu mengetahui rencanamu dari pejabat istana yang melihatmu datang menemui rakyat. Hanya dengan memenggal ibumu, kau pasti akan me-nye-rah.” Aigul mendadak membuat Mustafa menghentikan ucapannya. Kini Aigul semakin berbinar saat sosok idamannya berjalan ke arahnya dan melepaskan ikatan yang sudah dilakukan Agha.“Asal dekat denganmu, aku sudah sangat senang, Mustafa,” bisik Aigul sekali lagi yang masih tidak mendapat tanggapan dari Mustafa.&ldq
Pembebasan akhirnya berhasil dilakukan oleh Mustafa dengan bantuan rakyat, serta Burak bersama tawanan. Mereka sangat hebat melawan semua prajurit Deriya. Satu hal yang membuat Mustafa merasa lega, akhirnya sang ibu terselamatkan.“Akhirnya kau terselamatkan, Ibu,” batinnya terus menatap depan.Aslan masih saja menghentakkan kakinya diatas tanah dengan sangat cepat menyusul rakyat dan semuanya yang sudah berada di pemukiman.Mustafa yang masih berada di atas punggung Aslan, sebenarnya masih merasakan kegelisahan. Dalam perasaannya, dia sangat khawatir jika Deriya mengirimkan semua pasukannya untuk menyerang pemukiman, dan membuat semua rakyat akan kehilangan nyawa.“Aslan, kita harus cepat,” bisiknya sembari mengelus kepala Aslan yang semakin menambah kecepatan berlarinya.Rakyat bersuka cita menyambut kedatangan Mustafa bersama Aslan. Dia menepuk-nepuk Aslan, untuk mengurangi kecepatannya saat sampai di pemukiman. Mustafa s
Ciuman pertama terasa sangat indah. Mustafa dengan lembut bersama perasaan yang bergetar, melakukannya. Perlahan lidah mereka bersentuhan di dalam. Kenikmatan bercampur rasa cinta semakin membuat mereka enggan melepaskannya. Ciuman semakin dalam terjadi.Burak dari kejauhan menatapnya. Dia sangat bahagia melihat Mustafa tumbuh menjadi pemuda hebat. “Aku akan selalu melindungimu, Pangeran,” batinnya kemudian berlalu.***Mustafa melepaskan bibirnya dengan senyuman. Zivana sedikit menundukkan kepalanya karena rasa malu. Sontak jemari kanan Mustafa memegang dagu lancip Zivana untuk kembali terangkat. Kini mereka kembali berpandangan.“Kerajaan Alcatraz berada di bawah kekuasaan Ratu Deriya. Aku tidak akan pernah mengorbankan itu.” Zivana menggelengkan kepalanya. “Tidak!” ucapnya keras. “Bebaskan aku, Pangeran,” sambungnya.“Mustafa. Panggil aku dengan sebutan itu,” balas Mustafa membuat Zivan
Zivana merasa resah. Di dalam kamarnya, dia selalu menahan hatinya. Pikirannya bergelud tanya. Apakah Mustafa akan memegang janjinya? Hingga lamunannya teralihkan suara ketukan pintu.“Masuklah,” ucap Zivana sedikit keras.Pelayan wanita masuk membawa nampan dengan buah-buahan segar. Jemarinya dengan sigap mengatur semua isi nampan di atas meja. Zivana masih saja duduk sembari menggeleng pelan karena perasaan gelisah. Pelayan melirik Zivana, perlahan mendekatinya. “Apakah Putri ada masalah? Maafkan hamba yang lancang menanyakannya,” kata Pelayan masih menundukkan kepala.Zivana hanya sedikit tersenyum. Dia menganggap perasaan yang dia rasakan adalah pribadi. “Kau boleh keluar,” ujarnya membuat Pelayan masih diam di tempat.“Putri, maafkan hamba. Mungkin hamba terlambat mengantar buah kesukaan, Anda. Hamba harus mengantar Putri Aigul di sungai.” Pelayan masih saja menundukkan kepala sembari tersenyum dengan l
Mustafa bersama Zivana menemui Akasma yang sudah terbangun dan mendapatkan perawatan Safa. Mereka terkejut melihat Mustafa bergandengan tangan dengan seorang wanita sangat mesra.“Apakah ini Putri Zivana?” tanya Akasma masih mengembangkan senyuman. Akasma sangat mengenal kedua orang tua Zivana karena memang mereka bersahabat hingga Deriya melakukan konspirasi untuk menghabisi semuanya. Deriya tidak membunuh Zivana karena jika persembahan Aigul gagal, maka Zivana adalah sasaran selanjutnya.“Ratu, sangat bahagia, saya bisa bertemu dengan Anda,” balas Zivana menundukkan kepala, namun Akasma menahannya.“Jangan. Aku adalah ibumu. Dan Safa juga ibumu. Kami merestuimu, Putri.”Safa menganggukkan kepala, memeluk Zivana.Mustafa mengarahkan kepalanya kepada Sarman untuk mengikutinya. Mereka menuju ruangan pertemuan, diikuti Burak dan Agha.“Kerajaan mana yang harus aku taklukkan untuk pertama kalinya?&rdquo
Suasana malam semakin mencekam. Ribuan perajurit sudah siap dengan senjata mereka masing-masing. Mustafa menatap ke depan, melihat sesuatu yang sangat janggal. Seorang wanita terikat di atas menara kerajaan paling tinggi.“Panglima, sepertinya aku berubah pikiran. Aku akan melawan Spaden saja. Sampaikan tantangan ini kepada Panglima Spaden.”“Apakah ini cara terbaik?” tanya Burak memastikan.“Perhatikan atas istana. Jangan sampai raja itu merencanakan hal licik untuk kita.” Burak mengedarkan pandangan, kemudian menganggukkan kepalanya. Dia segera menghampiri Emir dan membisikkan sesuatu. Emir bersama pasukannya melakukan apa yang Burak katakan.Burak kembali mendekati Mustafa. “Pangeran, dia memiliki golok hebat.” Burak sedikit resah membiarkan Mustafa melawan raja yang terkenal pemangsa hewan melata.“Dia memiliki ilmu hitam dari Ratu Deriya. Ini kabar yang aku dapat dari salah satu pelayan yan
Semua mata tidak percaya melihat Mustafa masih berdiri tegak di tengah angin dahsyat yang diarahkan kepadanya oleh Spaden. Kedua mata Mustafa mulai memerah. Dia mengangkat tangan kanannya tinggi. Cengkeramannya semakin kuat, bersiap mengarahkan pedangnya dengan tepat untuk menembus jantung lawan.“Aku tidak akan pernah membuatmu kalah!” teriak Spaden. Dia berlari semakin kencang. Tangan kanannya memutar kuat, membuat golok semakin menghasilkan angin kencang. Kakinya sudah berada beberapa langkah dari Mustafa.“Rasakan ini!” teriak Spaden, melompat tinggi. Kedua matanya melebar ketika kakinya melayang, mengarahkan ujung golok untuk menusuk Mustafa yang hanya diam di tempat.“Pangeran, kenapa dia diam saja?” batin Burak menegang. Dia tidak mengerti apa yang akan Mustafa lakukan.“Pangeran!” teriak Burak disusul lainnya saat golok Spaden sudah berjarak satu senti dari kepalanya.“Tang!”
Ciuman mesra, masih saja terlihat jelas di dalam kamar itu. Kedua bibir saling berpagutan mesra. Lumatan dipenuhi hasrat semakin membuat hati seorang wanita yang sedari tadi di dalam mengamati, merasa tertusuk. Jantungnya tersendat. Napasnya sesak. Ciuman itu, membuatnya mengepalkan kedua tangan dipenuhi keringat dingin.“Tidak mungkin! Aku … akan memisahkan mereka!” batinnya kesal.“Prang!”“Aigul?”Sontak Aigul mengejutkan Mustafa dan Zivana. Mereka terperanjat mendengar sebuah gelas terjatuh dari meja. Aigul terdiam sendu sambil menundukkan kepala. Mustafa menatap Zivana yang menganggukkan kepala. “Kenapa dia ada di sini?” tanya Mustafa singkat.“Ratu akan memberikannya kepada persembahan. Dia melarikan diri, dan menuju kemari,” jawab Zivana spontan membuat Mustafa mengernyit. Dalam batinnya mengatakan, “Pengawalan sangat ketat. Apakah memang dia bisa berhasil lolos? Atau,