“Ah!”
Aigul terkejut melihat Mustafa berdiri meraih kain yang berada di pinggir kolam. Dia menarik tubuh Aigul hingga berdiri, dengan kedua mata yang memejam. Aigul menarik napas saat Mustafa mendekapnya untuk terus melilitkan kain hingga akhirnya menutup tubuh indahnya.
Iris cokelat indah milik Mustafa kini terlihat jelas saat terbuka. Mereka saling berpandangan dalam dekat. Aigul semakin bergetar. Kedua mata hitam miliknya sama sekali tidak berkedip menatap sosok tampan yang masih menyorotkan pandangannya.
“Untuk apa menutupnya. Kau pasti sudah melihatnya di dalam air,” ucap Aigul terus menatap Mustafa yang masih diam membalasnya. “Apakah kau buronan?” bisik Aigul membuat Mustafa meliriknya.
“Aku menutup kedua mataku. Maafkan aku, Putri Aigul,” balas Mustafa menunduk, melepaskan tangannya yang masih mendekap. Sejenak Mustafa masih menatapnya, hingga dia akhirnya melangkah untuk pergi.
“Bukankah seorang laki-laki selalu mengambil kesempatan itu? Kau mengetahui namaku?” Aigul berjalan cepat mendekati Mustafa saat menghentikan langkahnya.
“Saudara Anda memanggil dengan menyebut nama itu. Aku dengan jelas mendengarnya, Putri.”
Aigul semakin menatap Mustafa. “Kau yang menyelamatkanku saat itu. Kedua matamu itu yang mengatakannya. Jadi … kau siapa?” Aigul semakin mengembangkan senyuman menatap paras tampan nan gagah di hadapannya. Dia sama sekali tidak pernah menemukan laki-laki yang menghindarinya selain Mustafa. Semua laki-laki selalu terpana dengan kecantikan Aigul. Namun dirinya selalu menolak jika lamaran datang kepadanya.
Sekali lagi Mustafa hanya meliriknya. Dia sedikit tersenyum, berlari membuka jendela. “Mustafa,” jawabnya melompat masuk ke dalam air sungai yang memutari kerajaan. Aigul berlari, menatap Mustafa yang sudah menghilang di dalam air.
“Mustafa ..,” ucapnya masih saja tersenyum.
***
Mustafa masih saja mengikuti arus sungai hingga menuju hutan. Pandangannya terpusat pada ujung sungai menuju daratan. “Aslan?” Dia tidak percaya melihat singa putih menunggunya di sana. Mustafa perlahan mendekatinya. Mereka kembali saling bertatapan. Mustafa menatap Aslan dengan saksama. “Jadi kau bisa berubah ukuran?”
Jemari kanannya terangkat, perlahan menyentuh bulu lebat putih yang membuat singa itu diam. “Apa kau membutuhkan teman?” Mustafa semakin mendekati Aslan, dan memeluknya. Auman keras mendadak terlontar dari mulut singa, membuat Mustafa tertawa. “Hahaha. Kau milikku, Aslan.”
Kini pandangannya kembali teralihkan setelah mendengar suara kuda. Mustafa semakin terkejut melihat kuda miliknya yang seketika itu masih diikatnya di atas bukit kini berlari ke arahnya. “Kau merindukanku?” tanya Mustafa terus tersenyum. Jemarinya membelai rambut kuda yang diam seakan menikmatinya.
Matahari mulai terbit. Mustafa memejamkan kedua matanya, menikmati udara pagi yang segar. “Hari ini, aku terlahir sebagai pewaris sah Sri Sultan. Semua orang menungguku untuk terbebas. Mengambil kembali milikku, dan menghadapi mereka yang sangat kejam. Aku harus cepat,” batinnya.
Kedua mata itu terbuka. Menatap tegas hamparan luas. Kedua tangannya mengepal, menyiapkan tenaga untuk memulai awal dari kebangkitan. Mustafa menaiki kuda yang siap untuk melesat. Auman Aslan semakin membuat dirinya bersemangat.
“Hiya!”
Sekali hentakan, kuda dengan rambut berwarna cokelat keemasan berlari kencang. Sinar matahari mengiringi mereka dengan sinarnya yang semakin membuat bumi terlihat. Aslan dengan gagah berdampingan dengan Mustafa. Mereka segera melesat untuk menemui rakyat.
***
Deriya, selir Sultan Ali yang saat itu tidak terima jika Akasma anak dari seorang petani terpilih menjadi ratu. Aura kecantikan Akasma semakin membuat Sultan Ali terpana hingga memutuskan untuk menikahinya.
Deriya sangat putus asa, berlari keluar istana menuju bukit untuk mengakhiri hidupnya. Asmat yang menjabat sebagai pengawal di bawah pimpinan Burak, sontak menarik tubuhnya saat Deriya akan melompat dari jurang. Asmat yang selalu terpana dengan Deriya, mengambil kesempatan untuk mendekatinya.
Diam-diam mereka menjalin kasih dan mempengaruhi dua belas kerajaan untuk melakukan konspirasi. Mereka merencanakan semuanya dengan baik. Hingga akhirnya Sultan Ali meninggal akibat racun yang tersebar di jubah kebesarannya.
“Kenapa dia bisa melarikan diri? Asmat, aku mempercayakan semuanya kepadamu. Argh!”
“Prang!”
Di dalam kamarnya, Deriya membuang semua barang. Pelayan dan beberapa prajurit di sana hanya diam sambil menundukkan kepala.
“Kau saat itu sudah gagal menangkapnya. Puluhan prajurit sudah membantumu. Bahkan selama bertahun-tahun kita selalu gagal menangkapnya! Panglima seperti apa dirimu? Atau ... jangan-jangan kau tidak pernah benar-benar datang dan hanya mengirim prajurit ke sana. Katakan jika itu tidak benar!"
Asmat mengarahkan tangannya agar semua pelayan dan prajurit meninggalkan ruangan. Dia perlahan berjalan menuju ke arah Deriya, lalu menarik tubuhnya. Wajahnya mendekat, menikmati bibir yang merekah milik Deriya. Mereka berciuman dengan liar. Lidah milik Asmat yang melesak masuk ke dalam mulut Deriya, membuatnya mendesah.
Kini tubuh sang ratu berada di dalam kekuasaan Asmat. Tangannya mulai bergerilya. Jubah kebesaran Deriya perlahan sudah menghiasi lantai saat Asmat melepaskannya. Asmat sudah siap dengan miliknya. Mereka merasakan kenikmatan dengan teriakan yang menderu, hingga, “Brak!”
“Memalukan! Kalian benar-benar membuatku jijik!” Evren masuk begitu saja ke dalam kamar Deriya, membuat ibunya bersama Asmat spontan saling mendorong. Deriya meraih jubahnya di lantai, dan segera mengenakannya.
“Evren! Apa kau tidak memiliki sopan santun!” bentak Deriya kesal. Sementara Asmat hanya diam setelah membenarkan pakaiannya.
“Ibu, kita harus bertindak. Mengalahkan Mustafa sialan itu tidak bisa dengan kekuatan. Kita harus menggunakan cara yang licik, seperti apa yang kau lakukan kepada ayahku dulu,” kata Evren membuat Deriya dan Asmat saling bertatapan.
“Apa rencanamu?” tanya Deriya tegang.
“Aigul. Kita akan menggunakannya,” jawab Evren membuat Deriya dan Asmat tersenyum.
***
Mustafa memasuki gerbang penduduk yang seketika membuat semua orang terpaku. Mereka tidak percaya melihat sosok Sultan Ali kini kembali hadir. Mustafa masih saja menghentakkan kakinya agar kuda melangkah hingga berada di tengah kota. Kehadiran Aslan membuat semua penduduk bergetar.
“Aku, Mustafa!” teriak Mustafa sangat keras.
Semua penduduk saling bertatapan. Sesuatu yang mengejutkan secara tiba-tiba, membuat mereka tidak mengerti.
“Apakah kau benar-benar Mustafa?” tanya salah satu pemimpin dari mereka yang melangkah maju mendekati Mustafa namun berhenti saat Aslan menatapnya. Aumannya membuat semua penduduk semakin diam.
“Aslan, tenanglah.” Mustafa menuruni kuda, mengelus-elus Aslan yang seketika diam.
“Aku memang Mustafa,” jawabnya sekali lagi. Namun rakyat masih saja tidak bisa percaya begitu saja. Mereka semakin mendekat dengan membawa pedang yang terhunus ke leher Mustafa.
“Jangan pernah mengakui sesuatu yang sangat berarti buat kami. Selama dua puluh tahun kami menunggu Pangeran yang akan menolong kami. Jika kau memang benar dia, tunjukkan buktinya!”
“Benar!”
Semua rakyat berteriak keras, membuat Mustafa mendekati Aslan dan mendekati telinganya. “Aslan, bisakah kau memanggil beberapa temanmu ke sini?”
Aslan mengaum sangat keras. Hentakan keras terdengar seketika. Tanah yang tenang, bergerak menyeruakkan debu. Semua penduduk terdiam, menyaksikan sesuatu yang sama sekali tidak mereka sangka.
“Tidak mungkin!” ucap salah satu dari mereka, membuat yang lainnya terdiam.
Puluhan hewan kini mengitari mereka. Semua penduduk masih terpaku, hingga salah satu dari mereka mengangkat tangannya.
“Hidup Sri Sultan Mustafa!”
Semua penduduk seketika menundukkan kepala. Mereka saling memandang dengan senyuman. Pemimpin sah kini hadir di antara mereka. Mustafa berjalan pelan mendekati pemimpin mereka yang dengan sigap mengangkat wajahnya.
“Bantu aku bersiap untuk membebaskan Ratu Akasma. Setelah itu, dua belas kerajaan, harus kita taklukkan untuk mengambil alih kerajaan Zengini!”
“Kami akan membantumu, Pangeran!”
***
Di dalam kamarnya, Aigul masih saja melamunkan Mustafa. Di semakin terpana dengan ketampanannya.
“Dia … sudah memikat hatiku. Mustafa … nama yang indah,” gumam Aigul tanpa henti dengan kekagumannya.
“Brak!”
Aigul tidak percaya melihat Deriya masuk ke dalam kamarnya. “Aigul, kerajaan berada di tanganmu,” ucap Deriya mengejutkannya. Aigul spontan berdiri dan mendekati Deriya yang menatapnya tajam.
“Apa maksud, Ratu?”
Rakyat masih saja menyambut kedatangan Mustafa. Mereka bersuka cita merayakannya. Namun tidak dengan beberapa pejabat istana yang menatap mereka dari kejauhan sambil menunggangi kuda berpelana emas. Pejabat yang sangat senang menyiksa rakyat dengan meminta pajak melebihi hasil setiap panen.“Ini sangat buruk. Kita harus melakukan sesuatu,” ucap Kepala Pejabat istana dengan tatapan dinginnya kepada pejabat bawahan lainnya.“Kita bisa memenangkannya. Kekuatan Ratu Deriya sangat hebat,” balas salah satunya.“Kau sangat tahu jika Panglima Asmat saja tidak berani turun sendiri saat menyerang bawah bukit selama bertahun-tahun. Bahkan saat dia memberanikan diri menemui Mustafa, berakhir dengan pelarian.” Kepala Pejabat berusaha menenangkan hatinya. Dia sangat paham jika perkataan Trisula tentang kekalahan Deriya setelah dua puluh tahun, akan segera terjadi.“Kita akan segera membicarakannya.” Kepala Pejabat memutar
Mustafa menarik Aigul menuju kursi, dan mendudukkannya. Dia masih diam tidak berkata apapun. Agha mendekatinya dengan membawa kain panjang bewarna merah yang dia ambil dari sandaran kursi. Kain yang biasa Aigul gunakan untuk menghiasi tubuhnya.“Agha ikat dia,” ucap Mustafa tegas sembari berdiri tegak di hadapan Aigul yang masih menatapnya dengan sedikit senyuman.“Agha, kau menunggu di sini. Jika dia berteriak, bungkam mu--.”“Dia berada di lapangan penggal. Ratu mengetahui rencanamu dari pejabat istana yang melihatmu datang menemui rakyat. Hanya dengan memenggal ibumu, kau pasti akan me-nye-rah.” Aigul mendadak membuat Mustafa menghentikan ucapannya. Kini Aigul semakin berbinar saat sosok idamannya berjalan ke arahnya dan melepaskan ikatan yang sudah dilakukan Agha.“Asal dekat denganmu, aku sudah sangat senang, Mustafa,” bisik Aigul sekali lagi yang masih tidak mendapat tanggapan dari Mustafa.&ldq
Pembebasan akhirnya berhasil dilakukan oleh Mustafa dengan bantuan rakyat, serta Burak bersama tawanan. Mereka sangat hebat melawan semua prajurit Deriya. Satu hal yang membuat Mustafa merasa lega, akhirnya sang ibu terselamatkan.“Akhirnya kau terselamatkan, Ibu,” batinnya terus menatap depan.Aslan masih saja menghentakkan kakinya diatas tanah dengan sangat cepat menyusul rakyat dan semuanya yang sudah berada di pemukiman.Mustafa yang masih berada di atas punggung Aslan, sebenarnya masih merasakan kegelisahan. Dalam perasaannya, dia sangat khawatir jika Deriya mengirimkan semua pasukannya untuk menyerang pemukiman, dan membuat semua rakyat akan kehilangan nyawa.“Aslan, kita harus cepat,” bisiknya sembari mengelus kepala Aslan yang semakin menambah kecepatan berlarinya.Rakyat bersuka cita menyambut kedatangan Mustafa bersama Aslan. Dia menepuk-nepuk Aslan, untuk mengurangi kecepatannya saat sampai di pemukiman. Mustafa s
Ciuman pertama terasa sangat indah. Mustafa dengan lembut bersama perasaan yang bergetar, melakukannya. Perlahan lidah mereka bersentuhan di dalam. Kenikmatan bercampur rasa cinta semakin membuat mereka enggan melepaskannya. Ciuman semakin dalam terjadi.Burak dari kejauhan menatapnya. Dia sangat bahagia melihat Mustafa tumbuh menjadi pemuda hebat. “Aku akan selalu melindungimu, Pangeran,” batinnya kemudian berlalu.***Mustafa melepaskan bibirnya dengan senyuman. Zivana sedikit menundukkan kepalanya karena rasa malu. Sontak jemari kanan Mustafa memegang dagu lancip Zivana untuk kembali terangkat. Kini mereka kembali berpandangan.“Kerajaan Alcatraz berada di bawah kekuasaan Ratu Deriya. Aku tidak akan pernah mengorbankan itu.” Zivana menggelengkan kepalanya. “Tidak!” ucapnya keras. “Bebaskan aku, Pangeran,” sambungnya.“Mustafa. Panggil aku dengan sebutan itu,” balas Mustafa membuat Zivan
Zivana merasa resah. Di dalam kamarnya, dia selalu menahan hatinya. Pikirannya bergelud tanya. Apakah Mustafa akan memegang janjinya? Hingga lamunannya teralihkan suara ketukan pintu.“Masuklah,” ucap Zivana sedikit keras.Pelayan wanita masuk membawa nampan dengan buah-buahan segar. Jemarinya dengan sigap mengatur semua isi nampan di atas meja. Zivana masih saja duduk sembari menggeleng pelan karena perasaan gelisah. Pelayan melirik Zivana, perlahan mendekatinya. “Apakah Putri ada masalah? Maafkan hamba yang lancang menanyakannya,” kata Pelayan masih menundukkan kepala.Zivana hanya sedikit tersenyum. Dia menganggap perasaan yang dia rasakan adalah pribadi. “Kau boleh keluar,” ujarnya membuat Pelayan masih diam di tempat.“Putri, maafkan hamba. Mungkin hamba terlambat mengantar buah kesukaan, Anda. Hamba harus mengantar Putri Aigul di sungai.” Pelayan masih saja menundukkan kepala sembari tersenyum dengan l
Mustafa bersama Zivana menemui Akasma yang sudah terbangun dan mendapatkan perawatan Safa. Mereka terkejut melihat Mustafa bergandengan tangan dengan seorang wanita sangat mesra.“Apakah ini Putri Zivana?” tanya Akasma masih mengembangkan senyuman. Akasma sangat mengenal kedua orang tua Zivana karena memang mereka bersahabat hingga Deriya melakukan konspirasi untuk menghabisi semuanya. Deriya tidak membunuh Zivana karena jika persembahan Aigul gagal, maka Zivana adalah sasaran selanjutnya.“Ratu, sangat bahagia, saya bisa bertemu dengan Anda,” balas Zivana menundukkan kepala, namun Akasma menahannya.“Jangan. Aku adalah ibumu. Dan Safa juga ibumu. Kami merestuimu, Putri.”Safa menganggukkan kepala, memeluk Zivana.Mustafa mengarahkan kepalanya kepada Sarman untuk mengikutinya. Mereka menuju ruangan pertemuan, diikuti Burak dan Agha.“Kerajaan mana yang harus aku taklukkan untuk pertama kalinya?&rdquo
Suasana malam semakin mencekam. Ribuan perajurit sudah siap dengan senjata mereka masing-masing. Mustafa menatap ke depan, melihat sesuatu yang sangat janggal. Seorang wanita terikat di atas menara kerajaan paling tinggi.“Panglima, sepertinya aku berubah pikiran. Aku akan melawan Spaden saja. Sampaikan tantangan ini kepada Panglima Spaden.”“Apakah ini cara terbaik?” tanya Burak memastikan.“Perhatikan atas istana. Jangan sampai raja itu merencanakan hal licik untuk kita.” Burak mengedarkan pandangan, kemudian menganggukkan kepalanya. Dia segera menghampiri Emir dan membisikkan sesuatu. Emir bersama pasukannya melakukan apa yang Burak katakan.Burak kembali mendekati Mustafa. “Pangeran, dia memiliki golok hebat.” Burak sedikit resah membiarkan Mustafa melawan raja yang terkenal pemangsa hewan melata.“Dia memiliki ilmu hitam dari Ratu Deriya. Ini kabar yang aku dapat dari salah satu pelayan yan
Semua mata tidak percaya melihat Mustafa masih berdiri tegak di tengah angin dahsyat yang diarahkan kepadanya oleh Spaden. Kedua mata Mustafa mulai memerah. Dia mengangkat tangan kanannya tinggi. Cengkeramannya semakin kuat, bersiap mengarahkan pedangnya dengan tepat untuk menembus jantung lawan.“Aku tidak akan pernah membuatmu kalah!” teriak Spaden. Dia berlari semakin kencang. Tangan kanannya memutar kuat, membuat golok semakin menghasilkan angin kencang. Kakinya sudah berada beberapa langkah dari Mustafa.“Rasakan ini!” teriak Spaden, melompat tinggi. Kedua matanya melebar ketika kakinya melayang, mengarahkan ujung golok untuk menusuk Mustafa yang hanya diam di tempat.“Pangeran, kenapa dia diam saja?” batin Burak menegang. Dia tidak mengerti apa yang akan Mustafa lakukan.“Pangeran!” teriak Burak disusul lainnya saat golok Spaden sudah berjarak satu senti dari kepalanya.“Tang!”