Mustafa bersama Zivana menemui Akasma yang sudah terbangun dan mendapatkan perawatan Safa. Mereka terkejut melihat Mustafa bergandengan tangan dengan seorang wanita sangat mesra.
“Apakah ini Putri Zivana?” tanya Akasma masih mengembangkan senyuman. Akasma sangat mengenal kedua orang tua Zivana karena memang mereka bersahabat hingga Deriya melakukan konspirasi untuk menghabisi semuanya. Deriya tidak membunuh Zivana karena jika persembahan Aigul gagal, maka Zivana adalah sasaran selanjutnya.
“Ratu, sangat bahagia, saya bisa bertemu dengan Anda,” balas Zivana menundukkan kepala, namun Akasma menahannya.
“Jangan. Aku adalah ibumu. Dan Safa juga ibumu. Kami merestuimu, Putri.”
Safa menganggukkan kepala, memeluk Zivana.
Mustafa mengarahkan kepalanya kepada Sarman untuk mengikutinya. Mereka menuju ruangan pertemuan, diikuti Burak dan Agha.
“Kerajaan mana yang harus aku taklukkan untuk pertama kalinya?&rdquo
Suasana malam semakin mencekam. Ribuan perajurit sudah siap dengan senjata mereka masing-masing. Mustafa menatap ke depan, melihat sesuatu yang sangat janggal. Seorang wanita terikat di atas menara kerajaan paling tinggi.“Panglima, sepertinya aku berubah pikiran. Aku akan melawan Spaden saja. Sampaikan tantangan ini kepada Panglima Spaden.”“Apakah ini cara terbaik?” tanya Burak memastikan.“Perhatikan atas istana. Jangan sampai raja itu merencanakan hal licik untuk kita.” Burak mengedarkan pandangan, kemudian menganggukkan kepalanya. Dia segera menghampiri Emir dan membisikkan sesuatu. Emir bersama pasukannya melakukan apa yang Burak katakan.Burak kembali mendekati Mustafa. “Pangeran, dia memiliki golok hebat.” Burak sedikit resah membiarkan Mustafa melawan raja yang terkenal pemangsa hewan melata.“Dia memiliki ilmu hitam dari Ratu Deriya. Ini kabar yang aku dapat dari salah satu pelayan yan
Semua mata tidak percaya melihat Mustafa masih berdiri tegak di tengah angin dahsyat yang diarahkan kepadanya oleh Spaden. Kedua mata Mustafa mulai memerah. Dia mengangkat tangan kanannya tinggi. Cengkeramannya semakin kuat, bersiap mengarahkan pedangnya dengan tepat untuk menembus jantung lawan.“Aku tidak akan pernah membuatmu kalah!” teriak Spaden. Dia berlari semakin kencang. Tangan kanannya memutar kuat, membuat golok semakin menghasilkan angin kencang. Kakinya sudah berada beberapa langkah dari Mustafa.“Rasakan ini!” teriak Spaden, melompat tinggi. Kedua matanya melebar ketika kakinya melayang, mengarahkan ujung golok untuk menusuk Mustafa yang hanya diam di tempat.“Pangeran, kenapa dia diam saja?” batin Burak menegang. Dia tidak mengerti apa yang akan Mustafa lakukan.“Pangeran!” teriak Burak disusul lainnya saat golok Spaden sudah berjarak satu senti dari kepalanya.“Tang!”
Ciuman mesra, masih saja terlihat jelas di dalam kamar itu. Kedua bibir saling berpagutan mesra. Lumatan dipenuhi hasrat semakin membuat hati seorang wanita yang sedari tadi di dalam mengamati, merasa tertusuk. Jantungnya tersendat. Napasnya sesak. Ciuman itu, membuatnya mengepalkan kedua tangan dipenuhi keringat dingin.“Tidak mungkin! Aku … akan memisahkan mereka!” batinnya kesal.“Prang!”“Aigul?”Sontak Aigul mengejutkan Mustafa dan Zivana. Mereka terperanjat mendengar sebuah gelas terjatuh dari meja. Aigul terdiam sendu sambil menundukkan kepala. Mustafa menatap Zivana yang menganggukkan kepala. “Kenapa dia ada di sini?” tanya Mustafa singkat.“Ratu akan memberikannya kepada persembahan. Dia melarikan diri, dan menuju kemari,” jawab Zivana spontan membuat Mustafa mengernyit. Dalam batinnya mengatakan, “Pengawalan sangat ketat. Apakah memang dia bisa berhasil lolos? Atau,
Zivana masih merasa resah. Namun dia tidak akan membahas ini. Dia tidak mau masa momen romantis bersama Mustafa hilang dengan masalah hati. Mustafa masih saja memasang sedikit senyuman kepada Zivana. Dia sendiri sebenarnya juga merasa gelisah dengan keadaaan para putri. Mustafa sangat paham bagaimana perlakuan seseorang jika menginginkan sesuatu. Apapun akan dilakukan. Nyawa Zivana taruhannya.Mustafa berjalan menuju Akasma yang berada di tengah ruangan inti istana. “Ibu,” sapanya sembari memeluk.“Zivana sudah aku siapkan kamar khusus. Dia bisa tinggal di sini.” Zivana tersenyum mendengar perkataan Akasma. Namun dia juga memikirkan istananya.“Bagaimana dengan istanaku?”“Emir dan pengikutnya akan menjaganya. Dia yang menjadi raja di sana.” Mustafa mendekati Aslan dan mengelusnya. “Aslan, sampaikan kepada Trisula untuk memberikan ramuan penangkal di seluruh lokasi kerajaan Alcatraz agar Deriya tidak m
Malam semakin datang. Mustafa masih saja memeluk Zivana di dalam kamarnya. “Kenapa aku mendapat kabar kalian harus bersaing?” tanyanya membuat Zivana diam. Dia menggeleng pelan. Raut wajah penuh kegelisahan terpampang jelas di sana.“Semua Putri menginginkan dirimu. Namun aku paham dengan itu semua. Kau adalah calon Sri Sultan dengan kesempurnaan,” jawaban Zivana yang membuat Sultan melepaskan pelukannya. Kini dia diam menatap Zivana yang dengan jelas menahan amarahnya. Kecemburuan sudah membuat dia tidak mempercayai Mustafa. Itu sangat membuat Mustafa merasa kecewa.“Baiklah. Bersaing dengan mereka, itulah keinginanmu? Lakukan.” Mustafa membalikkan tubuhnya, membuat Zivana melotot seketika. Dia tidak menyangka melihat pujaan hatinya seperti itu. “Mustafa!” teriaknya membuat langkah jenjang terhenti tepat di tengah pintu.“Biarkan aku terlihat memiliki sesuatu kelebihan untuk menunjukkannya. Jangan pernah mem
Seria semakin meliuk indah. Tubuh rampingnya menunjukkan kemolekan. Semua mata terpana, bahkan tidak berkedip. Pinggangnya bergoyang berirama dengan musik. Paha mulus terlihat indah ketika dia melompat. Kain yang membelah, memperjelas warna kulit putih mulus seputih salju. Mustafa mengkerutkan kedua alis, menarik napas panjang mengatur hatinya. Dia tidak memungkiri, keindahan di hadapannya, bisa menarik perhatiannya.“Hentikan. Cukup!”Aigul tiba-tiba datang memasuki ruangan, menghentikan Seria. “Kau sudah terlalu lama di atas. Apa kau akan terus menari sampai besok?” Seria mendekati Aigul, mengangkat wajahnya. Mereka saling menumbukkan sorotan tajam.“Jangan pernah, membuatku kesal,” ucap Seria kemudian meninggalkan panggung. Dari kejauhan, Akasma merasa cemas melihat sedikit keributan yang terjadi. Mustafa masih saja diam. Dia sebenarnya hanya ingin melihat Zivana. Dalam benaknya, tersimpan tanya. Apa yang akan Zivana tampil
Penyatuan hasrat terjadi begitu indah. Kedua insan saling meluapkan perasaan, seolah dunia milik mereka. Hasrat yang terpacu begitu menderu. Hingga keinginan untuk melakukan penyatuan semakin dalam, sudah tidak bisa ditahan. Kepemilikan masing-masing telah siap untuk saling menyerahkan. Mustafa segera membawa Zivana ke atas ranjang. Putri sudah melentangkan tubuhnya yang indah. Perlahan Mustafa mendekati wajah Zivana, menatapnya lembut. "Zivana, aku menginginkanmu," bisiknya pelan. Mustafa semakin menikmati keindahan di hadapannya. Bibir itu menjelajah setiap lekukan tubuh seputih salju. Kedua mata sang putri memejam, menyerahkan pasrah semua miliknya. Desahan rintihan Mustafa mulai terdengar saat jemarinya menikmati tubuh wangi membuat dia terus menelisik semua isi di balik kain putih yang masih menutupinya. “Ah!” rintihan pelan Zivana terdengar saat miliknya sudah terjamah jemari Pangeran yang terus membelainya. “Mustafa … aku milikmu,” bisik Zivana p
Seria masih diam tidak bisa berkutik. Sosok di hadapannya adalah pelayan Akasma yang sangat setia. Dia selalu saja mengikuti Akasma, bahkan menjadi tangan kanan sang ratu, bernama Hera.“Apa yang akan kau alami jika aku mengatakannya kepada Ratu Akasma tentang hal ini?” pertanyaan yang seketika membuat Seria semakin menyorot tajam.“Kau tidak akan bisa melakukannya. Aku akan mengelak. Kau tidak memiliki bukti.” Seria mengangkat wajahnya, berkata dengan percaya diri.“Kau pikir, siapa yang akan Ratu percaya. Perkataanmu, ataukah diriku pelayan setianya?”Seria menarik napas semakin dalam, mengatur detakan jantungnya yang tidak beraturan karena menyimpan ketakutan. “Apa maumu?” tanya Seria saat Hera melangkah mendekatinya. Ada maksud yang terpampang jelas di ekspresi wajahnya.“Aku bisa membantumu mendekati Pangeran,” kata Hera membuat Seria terkesiap.“Kenapa kau membantuku?&rd