Share

Tugas Baru

Author: Siti Marfuah
last update Last Updated: 2022-06-11 16:17:04

"Duduklah." Ia pun lantas menurut titah sang Baginda. Menunggu beberapa saat karena bingung sendiri harus berkata apa. 

"Kau tau, sikapmu itu begitu menarik perhatianku?" Entah pernyataan atau pertanyaan, karena Baginda hanya terdengar menggumam lirih, dan itu membuat Marta tertegun heran. 

Melihat gadis itu nampak bingung, Baginda tersenyum hangat. Entah kenapa, tak hanya kecantikannya saja yang begitu menarik dari pelayan baru yang satu ini. Tapi sikapnya, keberaniannya itulah yang lebih menarik hati baginda. Karena baru kali ini menemukan gadis desa seberani dia. 

"Baru kali ini aku melihat ada pelayan perempuan yang berani sepertimu. Siapa kau sebenarnya?" Tanya Baginda dengan tatapan tak beralih dari wajah Marta, hingga gadis itu merasa risih dipandangi demikian. Sebab sejak kecil, ia hanya dekat dengan lelaki dari keluarganya sendiri. Juga kakek yang merawatnya hingga dewasa. 

"Kenapa kau tadi dengan berani berkata jujur, dan membantu kepala pelayan itu?" Tanya Baginda lagi, karena sejak tadi gadis itu masih tertunduk diam. Namun, mendengar pertanyaan kali ini, Marta mengulas senyum tipis yang sungguh memikat siapapun. Bahkan Baginda pun ikut tersenyum melihatnya. 

"Apalagi yang bisa saya lakukan, Baginda? Karena kesalahan itu memang saya yang melakukan, bukan Bibi Ratih."

"Nah, itulah yang saya suka darimu." Baginda menatap penuh kekaguman. Sementara ada hawa kekhawatiran menelusup dalam hati Amarta, apalagi maksud Baginda itu. Jangan sampai rasa simpati dari Raja itu perlahan mengikis niat Amarta hingga bisa berada di tempat megah ini. 

"Seribu satu gadis desa yang punya keberanian sepertimu. Oh, iya. Siapa namamu?"

"Saya Marta, Baginda. Tirta Amarta."

"Hm, tirta Amarta? Nama yang bagus. Dimana tempat tinggalmu? Apa aku bisa bertemu dengan orangtuamu?" Pertanyaan Baginda yang satu ini membuat Marta mendongak kaget. Ingin bertemu orang tua, katanya? 

Mendengar kata-kata itu saja mendadak membuka kembali lembaran hitam kala itu. Dadanya kembali bergolak, seiring detak jantung berpacu tak menentu. Namun ia segera menyadari. 

Menghirup udara banyak-banyak, untuk mengisi ruang dalam paru-paru. Jika ia biarkan rasa menggebu itu, sudah bisa dipastikan, rencananya terkubur sampai di sini. 

"Apa pertanyaan saya salah?"

"Oh, tidak, Baginda." Marta mendongak cepat, tak akan membiarkan sedikit saja celah penyamarannya terendus oleh siapapun di tempat ini. 

"Lalu?" Raja itu mengejar, seperti telah menaruh sedikit kecurigaan. Namun sesegera mungkin Marta mengalihkannya, ia tersenyum miris penuh rencana. 

"Saya hanya tinggal bersama kakek di pinggir hutan, Baginda. Kedua orang tua saya telah meninggal sejak saya masih kecil," Jawab Marta. 

"Kenapa orang tuamu meninggal? Sakit, atau yang lain?"

"Ada kecelakaan ketika bekerja di sawah, baginda," Jawab Marta mengarang dengan kehati-hatian. Ia mendesah lega, melihat baginda terangguk paham. 

"Kenapa kau bekerja di sini?" Entah kenapa, Raja itu masih saja bertanya. 

"Ingin mencari penghasilan, Baginda. Karena kakek saya telah memasuki usia senja," Jawabnya, dan Baginda kembali mengangguk. 

"Kau ditugaskan di dapur, ya?"

"Benar, Baginda."

"Kenapa?"

"Menurut Bibi Ratih, saya terlalu ceroboh, seperti tadi contohnya."

"Padahal saya suka sikapmu itu." Baginda tersenyum geli, karena pernyataan tadi membuat gadis itu mendongak tak percaya. Padahal tadi ia telah menyiapkan mental untuk menerima hukuman apapun. Tak disangka, setibanya di ruang ini hanya diinterogasi tentang siapa dirinya. 

"Bagaimana jika kau menjadi pelayan pribadi saya dan permaisuri?" Marta tak bisa berkata kali ini. Rencana yang menggebu dalam hati, dan harus tertunda karena aturan pelayan baru. Tak disangka dirinya akan mendapatkan perlakuan seistimewa ini dari pemilik istana. 

Selain tugas itu menghasilkan upah lebih besar, menjadi pelayan pribadi Raja adalah mimpinya. "Apa saya tidak salah dengar, baginda?" Tanya Marta dengan wajah berbinar. 

"Tentu saja, bahkan kalau mau, kau bisa bekerja mulai detik ini juga."

"Ah, jangan, Baginda."

"Kenapa?" Baginda bertanya penuh selidik. 

"Tugas ini impian setiap pelayan, saya tidak ingin dianggap berbuat curang, karena tiba-tiba  beralih tugas sebelum waktunya." Dan jawaban itu menumbuhkan senyum lebar di wajah baginda yang tak muda lagi. 

"Kau tidak perlu khawatir, aku akan katakan langsung pada Bibi Ratih."

"Terimakasih, Baginda."

"Baik. Kau boleh kembali ke kamarmu."

Marta berjalan cepat, kembali menuju kamarnya. Ia pikir orang-orang tadi telah bubar, ternyata saat ia tiba di depan kamar, suara riuh mereka masih terdengar. Mereka serentak menoleh ke arah Marta, dan Bibi Ratih yang pertama kali menyerbu kedatangannya. 

Wanita itu merangkul badan Marta, memegangi kedua tangan dan mengamatinya. Seperti memastikan bahwa gadis itu masih baik-baik saja. 

"Bagaimana, kau baik-baik saja?" Tanya bibi, mendadak sikap judes sebagai atasan pada anak barunya kemarin, kali ini sirna entah kemana. 

"Kau tadi mendapat hukuman apa?" Cecar bibi seakan tak memberi kesempatan Marta untuk berfikir. Disusul suara riuh dari teman-teman, menanyakan keadaannya. 

"Tidak apa-apa, bi. Bibi tidak perlu khawatir, saya telah menjalani hukuman dengan cepat." Marta mengedarkan tatapan pada orang-orang di sekelilingnya. "Karena malam telah larut, lebih baik kita tidur saja. Karena esok hari rutinitas harian telah menunggu kita."

Kali ini bibi menatap Marta penuh rasa kagum. Tak seperti sebelumnya, tatapan itu kini seperti seseorang kepada atasan. 

"Marta benar. Ayo kita bubar, ayo kembali ke kamar masing-masing."

"Baik, bibi." Suara serentak menggiring mereka semua pergi dari depan kamar Marta. Gadis itu tersenyum cerah, tak percaya dengan kejadian yang baru saja ia alami. 

Rupanya, kesalahan yang dibuatnya secara tak sengaja itu cukup menguntungkan. Kini, ia tak lagi menunggu keputusan bibi untuk bisa berpindah tugas menjadi pelayan raja. 

Namun, ia tak boleh gegabah. Karena di tempat ini ia seorang diri yang nekat akan membunuh raja dan permaisuri. Salah langkah sedikit saja, tamatlah riwayatnya. Apalagi ia seorang pendekar baru di dunia persilatan, yang baru keluar dari sangkar ternyaman. Ia bahkan belum pernah bertemu dengan lawan tanding selain kakek. 

Marta menutup pintu kamar yang telah sepi. Dipandanginya lantai yang telah bersih dari sisa serpihan gelas tadi, pasti bibi dan lainnya yang telah membersihkan kamar ini. Ia tersenyum penuh arti, merebahkan badan di atas tempat tidur hangat. 

Samar suara kokok ayam jantan menandakan, bahwa langit malam tak lama lagi akan bergeser. Rasanya belum lama ia dapat pejamkan mata, ketukan pintu kamar kembali membuatnya membuka mata berat. 

Belum sempat membuka pintu, Bibi Ratih telah berdiri di depannya. "Kau ini lama sekali. Katanya tugas sudah menunggu, kau malah masih tidur."

"Maaf, Bibi. Aku benar-benar ngantuk," Jawab Marta apa adanya, kedua tangan masih mengucek mata berat dan memerah. 

"Ya sudah, persiapkan dirimu. Baginda telah menunggu," Kalimat Bibi yang ini mendadak membuat Marta melebarkan mata. Rasa kantuk hilang seketika, teringat mulai hari ini tugasnya telah berganti ke ruangan Baginda dan permaisuri. 

"Iya, Bibi. Aku akan segera bersiap." Tanpa menunggu jawaban dari Bibi, Marta langsung berlari menuju tempat mandi. Cepat saja, tanpa perlu berlama-lama, Marta telah siap di depan Bibi. 

Hari yang istimewa ini, disambut Marta dengan dandanan yang lebih cantik dari sebelumnya. Bahkan membuat Bibi tercengang saat mengamati penampilannya, dari atas ke bawah. 

"Ada yang salah, Bi?" Tanya Marta heran sendiri, kemudian Bibi mengerjap sambil menggeleng pelan. "Kau hari ini terlihat lebih segar," Bibi memberikan komentar. 

"Tentu saja, bertugas di depan orang nomor satu, masa iya masih disamakan dengan bertugas di dapur, Bi? Benarkan?" Marta berlalu, meninggalkan Bibi yang masih bengong seorang diri. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Akan Menikah

    Ia kini dihadapkan kembali dengan persiapan serangan yang lebih dari sebelumnya. Namun, sebelum itu, Tiba-tiba ada sosok lain yang datang membantu. Melemparkan satu tendangan dan membuat mereka bertiga langsung terjatuh bersamaan. Sosok itu beberapa detik masih berdiri membelakangi Marta, hingga ia tak bisa melihat siapa. Apalagi di malam gelap seperti ini. Ia hanya bisa melihat, bahwa tiga orang jahat tadi saling menarik satu sama lain.Mereka berlari tunggang-langgang, meninggalkan Marta tercengang seorang diri. Dalam kepalanya mulai disinggahi rasa khawatir akan sosok yang tak juga membalikkan badan. Ia perlahan mendekat, dan semakin diamati, postur badan itu seperti tidak asing. Namun Marta tak berani menyimpulkan terlalu cepat. "Terimakasih, tuan. Telah membantu saya," Ucapnya pada sosok pria yang masih menyembunyikan wajah. Marta bisa melihat sosok itu, dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengenakan topi bambu. Pria itu, perlahan membalikkan badan. Marta tercengang. Tak

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Malam Dingin

    "Memang, apa kau tidak ingin terbuka dengan orang lain? Jangan hanya menutup diri seperti kemarin." Gading tak segera menjawab, pria itu malah menatapnya lekat-lekat, dengan pandangan yang tak bisa dimengerti."Kalau aku membuka hati, apa kau mau menerimanya?" Marta tercengang, baru menyadari bahwa pertanyaan tadi telah menjebak dirinya sendiri.Tak tau harus menjawab apa, kini Marta hanya menahan nafas dengan mengalihkan pandangannya. "Jadi bagaimana, Marta?" Tanya gading lagi, sebab belum mendapatkan jawaban. Sementara sang gadis seperti tak paham bahwa yang diajak bicara sangat mengharapkan jawaban."Aku, aku tidak paham dengan arah pembicaraanmu, Gading. Sebenarnya bagaimana?" Untuk lebih jelasnya, ia memang membutuhkan itu."Apa kau tidak paham juga, Marta? Saat ini aku sangat membutuhkan seorang teman yang bisa membuat hatiku kembali hidup seperti dulu." Marta belum berani menyahut, sebab dari sinipun sebenarnya ia telah mengerti."Tolong berikan hatimu padaku, Marta." Tiba-tiba

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Meluluhkan Gading

    Keduanya berhenti akibat berpapasan dengan pohon besar, dengan posisi Marta berada di bawah badan Gading yang sama-sama membelalak kaget.Satu detik, dua detik. Marta bisa merasakan detak jantung Gading yang memacu cepat. Secepat pria itu membawanya berlari tadi. Setelah beberapa saat lamanya saling menatap, dan mengagumi dalam hati, Gading tersadar."Maaf." Pria itu spontan berdiri, tanpa menghiraukan Marta yang kepayahan menegakkan badan akibat tertindih olehnya.Dan sesaat setelah ia berhasil berdiri di depan Gading, Marta membelalak. Tak jauh di belakang pria itu, kucing besar tadi menyusul. Ia langsung menghunus anak panah di punggung gading, dan melemparkan tanpa perhitungan.Namun, ketika Gading menoleh, hewan itu telah menggelepar kesakitan. Tak lama, nafas terakhirnya pun menghembus panjang, kemudian badannya tak bergerak lagi."Dia ... Kau, membunuhnya?" Gading bergumam, wajahnya setengah tak percaya."Dia sangat berbahaya. Jadi biarkan saja mati," Jawab Marta berlalu dari h

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Berburu Dengan Gading

    Hanya Marta sesekali melirik, memperhatikan tangan kekar itu. Yang ternyata begitu telaten membersihkan kelinci, hingga memotong-motongnya menjadi beberapa bagian kecil yang siap dimasak. "Ambilkan panci itu." Suara gading terdengar, dan Marta sengaja acuh. Tetap fokus dengan sayuran di kedua tangannya. Dalam hati ingin melihat, bagaimana reaksi pria itu jika diperlakukan demikian. "Kau dengar, tidak?""Aku?" Marta malah bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Sementara yang tadi bertanya itu, kini berdecak kesal. "Mau menantang, kau rupanya?" Entah apa yang akan dilakukan, tangan Gading mendekati kepala Marta, dan tanpa ia sadari tiba-tiba lengannya terhempas kasar. Pria itu mendongak kaget, tak menyangka Marta gadis ini memiliki kecepatan luar biasa. Bahkan di saat ia belum sempat mengedipkan mata. Penasaran, gading kembali menggerakkan tangan, dan tangkisan Marta lebih tegas dari sebelumnya. Ia kini membelalak, apalagi melihat gadis cantik itu berdiri. Menatapnya dengan senyu

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Teman Untuk Gading

    "Siapa suruh tidak makan," Celetuk Gading benar-benar membuat hati sakit. Andai saja kondisinya sehat, akan ia semprot dengan kalimat serupa. Dasar! Marta kini hanya bisa mengumpat dalam hati.Hanya ada sisa nasi beberapa butir, karena perut yang tak bisa lagi diajak bersabar, ia jumput nasi itu, dan makan. Aktifitas itu, sebenarnya tak luput dari pandangan aneh gading yang tak bisa dideskripsikan.Pria itu, sebenarnya sempat tertegun melihat sosok di depannya. Namun, tak ingin terlalu lama, Gading membuang wajah ke arah pintu.Sementara di sana, Marta tak menyadari. Setelah minum air dingin beberapa teguk, ia akan kembali ke kamar. Dengan langkah gontainya tadi, ia kadang jadi kehilangan keseimbangan, yang menyebabkan badannya oleng. Hampir ambruk, tetapi untung ia segera bisa membenahi posisi.Akan semakin kesal pria itu, jika ia harus merepotkan. Marta kembali ke kamar dan merebah lelah.Di luar kamar itu, gading mungkin penasaran tentang apa yang terjadi pada tamu perempuannya. Ia

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Demam

    Marta kesal, ia lemparkan daging tadi ke sebelah Gading yang kemudian mendongak kaget. "Dasar, manusia batu!" Umpat Marta berlari ke kamarnya. Sementara pria yang dikatakan manusia batu itu hanya melirik ke arah pintu yang masih bergerak akibat ditutup keras. Setelahnya, gading mengalihkan sorot mata pada beberapa tusuk daging, yang mungkin memang sengaja diperuntukkan baginya. Ia ambil tusukan mirip sate itu, menghirupnya sekilas dan menarik satu potong paling ujung menggunakan giginya. Gading menikmati, ia bergumam dalam hati, ternyata, gadis yang baginya cerewet itu pintar memasak. Gading membaringkan badan setelah menghabiskan semua sate tadi, dan membiarkan tusuknya tetap berserakan di samping badan. Bahkan hingga pagi, hingga Marta terbangun oleh hawa dingin tak biasa. Gadis itu mendekati tungku dan menyalakannya, di saat semua orang di rumah ini belum terdengar bangun. Marta memilih menghangatkan badannya di depan tungku. "Wah, wah. Kau rupanya sudah bangun, ya?" Suara Ibu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status