Bab 1
Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Dari pagi ublek-uthek di dapur mempersiapkan sarapan. Meski suamiku bergaji besar , tetapi kami tidak memiliki pembantu. Memang aku yang menginginkan dengan alasan agar aku bisa gerak dan tidak mager dan juga uangnya bisa digunakan untuk yang lain. Waktunya rebahan sambil nunggu Dhuhur, lagi pula mau apa lagi? nyuci, memasak, menjemur pakaian, menggosok, menyapu, mengepel, semuanya sudah. “Capek,” gumamku. Aku menuju ke ruang tengah, ruang khusus untuk keluarga dan tiduran di kasur yang memang telah tersedia. Sembari tiduran kubuka-buka medsos. Ada status menarik dari Mama Azzah---tetangga sebelah. Ratu sosmed kalau kami menyebutnya. Aku dan dia satu komplek, tetapi beda blok. Rumahku di cluster depan, tentu saja cluster termahal sedangkan dia cluster biasa. Kami ada grup WA emak-emak komplek dan mengadakan arisan RT sebulan sekali. “Alhamdulillah ya, Pi, akhirnya kesampean juga beli baru.” Begitu isi statusnya sembari menyertakan foto mobil baru Avanza. Aku terbelalak melihat statusnya. “Uh, pamer!” ucapku. Aku tahu dia itu panas karena Mama Izam juga barusaja beli mobil baru. Kulihat banyak sekali yang respon dan memberikan emot love. Pasti bangga sekali dia. Banyak pula yang komentar, “Alhamdulillah ya, mbak, moga nular, Aamiin.” Itu Komentar Mama Ais tetangga depan rumah. Adapula yang komen, “Boleh, dong, nyobain.” itu Komentar Mama Mira. Lalu aku? Ogah! Bukannya aku iri, aku hanya sebal sama dia. Setiap hari ada saja yang diposting. Ketika di jalan, ketika makan, ketika liburan, ketika baru beli baju dan lain-lain, semua-muanya di posting. Kurang kerjaan. Sepertinya orang itu ingin membuatku panas. Kali ini aku juga mau bikin postingan biar dia makin panas. Aku keluar rumah dan mengambil gambar mobil milikku merk honda jazz yang terparkir di garansi. Ku upload gambar mobil tersebut di f******k lalu kuberi caption, “Alhamdulillah Papa punya akupun punya.” Tak berapa lama kulihat di story WA, dia bikin status, “Pamer!” Akupun tertawa puas. Aku tahu bahwa dia membalas statusku di F******k dan membuat story di WA. Begitulah kami. Aku tidak ingin bersaing dengannya hanya saja dia itu sangat menyebalkan, apa-apa di posting, dikiranya haya dia saja yang bisa, huft. Setelah melihat-lihat status di f******k, aku beralih ke WA. Kembali aku melihat statusnya Mamah Azzah. Dia memposting foto mesra dengan suami dengan memberi caption, “Makasih sayang atas hadiah tas ini. Tas keren oleh-oleh dari Bandung.” Setelah itu dia memposting tas pemberian suaminya. Melihat tas tersebut, aku tertawa, “Ya elah, tas kek gitu aja dipamerin. Tuh tas branded gue banyak di lemari,” gumamku. Huh, memangnya kamu saja yang punya tas. 'Nih aku posting tas brendedku,' batinku. Aku mengupload koleksi tas yang ada di lemari dengan caption, “Tas, tas, tas, bukan KW, ini asli branded, siapa mau?” Setelah ku upload, banyak sekali yang nge-like, aku yakin dia melihat postinganku. Puas! Begitulah keisenganku di waktu luang, paling seneng kalau bikin Mama Azzah panas. Setelah itu aku tidak pernah melihat postinganya baik di F******k maupun story WA. Bagiku itu lebih baik dari pada kesel dan sebel melihatnya. Tiing …. Notifikasi WA masuk ke ponsel, ketika kulihat, ternyata dari Mama Mira. [Mama Adit, hari ini lihat statusnya Mama Azzah, nggak?] [Sudah beberapa bulan ini aku nggak lihat, kayaknya di blokir] balasku. [Duh, heboh se kampung, lho] balas Mama Mira. Ada berita apa, sih, kok aku ketinggalan jaman. [Berita apa, Mah] balasku penasaran. Tak lama Mamah Mira mengirim screenshoot yang berisi status Mama Azzah. Aku kaget dan tak percaya dengan isi statusnya. Isi satusnya yaitu, “Sebentar lagi aku akan memiliki apa yang menjadi milikmu.” Wuih, status macam apa ini. Lama aku tidak mengikutinya, benar-benar ketinggalan berita. Ok, nanti aku stalking menggunakan akun Mas Adnan--suamiku. Seperti biasa setelah habis Isya Mas Adnan pulang dari kantor. Semua telah kupersiapkan, dari air panas untuk mandi, makan malam serta minuman kesukaan Mas Adnan. Setelah Mas Adnan bersih dan rapi, kupersilakan untuk makan. “Mas, makan, yuk,” ajakku mesra. Itulah aku, manja dan kemayu. Gak masalah, to, sama suami sendiri, haha. “Aku udah kenyang, tadi makan malam sama teman kantor,” balasnya. “Aku mau istirahat saja, capek banget.” Sembari melangkah menuju ranjang lalu merebahkan diri, sepertinya memang sangat capek Kesempatanku untuk pinjam ponselnya. Mas Adnan itu pelor (nempel molor, artinya jika sudah kena bantal, langsung tidur.) Pertama kubuka pesan di aplikasi WA. “Astaghfirullah,” pekikku, hampir saja copot jantungku. Aku membaca di aplikasi WA suamiku ada pesan masuk. Memang tanpa nama, tetapi aku sangat mengenal nomor tersebut. Ini sebulan lalu. [Assalaamualaikum, Mas Adnan? Ini aku, Khamila, Mamahnya Azzah.] [Ya, ada apa, Bu] jawab suamiku. [Kebetulan saya sedang berada di jalan Kartini No. 10, sepertinya dekat dengan kantor njenengan, bolehkan saya ikut nebeng pulang? Kebetulan Papahnya Azzah sedang keluar kota] [Iya, Bu] balas suamiku. Mendidih kepalaku membaca pesan dari dia. Hari berikutnya. [Maturnuwun sudah membolehkan ku ikut pulang, maturnuwun juga traktiran baksonya] Wah, kurang ajar sekali, kenapa Papa nggak ngajak-ngajak? [Iya] balas suamiku. Hari berikutnya dan hampir tiap hari nebeng sama suamiku, maunya apa? Lalu aku stalking ke akun F*-nya melalui akun Papa. Ini sebulan lalu. “Bahagia bersamanya.” Begitu statusnya dengan caption foto saat di mobil. Semakin geram aku sama dia. Status berikutnya. “Makasih traktiran baksonya.” Captionnya foto bakso rudal kesukaanku. ‘Cukup! Cukup! Sudah semua ini, aku harus segera mengakhiri.’ Ting …. Notifikasi pesan masuk di ponsel Papah. [Maturnuwun uangnya, Mas, ini terlalu banyak] Pesan dari Khamila. What! Ini keterlaluan! Aku harus bangunin Papah. “Pa ….” Eh, tunggu. Aku harus atur strategi untuk memberi pelajaran pada wanita ulat itu. Aku juga mau memberi pelajaran Pada papa. Berani sekali dia berbuat ini padaku. Lau bagaimana caranya, ya, wanita itu sangat pinter. Aku berfikir keras. Aku berdiri dan mondar-mandir kesana-kemari. Aku harus menanyakan ke Papa, meski aku tahu Papa tidak akan mengaku. Aku membuka F******k Papa. Kali ini aku mau bikin status panas dulu biar Khamila membaca. “Bulan madu kedua, asyeek.” Itulah status yang aku kirim di akun Papa sambil kuberi gambar saat kami berlibur di Puncak. ----- ini BAB 1 maaf, acak acakan.Status Facebook TetanggaPart 52--------oOo-------Burhan berkomentar di statusku. Ah, jawabnya nanti saja biar banyak dulu. Aku menuju ke ruang keluarga dan merebahkan badan di kasur depan televisi. Memasaknya nanti sore saja sebab hanya aku saja yang makan, Mas Adnan dan Adit pulang sore, jadi memasak untuk makan malam.Wah, Mas Adnan bikin status, tumben. Status Mas Adnan muncul di berandaku. Lho, ini, kan status lama. Kalau tidak salah saat itu sedang jalan-jalan di Puncak. Karena ada yang komentar, makanya muncul di beranda.Zaskiya Putri, siapa dia. Kenapa dia komentar di statusnya Mas Adnan?"Hay, Bro, apa kabar? Kamu masih seperti dulu."Begitu isi komentarnya. Mas Adnan memberi apresiasi dengan memberi "like" di komentar Zaskiya."Bro, itu istrimu, ya, hmmm cantik juga."Komentar selan
Status Facebook TetanggaPart 51-----oOo-----Sekembalinya dua keluarga yang berseteru itu, aku dan Mas Adnan saling memandang. Mas Adnan memegang keningnya. Nampaknya ia sangat pusing."Sudahlah, Mas, memang begini kalau menjadi bapaknya warga. Sabar, ya. Jadikan setiap persoalan menjadi sebuah pengalaman," ujarku sambil mengelus pundaknya. Ia mengangguk perlahan.Kami ke ruang keluarga kemudian aku ke ruang makan untuk mengambil ponselku yang tergeletak di meja ruang makan.Saat membuka kunci ponsel, terlihat notifikasi masuk. Sekitar lima belas menit yang lalu. Oh, rupanya dari Bu Ning.[Bu Dania, tolong rayu suamiku agar membatalkan talaknya.]Lho, kok minta tolongnya ke aku, apa hubungannya denganku?[Bu Dania, please, aku benar-benar pusing. Mas Topik marah besar padaku.] Kembali pesan
"Assalaamualaikum." Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang tidak asing. Akupun bangkit dan berlalu menuju ke luar. Ternyata ada Bu Tutik dan Bapak Wasito. Wajah mereka tampak tegang.Kubuka pagar dan kupersilakan mereka untuk masuk."Silakan duduk," ucapku. "Ada perlu apa Mama Rena," tanyaku."Pak RT mana Mama Adit," tanya Mama Rena. Terlihat dari wajahnya, ia seperti ingin menceritakan sesuatu. Seperti dugaanku, pasti tentang Mama Adel yang menyebarkan gosip mengenai kuburan Orang tuanya."Sebentar, Mas Adnan sedang makan." Akupun pamit ke dapur untuk membuat minuman sekaligus menemui suamiku."Siapa, Ma," tanya Mas Adnan yang rupanya telah selesai makan."Bu Tutik sama suaminya, mereka ingin ketemu Papa, temui geh," suruhku. Kutuang air panas ke teko untuk membuat teh."Baik, Papa temui dulu ya, Ma," ujar
Aku dan Mas Adnan ke rumah Mama Rena untuk ta'ziyah.Sesampainya di sana, para pelayat sudah banyak yang datang.Ada juga Khamila Mama Adel dan juga suaminya.Kulihat Mama Rena begitu tegar, mungkin karena ibunya sudah lama sakit sehingga mungkin ini adalah yang terbaik."Kami sekeluarga ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya ya Mama Rena, sabar ya," ucapku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya."Terima kasih mama Adit," balas Mama Rena.Pada saat itu terdengar percakapan antara suaminya mama Rena dengan Mas Adnan."Pak Warsito yang menggali kubur apakah sudah ada?" Kepada suaminya Mama Rena. Suaminya Mama Rina tampak kebingungan karena memang belum mendapatkan orang yang akan menggali kubur. Orang yang biasa menggali kubur sedang keluar kota.Pada saat itu pak Dayat datang dan ikut bergabu
Ternyata Mama Adel tidak datang,ia berjanji akan ke rumah selepas Asar. Aku dan Mas Adnan memutuskan untuk mendatangi rumahnya setelah Maghrib dan tadi sudah mengirim pesan...Usai sholat Maghrib, aku dan Mas Adnan menuju ke rumah Mama Adel. Sesampainya di sana, mereka tidak ada di rumah. Rumah mereka terkunci. Mas Adnan mencoba menghubunginya tetapi tidak dapat tersambung.Beberapa menit kemudian, Khamila dan Burhan datang. Mas Adnan juga mengundang mereka."Kok sepi," tanya Khamila yang masih duduk di atas motor."Kurang tahu, pintu rumahnya terkunci. Ke rumah saja yuk," ajak Mas Adnan. Khamila dan Burhan saling memandang dan akhirnya mengangguk.Akhirnya kami balik dan diikuti oleh keduanya.Sesampainya di rumah, kupersilakan keduanya untuk duduk. Aku ke dapur untuk mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Setelah itu aku keluar dan mempersilakan keduanya untuk minum dan menyantap makanan ringan yang aku sediakan.
Aku di dalam rumah sampai sore menunggu Mas Adnan pulang. Perasaan resah dan gelisah menyeruak dalam dada. Jam empat, Mas adnan tak kunjung pulang. Jam Limapun tak pulang. Kemana Mas Adnan, kenapa jam segini belum juga pulang?Berbagai macam pemikiran-pemikiran negatif berkecamuk dalam otakku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mandengar bel berbunyi. Sepertinya ada yang datang dan aku keluar.Alhamdulillah, Mas Adnan pulang, Aku menantikannya sekak tadi. Aku mengahambur dan segera memeluknya, mencium pipinya.“Eh, Ma, aku baru pulang dan badan masih bau, lho,” ungkap Mas Adnan dengan heran. Mungkin karena tingkahku yang tidak seperti biasanya.“Kenapahape ditinggal, jadinya aku nggak bisa komunikasi,” ujarku sambil merengut dan masih merangkulnya. Mas Adnan masih berdiri sambil memegang tas kerjanya.“Kamu kangen?” Ledek suamiku“Iya,” ujarku manja. Aslinya benar-benar aku merasa resa