Share

Stetoskop Hati
Stetoskop Hati
Author: itsluvi_

Prolog

Author: itsluvi_
last update Last Updated: 2021-08-16 12:00:19

Menjadi bagian dari hidup dia mungkin  tidak ada dalam dongeng kehidupan yang kurancang. Dia masuk sebagai orang asing yang tidak tahu malu, perlahan menyusup ke dalam ruang hati yang sudah terlalu lama menyepi sendiri.

Terlalu gampang untukku jatuh cinta padanya. Terlalu gampang untukku percaya padanya. Pada kenyataannya, dia yang mengambil hatiku masih terbelenggu masa lalu. Lantas apa peranku yang sebenarnya bagi dia?

Pelampiasan?

Pelarian dari masa lalu?

Semurahan itukah aku?

Dan sekarang, aku duduk di sini. Di tengah-tengah para tamu undangan yang hadir. Dengan balutan kebaya hitam modern lengkap dengan paes, kembang goyang, dan untaian melati yang menjuntai dari kepala sampai dada sebelah kanan. Jangan lupakan sanggul besar yang menempel di kepala dengan hiasan tujuh cunduk. Ini berat sekali. Sementara di sebelahku, duduk seorang lelaki berpakaian beskap hitam lengkap dengan blangkon yang menutupi kepalanya.

Keringat dingin mulai menyerangku, tiba-tiba saja perutku seperti ditekan hingga kaku. Kedua tanganku saling meremas di pangkuan. Ini sangat menegangkan. Aku sampai tidak berani melihat semua wajah yang duduk di depanku.

“Pak Kamal silakan jabat tangan saudara Galih dengan yakin,” kata penghulu.

Jantungku semakin bergemuruh, napasku memburu tidak beraturan. Apalagi saat mendengar Ayah membacakan ijab dengan sangat tenang.

“Saudara Galih Prasetya Wijaya bin Rahadi Wijaya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Naditya Pramesti binti Kamal Pahlevi dengan maskawin seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar lima juta lima ratus lima puluh lima ribu lima ratus lima rupiah, dibayar tunai.”

Lalu waktu seolah berhenti, beberapa detik kuhitung namun tak kunjung ada balasan dari ijab yang Ayah bacakan.

“Saya terima nikah dan kawinnya Rai...”

Menutup mata seiring harapan yang kembali runtuh. Rai? Aku ingin menangis sekarang. Dua kali, dua kali dia melakukan hal menyakitkan seperti itu.

“Maaf, bisa diulangi?”

Apa yang sebenarnya sedang aku lakukan? Mengapa aku harus berada di sini sekarang? Terjebak dalam situasi yang sama sekali tidak menguntungkan buatku.

Aku meliriknya, dan dia langsung menoleh ke arahku. Bibirku melengkungkan senyum tipis dan miris, sementara dia melempar tatapan menyesalnya padaku. Bullshit!

Mana bukti dari semua janjinya?

Begitu sulitkah menghilangkan sosok Mbak Raina dalam hidupnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Stetoskop Hati   Extra Part

    Jam setengah dua belas siang, gue baru selesai operasi tumor rektum. Penyakit itu pernah dialami ayah mertua gue sebelum gue nikah sama Nana. Gue sering tanya kabar dia, tanya soal kesehatan dan penyakitnya. Ayah mertua gue sekarang sudah lebih bisa menjaga kesehatannya.Gue balik ke ruang kerja. Merebahkan badan di kursi dan mengecek ponsel yang gue tinggalkan di atas meja kerja. Alis gue bertaut melihat ada sepuluh panggilan tak terjawab dari Nana. Gue segera menghubungi dia, takutnya ada sesuatu yang terjadi.“Hallo, Sayang. Maaf aku baru selesai operasi. Kamu ada apa telepon sampai sepuluh kali?”“Aku keluar flek darah, Mas.”Oh, astaga! Gue langsung bangkit berdiri, menyambar kunci mobil. “Aku pulang sekarang!”“Nggak usah, Mas. Aku diantar Gilang sama Mama aja.”Gerakan tangan gue yang hendak memutar handel pintu ruangan seketika berhenti. “Mereka ada di situ?&rdqu

  • Stetoskop Hati   Epilog

    Usia kandungan memasuki enam bulan membuat berat badanku terus naik dengan pesat. Akibatnya; pinggung besar, dada yang lebih berisi, dan pipiku yang semakin chubby menjadi mainan Mas Galih. Dia sering menarik-narik pipiku dengan alasan gemas. Dan Rani sering kali mengejekku PBB--Pendek Buntet Bulat. Belum lagi perubahan hormon kehamilan yang berubah-ubah. Kadang disinggung sedikit, aku langsung marah atau nangis.Kuliahku sudah mencapai final. Wisuda di depan mata kalau skripsiku beres semester 8 ini. Hanya saja karena kondisi yang sedang hamil sedikit menyulitkanku untuk menyusun skripsi. Banyak sekali kendala yang aku alami. Dari mulai mual-mual, mudah ngantuk, pusing, mudah pegal.Untungnya punya suami yang pengertian, kadang Mas Galih yang mengetik skripsiku saat aku sudah uring-uringan dan menangis. Meskipun aku tahu dia sendiri capek karena pekerjaannya.Aktivitasku setiap hari jarang ada peningkatan. Pagi-pagi menyiapkan sarapan, lanjut

  • Stetoskop Hati   Bab 42

    NanaMengalir dan deras. Perasaanku ibarat air sungai yang mengalir dengan arus yang sangat deras hingga menemukan pelabuhannya.Menikah dengan seorang lelaki yang berprofesi dokter itu impianku. Tapi, menikah dengan lelaki yang masih terlelap sambil menjadikanku guling hidupnya ini bukanlah satu ekspektasi yang besar. Bahkan, aku tak pernah punya bayangan akan hidup dengan dia seperti sekarang ini. Rasanya tiga bulan terlalu cepat berlalu. Kupikir pernikahan ini hanya akan berjalan dalam waktu yang singkat, sesingkat waktu saat kami memulainya. Namun takdir Tuhan itu sulit ditebak. Kami masih berbagi tempat tidur dalam satu atap yang sama. Bolehkah meminta untuk selamanya?Bibirku membiaskan senyum. Meneliti keindahan yang Tuhan ciptakan untuk sosok lelaki yang menjadi imamku ini. Tampan memang relatif, tapi tampan disertai menarik itu yang langka. Dan Mas Galih punya daya tarik yang pada akhirnya membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya ke dalam

  • Stetoskop Hati   Bab 41

    NanaAda yang hilang saat aku membuka mata. Tidak ada yang mengucapkan selamat pagi sebelum beranjak bangun. Tidurku menyamping, menatap bagian kosong yang ditinggalkan. Kamar ini menjadi saksi bisu bagaimana aku takluk akan bujukan dan sentuhannya malam itu. Seminggu yang lalu.Semalam kantukku hilang, mencoba memejamkan mata pun alam mimpi tidak kunjung menjemputku. Sering kali aku membuka ponsel, barang kali ada notifikasi dari Mas Galih. Nyatanya semalaman menunggu, tidak ada satu pesan yang masuk walaupun sekadar ucapan; selamat tidur.Capek memikirnya, aku beranjak dari ranjang dan memutuskan untuk mandi.Jika harus egois, kesalahanku kemarin tidak setara dengan apa yang sudah dia lakukan. Dia pandai memanipulasi keadaan. Bersikap seolah-olah dia mengejarku dengan sungguh-sungguh, padahal hatinya masih menyangkut di masa lalu. Parahnya, aku percaya sebelum semua fakta terungkap.Saat dia mengambil first kiss-ku. Deng

  • Stetoskop Hati   Bab 40

    NanaSejak perjalanan menuju unit apartemen, Mas Galih sama sekali tidak membuka suara. Bibirnya terkatup rapat, raut wajahnya masih sedatar dan sedingin tadi. Mata tajamnya menatap lurus ke depan, seolah tidak menyadari keberadaanku.Dia mengambil langkah lebar saat keluar dari lift. Meninggalkanku yang tertinggal jauh di belakangnya. Aku berusaha mengejarnya dengan langkah pendekku semaksimal mungkin.“Mas?”Dia tidak mengacuhkanku, seolah aku makhluk tak kasat mata. Mas Galih terus berjalan menuju kamar, dan aku mengikutinya dari belakang.“Mas Galih?”Masih diam. Dia menyibukkan diri dengan membuka kemeja yang dipakainya. Lalu menaruhnya dengan sembarangan ke keranjang cucian. Lantas mengambil handuk dari lemari.“Mas, dengerin aku ngomong dulu dong!” Aku berteriak dengan sangat keras hingga suaraku memantul di penjuru kamar.Langkahnya menuju kamar mandi seketika terhent

  • Stetoskop Hati   Bab 39

    NanaBerdamai dengan masa lalu, menyingkirkan setiap rasa sakit yang pernah hadir. Semua itu perlahan terkikis waktu seiring berjalannya kebersamaan. Di saat aku merencanakan apa yang terjadi setelah satu bulan ke depan, ternyata Tuhan punya jalannya sendiri untuk rumah tanggaku.Semuanya berubah setelah malam di mana aku menyerahkan hati dan harta yang paling berharga di hidupku pada sosok lelaki yang sekarang sedang menikmati sarapannya. Sebenarnya tak ada ekspektasi apa-apa jika aku akan segampang menyerah padanya dan mengingkari syarat yang kubuat sendiri. Semuanya berawal dari kejadian saat aku berdiri di pinggir kolam renang. Aku tidak bisa berenang, tapi melihat airnya yang jernih dan tenang aku jadi tertarik untuk menikmatinya. Sekadar menenggelamkan kakiku dan duduk di pinggir sungai. Namun kejadian tak terduga terjadi saat aku hendak duduk, dari arah belakang ada yang mendorongku hingga jatuh ke dalam kolam renang. Aku pasrah saat itu. Takut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status