Sekali lagi malam berlalu tanpa Raveen. Pagi-pagi sekali Lavina sebenarnya sudah bangun, akan tetapi dia tidak melakukan aktivitas apa pun. Hanya berbaring di ranjang dan berkhayal tentang Raveen. Setidaknya jika ia memang tidak boleh berada di sisinya, ia bisa merasakan kehadiran Raveen di dalam angan. Tentu saja itu rahasia. Lavina tidak akan memberitahukannya pada orang lain. Takut jika berkhayal tentang laki-laki itu juga akan dilarang.
Meskipun sudah berada dalam kondisi sadar sepenuhnya, tetap saja ia memejamkan netranya. Rasanya lebih nyaman membangun angan ketika mata tertutup dibanding terbuka. Tiba-tiba, Lavina membuka matanya ketika mendengar seseorang membuka kunci kamarnya. Dia memposisikan diri untuk duduk di atas ranjangnya. Siapa yang masuk ke kamarnya?
“Kau sudah bangun?” ucap seseorang. Tak butuh waktu lama untuk mengenali, Lavina sudah tidak asing lagi dengan suaranya. Ia tahu bahwa yang masuk ke kamarnya adalah Emily, ibu Raveen.
Bertemu Lavina adalah healing terindah bagi Raveen. Berhari-hari dia merasa seperti orang pesakitan, sakau karena tidak mendapatkan candunya. Kini ia telah menemukan sang pujaan hati. A mendapatkan penawarnya hingga rasanya ingin melompat girang karena dipertemukan lagi dengan miliknya. Ia bersumpah tidak akan melepaskannya lagi.Tidak ada yang lebih Raveen rindukan dibandingkan pelukan Lavina. Tidak ada yang lebih ia nantikan selain ciuman hangat bibir Lavina. Dia tidak akan bosan untuk memagutnya. Apa lagi setelah menggiring Lavina ke kamarnya, membuat Raveen semakin ganas untuk menyantap candunya.Sepertinya kerinduan Raveen memang berbahaya. Lavina dimonopoli olehnya. Sedari tadi, dirinya tak lelah menggerakkan bibir untuk mencumbui bibir Lavina. Sementara gadis yang masih ia pagut, merasakan bibirnya mulai menebal—sedikit mati rasa, lelah terus-menerus dilahap oleh laki-laki yang dia rindukan juga.“Raveen ...” Lavina mendorong da
Keluarga Landergee sudah tiba di kediaman Matsuyama, memenuhi undangan makan malam. Rumah seorang mafia memang menyajikan scene yang berbeda dibandingkan yang lain. Manison yang besar, dengan begitu banyak orang di sana. Bukan tamu, melainkan anak buahnya. Khas bagi para mafia yang memiliki anak buah yang luar biasa banyak. Meskipun mengenakan balutan suit hitam rapih, tidak bisa menyembunyikan bagaimana menyeramkannya wajah mereka. Bahkan ada seseorang yang hampir seluruh wajahnya berhias dengan luka. Siapa pun tahu bahwa dia memiliki sejarah yang mengerikan di masa lalu.Seolah sudah tahu tamu yang harus mereka sambut, anak buah itu membungkuk hormat. Mereka mempersilahkan Keluarga Landergee masuk setelah memastikan jika tamu undangan yang datang tidak membawa barang-barang yang bisa membahayakan tuannya.Raveen masih bungkam dan mengikuti kedua orang tuanya yang bergandengan mesra, berjalan di depannya. Sebenarnya pikirannya masih carut marut karena masalah
Raveen menegang. Netranya memanas ketika melihat seringai dari ayahnya. Sesuatu yang tidak dia inginkan telah terjadi. Sang ayah menguasai kontrol atas dirinya karena berhasil menemukan Lavina.“Di mana Lavina?” tanya Raveen. Kini sudah terang-terangan di depan sang ayah. Tidak mau menyembunyikan apapun perihal kecondongan perasaannya pada gadis yang sekali lagi entah berada di mana.“Kau benar-benar memberontak. Seharusnya aku lenyapkan saja dia semalam” balas Rael yang membuat Raveen semakin tercekat.“Jangan sakiti dia!” Raveen tak ingin sesuatu terjadi pada Lavina.Rael tersenyum. Dia senang karena bisa mempermainkan Raveen. Lebih tepatnya mengontrol anaknya lagi yang masih sangat lemah. Kira-kira apa yang akan Raveen lakukan sekarang? Semoga Rael tidak mendapatkan pertunjukan yang membosankan.“Tentu saja aku tak akan menyakitinya. Orang lain yang akan melakukannya” ucapnya setelah menyelesaikan
Lavina masih terdiam, merasakan sesuatu yang aneh di kedua matanya. Terakhir yang dia ingat adalah ayah Raveen menawari dirinya sepasang mata. Sebenarnya dia tidak menjawab apa-apa mengenai tawaran itu. Tawaran Rael yang ingin memberinya mata terdengar begitu mustahil. Dia tidak akan pernah bisa melihat.Kini dia tengah berbaring. Pergelangan kirinya terasa pegal. Ada sesuatu yang menembus kulitnya. Terasa sedikit perih jika ia menekuknya. Ia sadar bahwa dia berada di tempat yang berbeda. Ruangan pernuh dengan bau yang begitu asing—alkohol dan obat.Ia meraba wajahnya ada sesuatu yang menutupi matanya. Sesuatu yang sedikit kesat, melingkupi seluruh matanya. Tubuhnya juga sedikit aneh. Dia merasakan nyeri di bagian mata tapi di beberapa bagian tubuh, dia tidak bisa merasakan apa-apa. Apa yang terjadi dengan dirinya?“Kau sudah sadar, Nona Lavina?”Lavina terkesiap. Menolehkan kepalanya pada sumber suara. Suara itu terdengar sangat asing.
Raveen mengamuk. Ia melampiaskan kekesalannya di markasnya yang kini benar-benar semakin parah kacaunya, sekacau dirinya sekarang. Sungguh dia membenci semua orang. Terutama sang ayah. Dia sangat membenci ayahnya. Semua ini terjadi karena Rael.Ia merebahkan dirinya di atas sofa. Menutup mata dan mengatur napasnya. Seumur hidup belum pernah sekacau ini. Padahal hanya karena perkara Lavina. Tidak tidak, ini bukan perkara biasa. Ini soal perasaan cintanya pada Lavina.Raveen terjebak dalam permainannya sendiri. Otak ayahnya memang terlalu hebat. Bagaimana dia bisa membaca situasi? Bagaimana Rael bisa membaca apa yang akan Raveen lakukan dengan mudah? Atau justru selama ini apa yang Raveen lakukan hanyalah bagian dari rencana besar sang ayah?Shit! Brengsek!Kalau sudah seperti ini, tidak ada alasan lagi Raveen harus berhati-hati. Jika Rael bisa mempermainkan dirinya, dia juga harus bisa mempermainkan ayahnya. Raveen menyeringai, mengambil ponselnya
Menang jadi arang, kalah jadi abu. Sebuah pepatah yang memang benar adanya. Perang adalah aktivitas yang merugikan bagi pihak manapun. Raveen memang menang. Tapi dirinya masih terkapar di rumah sakit. Menjalani beberapa kali operasi dan masih memejamkan matanya dengan tenang. Lavina benar-benar menjadi pengaruh terbesarnya.Sudah tiga bulan berlalu, dia masih diam dengan wajah polosnya di atas ranjang pasien. Berbeda sekali dengan sifatnya yang sesungguhnya. Tidak akan ada yang menyangka bahwa pemilik wajah manis ini telah membantai sorang mafia beserta semua anak buahnya. Dia yang merencanakan pembantaian itu.Berita menghebohkan juga sudah surut. Rael dan keluarganya keluar sebagai pahlawan, sesuai dengan keinginan sang pengendali permainan. Meskipun kini dia tak memungkiri jika dilanda kecemasan. Putranya tak kunjung bangun.Emily tak bosan menjaga Raveen. Mengenggam jemari putranya dan tak pernah berhenti merapalkan dosa. Sesekali menangis, memanggil anak sa
Menjadi seseorang yang benar-benar ‘baru’ tidaklah mudah. Apalagi jika ternyata harus mengemban sebuah tanggung jawab yang begitu besar, sebuah tanggung jawab yang sebelumnya tidak pernah Lavina dapatkan. Tentu saja, dia memerlukan orang kepercayaan untuk melakukan pendampingan. Inilah kenyataan baru yang harus Lavina jalani. Gadis lugu yang awalnya buta, kini harus memegang kendali atas kekuasaan Dawson karena hanya dialah satu-satunya pewaris tunggal yang sah.Syukurlah dia memiliki keistimewaan. Dia bisa belajar dengan sangat cepat dengan bimbingan dari orang kepercayaan ayahnya dulu, Althof. Meskipun ada beberapa hal yang menjadi sisipan dalam pembelajarannya. Althof mengajarkan soal kebencian. Lavina harus membenci siapa saja yang berani menyakitinya. Dia juga harus membalaskan dendam atas semua penderitaannya.Ia tidak bisa mengikuti pendidikan normal seperti orang pada umumnya. Maka sekolah khusus diadakan untuk dirinya. Lavina harus belajar dengan k
Musim semi memang musim terbaik. Sudah lima kali merasakan musim semi di Berlin. Selama itu juga Raveen telah menahan rindunya pada Lavina. Pendidikan dan persiapannya sudah selesai. Ia harus kembali pulang untuk diresmikan menjadi pengganti sang ayah. Ayahnya akan “cuti” sampai waktu yang tidak ditentukan—lebih tepatnya, Rael hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengan Emily lebih lama dan menjadikan Raveen sebagai jalan keluarnya untuk memegang kendali atas perusahaannya.Raveen memutuskan berjalan-jalan sebentar setelah menyelesaikan urusan perusahaannya. Bukan sebuah urusan, hanya sebuah peresmian dan memperkenalkan dirinya sebagai pengganti Rael, sang ayah. Dia harus segera pulang untuk memegang kendali di kapal utamanya.Laki-laki itu menghentikan mobilnya di sebuah toko perhiasan di kota itu. Disambut ramah oleh pegawai dan pemiliknya. Mendapatkan atensi khusus dan dipersilahkan menuju ruang VIP. Mereka semua sudah tahu siapa Raveen. Beberapa