Share

05. Kembali Bekerja

“Ren, carikan aku suami baru!" celetuk Freya sembari menatap Renata dengan wajah serius.

Mata Renata melotot tak percaya. "Kamu salah makan atau memang sudah gila karena tak lagi bersama Alex?" Dengan main-main disentuhnya dahi Freya yang tak sedang demam.

Freya terkekeh dan menepis tangan sahabatnya itu. "Canda, Ren! Maksudku carikan aku pekerjaan. Aku sudah tak sanggup menjadi pengangguran terlalu lama,” terang Freya meralat ucapannya.

Dua minggu setelah meninggalkan rumah Alex, Freya merenung, memikirkan masa depannya. Dia memutuskan untuk kembali bekerja. Freya ingin kembali sibuk, dan tak menjadi benalu bagi Renata.

“Ide bagus! Kalau begitu kamu bekerja saja di perusahaanku. Kebetulan kami membutuhkan seorang arsitek lagi untuk menangani proyek baru,” usul Renata yang senang Freya mengambil langkah untuk maju.

Setelah tinggal di apartemennya Freya sering terlihat melamun dan tidak bergairah. Renata berpikir mungkin sahabatnya masih belum bisa melupakan Alex. Keputusan untuk bekerja kembali itu disambut dengan gembira oleh Renata. 

“Baiklah, aku akan mempersiapkan diri untuk melamar pekerjaan.” Freya tersenyum kemudian memakan sarapannya dengan lebih antusias. Ia sudah tidak sabar untuk menantikan hari esok.

Freya bahkan sangat bersemangat ketika hendak melamar pekerjaan di perusahaan tempat Renata bekerja. Ia sedikit gugup karena sudah lama meninggalkan dunia kerja. Wanita itu khawatir bila lamarannya ditolak, karena sudah menganggur selama dua tahun.

Namun, Freya berupaya tak menampakkan kegugupannya, dan langsung menemui bagian HRD untuk melakukan wawancara setelah melakukan tes tertulis. 

Sang pewawancara sangat ramah, sehingga Freya lupa dengan kekhawatirannya dan menjawab pertanyaan yang diberikan dengan lancar.

Lantas pria yang mewawancarai Freya tiba-tiba menanyakan hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. “Freya? Kamu Freya adik kelasku, bukan? Kamu satu angkatan dengan Renata, kan?” terkanya sembari menyipitkan mata. 

“Dan Anda adalah ...?” Freya mencoba mengingat-ingat pria di hadapannya itu. Ingatannya tentang teman sekampusnya terkadang kabur karena sudah lama mereka tidak melakukan reuni.

Pria itu tersenyum ketika melihat Freya tidak mampu mengingatnya. “Aku Niko. Kalau kamu lupa, tetapi sepertinya memang kau sudah melupakanku, Freya,” jawabnya sambil tertawa. Wajah Freya memerah karena ingatannya yang payah.

“Maafkan saya, Pak, saya benar-benar lupa,” Freya mengatakannya sambil nyengir dan merapikan rambutnya. Ia malu.

“Ah, tidak masalah. Jadi, kamu ingin melamar pekerjaan sebagai arsitek? Hmm, kebetulan sekali kami memang membutuhkannya untuk proyek baru kami. Nanti, kamu bisa langsung bergabung dengan rekan kerja yang lain karena proyek ini cukup besar,” jelas Niko pada Freya yang menganggukkan kepalanya.

“Jadi, saya diterima di perusahaan ini?” Senyum terbit di wajah Freya. Dia sangat senang dapat bekerja kembali seperti dulu.

“Ya, tentu saja. Besok kamu bisa mulai bekerja di perusahaan ini. Datanglah kembali besok, selamat bergabung di Perusahaan Howard,” ucap Niko seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Freya.

“Baik, terima kasih, Pak Niko. Saya akan memanfaatkan kesempatan yang Anda berikan  ini dengan baik. Terima kasih.” Freya tersenyum lalu membalas uluran tangan Niko. 

Dengan senyum yang merekah, Freya keluar dari ruangan HRD setelah berpamitan pada Niko. Ketika berada di luar ruangan, dia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat keberadaan Renata. Secara kebetulan, Renata berjalan menuju tempatnya berdiri. Freya tersenyum menghampiri sahabatnya.

“Bagaimana hasil wawancaranya?” tanya Renata penasaran, tetapi melihat Freya yang tersenyum lebar sepertinya kabar baik akan didengarnya dari Freya.

Freya langsung berlari dan memeluk sahabatnya. “Aku diterima bekerja di sini, besok aku akan mulai bekerja,” jawab Freya senang.

“Wow, selamat, ya. Kita akan menjadi rekan kerja nantinya.” Renata membalas pelukannya dan tersenyum senang melihat Freya yang akhirnya bisa melupakan kesedihannya.

Tanpa diketahui oleh Freya, Renata terkadang melihat sahabatnya itu termenung seorang diri menatap jendela. Terkadang Freya menangis dalam tidurnya, dia memahami bahwa keputusan sahabatnya untuk bercerai dari Alex pasti sangat berat untuknya. Namun, dia akan tetap mendukung keputusan Freya. 

Sementara itu, di pihak lain Alex semakin merasa kehilangan, dan timbul keinginan untuk menghubungi Freya. Beberapa Minggu tanpa kehadiran Freya di sisinya ia merasa hidupnya kacau. Dia mulai memahami satu hal, Alex merindukan Freya. Tanpa Alex sadari, pernikahannya dengan Freya membuatnya sangat bergantung pada istrinya. 

Ia merutuki kebodohannya yang begitu saja mengabulkan permintaan Freya untuk bercerai, meskipun sejauh ini persiapan untuk perceraian belum selesai. Dia tidak mencari tahu dulu tentang perasaannya pada wanita itu. “Aku menyesal telah menerima usul perceraian dari Freya,” gumam Alex lesu.

Beberapa saat Alex menatap layar ponselnya dan memandangi foto profil Freya; hal yang tidak pernah dia lakukan saat Freya masih berada di sampingnya. Dia dulu sering bersikap cuek, bahkan sering tidak membalas pesan dari Freya. 

Akan tetapi, gengsinya terlalu tinggi. “Aku tidak bisa! Aku tidak boleh menghubunginya terlebih dahulu. Freya mencintaiku. Aku yakin, dia lebih merindukanku. Pasti dia akan menghubungiku dan membatalkan niatnya bercerai dariku,” ujarnya dengan sedikit angkuh. Di benaknya dia yakin wanita itu akan kembali pada dirinya.

Sebulan berlalu sejak Freya bekerja di Perusahaan Howard. Ia sangat senang bisa kembali beraktivitas dan mulai melupakan Alex. Hanya saja, dia enggan untuk bertanya tentang proses perceraian mereka. Freya mengira Alex sedang sibuk bekerja dan lupa mengurus hal itu. Namun, ia tidak mau ambil pusing dan terus menjalani kesehariannya dengan riang. 

Pagi itu mereka akan melakukan rapat dengan perusahaan rekan kerja mereka. Proyek yang mereka lakukan adalah  pembangunan resort mewah di pinggir pantai. Freya dan timnya bersemangat menyambut rapat di sebuah perusahaan terkemuka. Mereka telah bekerja keras mengerjakan desain resort tersebut, Freya yakin klien mereka akan setuju saja.

Rapat kali ini diadakan di sebuah hotel bintang lima. Freya dan tim telah lebih dahulu berada di ruang rapat. Sembari menunggu rapat dimulai, mereka membaca beberapa dokumen yang akan dipresentasikan.

“Ren, mengapa semua tegang begini, sih? Membuatku semakin gugup saja,” bisik Freya pada Renata yang sedang menatap dokumen di hadapannya.

“Ada rumor yang mengatakan kalau pemimpin perusahaan yang bekerja sama dengan kita menuntut kesempurnaan. Kamu lihat sendiri, Pak Leo saja gugup,” terang Renata yang juga balas berbisik. 

Freya mengangkat kedua bahunya. Sebagai junior, dilibatkan dalam rapat saja dia sudah merasa senang. Freya harap dia tidak melakukan kesalahan dalam presentasinya nanti. 

Tidak lama berselang, terdapat ketukan pintu, dan masuklah beberapa orang lain yang akan bergabung dengan rapat mereka. Freya dan semua rekan kerjanya berdiri menyambut mereka. 

“Selamat datang Pak Alexander, senang berjumpa dengan Anda,” sapa Pak Leo menyambut kedatangan sang klien.

Saat mendengar nama Alexander, Freya menolehkan kepalanya untuk melihat dengan jelas karena dia duduk agak jauh dari Leo. Freya terpaku menatap Alex, suaminya, yang di saat bersamaan juga memandangnya. 

‘Lelucon macam apa ini? Mengapa Alex yang menjadi klien kami?’ keluh Freya dalam hati. Hatinya tiba-tiba tak tenang.

Alex menatap Freya tajam, tetapi hanya sesaat, karena perhatiannya kembali kepada Leo. Ia berkata, “Ya, terima kasih Pak Leo. Saya juga senang berjumpa lagi denganmu.” 

Freya mengalihkan tatapannya. Benar, ia tak salah lagi, perusahaannya memang akan bekerja sama dengan perusahaan Alex.

Renata yang menyaksikan semua itu tak melewatkan kesempatan untuk mengompori sahabatnya. "Kesempatan untuk balas dendam, Frey," bisiknya sembari tersenyum licik, "atau ... kamu pingin balikan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status