“Ren, carikan aku suami baru!" celetuk Freya sembari menatap Renata dengan wajah serius.
Mata Renata melotot tak percaya. "Kamu salah makan atau memang sudah gila karena tak lagi bersama Alex?" Dengan main-main disentuhnya dahi Freya yang tak sedang demam.Freya terkekeh dan menepis tangan sahabatnya itu. "Canda, Ren! Maksudku carikan aku pekerjaan. Aku sudah tak sanggup menjadi pengangguran terlalu lama,” terang Freya meralat ucapannya.Dua minggu setelah meninggalkan rumah Alex, Freya merenung, memikirkan masa depannya. Dia memutuskan untuk kembali bekerja. Freya ingin kembali sibuk, dan tak menjadi benalu bagi Renata.“Ide bagus! Kalau begitu kamu bekerja saja di perusahaanku. Kebetulan kami membutuhkan seorang arsitek lagi untuk menangani proyek baru,” usul Renata yang senang Freya mengambil langkah untuk maju.Setelah tinggal di apartemennya Freya sering terlihat melamun dan tidak bergairah. Renata berpikir mungkin sahabatnya masih belum bisa melupakan Alex. Keputusan untuk bekerja kembali itu disambut dengan gembira oleh Renata. “Baiklah, aku akan mempersiapkan diri untuk melamar pekerjaan.” Freya tersenyum kemudian memakan sarapannya dengan lebih antusias. Ia sudah tidak sabar untuk menantikan hari esok.Freya bahkan sangat bersemangat ketika hendak melamar pekerjaan di perusahaan tempat Renata bekerja. Ia sedikit gugup karena sudah lama meninggalkan dunia kerja. Wanita itu khawatir bila lamarannya ditolak, karena sudah menganggur selama dua tahun.Namun, Freya berupaya tak menampakkan kegugupannya, dan langsung menemui bagian HRD untuk melakukan wawancara setelah melakukan tes tertulis. Sang pewawancara sangat ramah, sehingga Freya lupa dengan kekhawatirannya dan menjawab pertanyaan yang diberikan dengan lancar.Lantas pria yang mewawancarai Freya tiba-tiba menanyakan hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. “Freya? Kamu Freya adik kelasku, bukan? Kamu satu angkatan dengan Renata, kan?” terkanya sembari menyipitkan mata. “Dan Anda adalah ...?” Freya mencoba mengingat-ingat pria di hadapannya itu. Ingatannya tentang teman sekampusnya terkadang kabur karena sudah lama mereka tidak melakukan reuni.Pria itu tersenyum ketika melihat Freya tidak mampu mengingatnya. “Aku Niko. Kalau kamu lupa, tetapi sepertinya memang kau sudah melupakanku, Freya,” jawabnya sambil tertawa. Wajah Freya memerah karena ingatannya yang payah.“Maafkan saya, Pak, saya benar-benar lupa,” Freya mengatakannya sambil nyengir dan merapikan rambutnya. Ia malu.“Ah, tidak masalah. Jadi, kamu ingin melamar pekerjaan sebagai arsitek? Hmm, kebetulan sekali kami memang membutuhkannya untuk proyek baru kami. Nanti, kamu bisa langsung bergabung dengan rekan kerja yang lain karena proyek ini cukup besar,” jelas Niko pada Freya yang menganggukkan kepalanya.“Jadi, saya diterima di perusahaan ini?” Senyum terbit di wajah Freya. Dia sangat senang dapat bekerja kembali seperti dulu.“Ya, tentu saja. Besok kamu bisa mulai bekerja di perusahaan ini. Datanglah kembali besok, selamat bergabung di Perusahaan Howard,” ucap Niko seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Freya.“Baik, terima kasih, Pak Niko. Saya akan memanfaatkan kesempatan yang Anda berikan ini dengan baik. Terima kasih.” Freya tersenyum lalu membalas uluran tangan Niko. Dengan senyum yang merekah, Freya keluar dari ruangan HRD setelah berpamitan pada Niko. Ketika berada di luar ruangan, dia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat keberadaan Renata. Secara kebetulan, Renata berjalan menuju tempatnya berdiri. Freya tersenyum menghampiri sahabatnya.“Bagaimana hasil wawancaranya?” tanya Renata penasaran, tetapi melihat Freya yang tersenyum lebar sepertinya kabar baik akan didengarnya dari Freya.Freya langsung berlari dan memeluk sahabatnya. “Aku diterima bekerja di sini, besok aku akan mulai bekerja,” jawab Freya senang.“Wow, selamat, ya. Kita akan menjadi rekan kerja nantinya.” Renata membalas pelukannya dan tersenyum senang melihat Freya yang akhirnya bisa melupakan kesedihannya.Tanpa diketahui oleh Freya, Renata terkadang melihat sahabatnya itu termenung seorang diri menatap jendela. Terkadang Freya menangis dalam tidurnya, dia memahami bahwa keputusan sahabatnya untuk bercerai dari Alex pasti sangat berat untuknya. Namun, dia akan tetap mendukung keputusan Freya. Sementara itu, di pihak lain Alex semakin merasa kehilangan, dan timbul keinginan untuk menghubungi Freya. Beberapa Minggu tanpa kehadiran Freya di sisinya ia merasa hidupnya kacau. Dia mulai memahami satu hal, Alex merindukan Freya. Tanpa Alex sadari, pernikahannya dengan Freya membuatnya sangat bergantung pada istrinya. Ia merutuki kebodohannya yang begitu saja mengabulkan permintaan Freya untuk bercerai, meskipun sejauh ini persiapan untuk perceraian belum selesai. Dia tidak mencari tahu dulu tentang perasaannya pada wanita itu. “Aku menyesal telah menerima usul perceraian dari Freya,” gumam Alex lesu.Beberapa saat Alex menatap layar ponselnya dan memandangi foto profil Freya; hal yang tidak pernah dia lakukan saat Freya masih berada di sampingnya. Dia dulu sering bersikap cuek, bahkan sering tidak membalas pesan dari Freya. Akan tetapi, gengsinya terlalu tinggi. “Aku tidak bisa! Aku tidak boleh menghubunginya terlebih dahulu. Freya mencintaiku. Aku yakin, dia lebih merindukanku. Pasti dia akan menghubungiku dan membatalkan niatnya bercerai dariku,” ujarnya dengan sedikit angkuh. Di benaknya dia yakin wanita itu akan kembali pada dirinya.Sebulan berlalu sejak Freya bekerja di Perusahaan Howard. Ia sangat senang bisa kembali beraktivitas dan mulai melupakan Alex. Hanya saja, dia enggan untuk bertanya tentang proses perceraian mereka. Freya mengira Alex sedang sibuk bekerja dan lupa mengurus hal itu. Namun, ia tidak mau ambil pusing dan terus menjalani kesehariannya dengan riang. Pagi itu mereka akan melakukan rapat dengan perusahaan rekan kerja mereka. Proyek yang mereka lakukan adalah pembangunan resort mewah di pinggir pantai. Freya dan timnya bersemangat menyambut rapat di sebuah perusahaan terkemuka. Mereka telah bekerja keras mengerjakan desain resort tersebut, Freya yakin klien mereka akan setuju saja.Rapat kali ini diadakan di sebuah hotel bintang lima. Freya dan tim telah lebih dahulu berada di ruang rapat. Sembari menunggu rapat dimulai, mereka membaca beberapa dokumen yang akan dipresentasikan.“Ren, mengapa semua tegang begini, sih? Membuatku semakin gugup saja,” bisik Freya pada Renata yang sedang menatap dokumen di hadapannya.“Ada rumor yang mengatakan kalau pemimpin perusahaan yang bekerja sama dengan kita menuntut kesempurnaan. Kamu lihat sendiri, Pak Leo saja gugup,” terang Renata yang juga balas berbisik. Freya mengangkat kedua bahunya. Sebagai junior, dilibatkan dalam rapat saja dia sudah merasa senang. Freya harap dia tidak melakukan kesalahan dalam presentasinya nanti. Tidak lama berselang, terdapat ketukan pintu, dan masuklah beberapa orang lain yang akan bergabung dengan rapat mereka. Freya dan semua rekan kerjanya berdiri menyambut mereka. “Selamat datang Pak Alexander, senang berjumpa dengan Anda,” sapa Pak Leo menyambut kedatangan sang klien.Saat mendengar nama Alexander, Freya menolehkan kepalanya untuk melihat dengan jelas karena dia duduk agak jauh dari Leo. Freya terpaku menatap Alex, suaminya, yang di saat bersamaan juga memandangnya. ‘Lelucon macam apa ini? Mengapa Alex yang menjadi klien kami?’ keluh Freya dalam hati. Hatinya tiba-tiba tak tenang.Alex menatap Freya tajam, tetapi hanya sesaat, karena perhatiannya kembali kepada Leo. Ia berkata, “Ya, terima kasih Pak Leo. Saya juga senang berjumpa lagi denganmu.” Freya mengalihkan tatapannya. Benar, ia tak salah lagi, perusahaannya memang akan bekerja sama dengan perusahaan Alex.Renata yang menyaksikan semua itu tak melewatkan kesempatan untuk mengompori sahabatnya. "Kesempatan untuk balas dendam, Frey," bisiknya sembari tersenyum licik, "atau ... kamu pingin balikan?""Ih, apaan sih? Tidak ada dalam kamusku untuk kembali pada Alex. Lagi pula, kami akan segera bercerai," bisik Freya pada sahabatnya yang masih tersenyum menggodanya. Renata masih saja tersenyum pada Freya. "Ya, coba saja kamu lihat. Alex selalu menatapmu," ucap Renata sambil melirik pada pria yang dari tadi menatap Freya intens. Freya menengadahkan kepalanya melihat Alex yang menatapnya. Mata mereka bertemu, tetapi Freya segera mengalihkan pandangan. Alex mengamati wajah istrinya dengan cukup lama, ada setitik kerinduan dalam hatinya. Beberapa hari yang dia rasakan tanpa Freya, membuatnya sadar arti keberadaan istrinya. "Ehm, bisa kita mulai rapatnya?" tanya Alex pada semua orang yang berada di ruangan rapat. Dia harus bersikap profesional walaupun ada Freya dalam ruangan yang sama dengannya. Ketegangan mulai terjadi, tim Freya melakukan presentasinya. Kini, giliran Freya menjelaskan tentang rancangan desain yang telah dia buat untuk pembangunan resort Perusahaan Kingston. Terliha
"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan!" Freya mendorong tubuh Alex dengan sekuat tenaganya. dia berlari sekuat tenaganya menjauhi Alex.Alex hendak mengejar Freya, tetapi langkahnya dihentikan oleh Renata yang sudah keluar dari ruang rapat. "Hentikan, Pak! Aku mohon jangan mengejarnya lagi! Tolong biarkan Freya menata hatinya kembali!" pinta Renata menatap Alex dengan tajam. Renata tidak ingin mendapati sahabatnya kembali sedih karena dibayangi oleh Alex. Freya pasti terkejut karena perusahaan tempatnya bekerja sama dengan perusahaan Alex. Ternyata, langkah Freya bekerja kembali dapat menjadi bumerang baginya. "Jangan ikut campur masalah rumah tanggaku! Kamu tidak tahu apa pun tentang hubungan kami!" tegas Alex pada Renata yang mendengus mendengar pernyataan Alex. Alex segera mengejar Freya, tetapi wanita itu telah lebih dulu pergi menggunakan mobilnya. "Sial! Seharusnya aku mengejarnya lebih cepat!" gerutu Alex mengepalkan tangannya. Sekretaris Alex yang bernama Felix mengham
"Bagaimana keadaan Kakek? Mengapa bisa hal ini terjadi padanya?" tanya Freya pada Alex yang sedang berdiri di luar ruangan ICU dengan cemas. Alex menolehkan kepalanya menatap Freya. "Aku tidak tahu, dokter mengatakan sakit jantungnya kambuh. Pelayan menemukannya di dalam kamarnya," jawab pria yang masih memandangi wajah Freya dengan intens. Freya melirik Alex yang terus menatapnya. "Ada apa? Apa ada yang salah dengan wajahku?" tanya Freya melihat pandangan mata Alex tertuju padanya. "Kamu habis menangis? Apa ini semua karenaku, Frey?" Alex mengatakannya dengan penuh percaya diri. Dia yakin kejadian di ruang rapat menjadi alasan Freya menangis. Alex menyadari kalau perbuatannya mencecar Freya dengan berbagai pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu. Tindakannya sangat kekanakan karena melihat Freya ada dihadapannya. Bahkan, bekerja di perusahaan kecil. Alex tidak menyukai Freya bekerja, dia terlihat begitu cantik dan mandiri sehingga membuat beberapa pria tertarik pada istrinya. "Ja
"Apa yang tadi kamu ucapkan?" tanya Freya tiba-tiba menghadap ke arah Alex yang berada di sampingnya. Alis wanita itu naik ke atas, sekilas Freya mendengar perkataan suaminya. Alex yang ditanyai Freya sedikit gelagapan, tetapi dengan cepat dia menetralkan raut wajahnya. "Aku tidak mengatakan apa pun, Sayang. Mungkin kamu salah mendengarnya," kilah Alex menjawab pertanyaan Freya. Alex mengalihkan pandangannya menuju Kakek Brian, dia mendekat pada Kakeknya. Alex mengucapkan perkataan yang membuat Brian dipenuhi harapan. "Aku akan terus berusaha untuk membuat cicit untuk. Oleh karena itu, Kakek harus sembuh dari penyakitmu dan melakukan operasi pemasangan ring di jantungmu. Aku berjanji padamu, Kek. Kami akan memberikan cicit yang lucu untukmu," janji Alex pada Kakek Brian.Freya tersenyum kecut mendengar perkataan Alex. Dia ingin menolak permintaan Brian, tetapi tidak tega karena kondisinya. Hatinya dipenuhi oleh kegundahan tentang cara memenuhi permintaan Brian. "Baiklah, terima kas
"Aku melakukan sesuatu yang mungkin tidak dapat kamu terima dengan baik," ucap Freya menatap Alex dengan pandangan yang berbeda. Alex terdiam mendengar perkataan Freya, hatinya berdebar takut dengan hal yang akan diucapkan oleh Freya. "Apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Alex yang isi otaknya sudah dipenuhi dengan pikiran liarnya. Alex membayangkan kalau Freya ternyata tidak lagi mencintainya sehingga dia berselingkuh di belakangnya. Bila istrinya melakukan hal yang sama dengan mantan kekasihnya dulu, entah harus siapa lagi yang dia percayai. "Selama ini aku meminum pil pencegah kehamilan, sehingga selama dua tahun pernikahan kita aku belum kunjung hamil. Maafkan aku, yang melakukan hal tersebut tanpa izin darimu, aku memiliki alasan sendiri hingga tidak dapat mengatakannya padamu," ungkap Freya pada suaminya. Tubuh Alex seketika membeku, dia tidak menyangka Freya melakukan hal tersebut. Dulu, Freya beberapa kali mengatakan ingin memiliki anak, tetapi Alex tidak menggubris pernyat
"Aku ... aku jelas merindukanmu. Kehilanganmu beberapa hari saja sudah membuatku merasa resah," ungkap Alex dengan jujur. Freya melepaskan pelukannya pada pria yang masih mengisi hatinya. Alex tetap memaksa Freya dan memeluknya, dia sangat rindu dengan wangi manis yang tercium dari badan Freya.Freya menyejajarkan badan mereka, dia ingin melihat dengan jelas wajah Alex saat mengatakan rindu padanya. "Katakan sekali lagi kalau kamu merindukanku!" pinta Freya dengan wajah yang sumringah. Alex membuang mukanya dan menatap pada Brian yang tertidur lelap. Dia malu untuk menatap Freya yang masih menunggunya mengucapkan perkataan rindu. "Sudahlah, Frey. Aku hanya akan mengatakannya sekali saja dan tidak mengulanginya lagi. Kau pun sudah mendengar perkataanku, bukan?" ucap Alex dengan mata yang tidak tertuju pada wanita yang masih berada dalam dekapannya. Freya memanyunkan bibirnya, wanita itu ingin melepaskan dekapan Alex yang hampir membuatnya terbuai. "Aku ingin beristirahat, kamu tidur
"Alex, kalau begitu aku pergi dulu dan bekerja hari ini. Aku tidak mungkin izin karena belum satu bulan aku bekerja di perusahaan," ucap Freya pada Alex setelah mereka selesai berbincang dengan kakek mereka. Asisten Alex, Felix sudah mengantarkan baju baru untuk dipakai oleh Alex dan Freya. Saat ini, mereka sedang sarapan di cafe yang berada seberang rumah sakit.Alex menatap tidak suka pada ucapan Freya, dia tidak ingin wanitanya bekerja pada orang lain. Pria itu masih dapat menafkahinya, dia ingin Freya seperti biasa di rumah dan menunggunya. "Sebaiknya kamu berhenti saja dari pekerjaanmu dan kembali fokus pada keluarga saja, Sayang," saran Alex dengan lembut. Alex tidak ingin Freya merasa terkekang, tetapi tidak menampik dia tidak suka kalau Freya bekerja. Freya tersipu saat Alex mengatakan kata 'Sayang'. Dia tidak fokus pada perkataan Alex yang memintanya untuk berhenti dari pekerjaan. "Bisa kau ulangi perkataanmu?" tanya Freya. "Aku ingin kamu resign saja dari pekerjaanmu. Jad
"Untuk apa aku mengatakan statusku secara jelas padamu? Bukankah kamu sudah tahu selama ini aku selalu menghindarimu?" tanya Freya keheranan. Freya berusaha tidak mengatakan hal yang menyakitkan pada Luis, tetapi sepertinya pria di hadapannya tidak mengerti. Pria itu menatap Freya dengan pandangan nanar, dia telah berharap dapat mendekati Freya. "Harusnya kamu mengatakan kalau kamu telah memiliki suami! Jadi, aku tidak berharap padamu!" seru Luis pada Freya yang sudah tidak sabar untuk pergi dari hadapan pria di hadapannya.Freya menggigit bibirnya, dia kesal berada di situasi yang serba sulit seperti ini. Matanya melihat jari manisnya sendiri, terdapat cincin kawin melingkar cantik di jarinya. "Kamu lihat ini? Aku memakainya dari awal aku bekerja di perusahaan, seharusnya kamu mengerti dengan statusku tanpa aku menjelaskannya secara gamblang," ucap Freya menunjukkan jari yang bertengger cincin di jarinya. Raut wajah Luis langsung berubah, dia tidak memperharikan tangan Freya sebel