Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya.
“Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega.
Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu.
“Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal.
“Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…”
Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil.
“Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.”
Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.”
“Tapi…”
“Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya…”
Aliesha pun akhirnya duduk dan termenung. Cadangan batrei ponselnya tak dibawa. Dia tak pernah membayangkan akan terjebak di sini.
Sementara ayahnya yang punya pesawat jet pribadi, justru tak bisa dihubungi saat emergency.
“Apa yang bisa kita lakukan selama sepekan terkurung di kamar ini?” Aliesha benar-benar terlihat cemas.
“Percayalah, ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Aku jamin kamu tidak akan bosan! Justru akan ketagihan…” Noah mengedipkan mata kirinya.
Bagi Aliesha itu bukanlah jawaban.
Dirinya tidak mood membicarakan hal-hal berbau ‘dewasa’ begitu.
“Ayolah, Nona. Seharusnya di usiamu yang sekarang… kamu di masa puncaknya untuk hal itu.” Kalimat Noah terdengar sedang mengajak perang. “Jangan biarkan gelora di hatimu itu mati sia-sia…”
Sang istri pura-pura tidak mendengar dan terus men-scroll layar ponselnya untuk mengalihkan pikiran. Rupanya menahan godaan saat berdua begini cukup sulit untuknya.
Lebih-lebih sekarang di sini tak ada pekerjaan atau hal yang menyibukkan dirinya.
“Dasar playboy!” seloroh Aliesha dengan mata mendelik.
**
Ramalan cuaca memang lebih akurat dari prediksi dukun manapun. Angin mulai berputar-putar di sekitar pantai.
Aliesha menyaksikan sendiri mendung kelabu mulai berduyun-duyun memenuhi langit. Padahal awalnya langit masih cerah dan berwarna biru.
Noah yang tadinya di luar buru-buru masuk ke dalam.
“Nona, sebaiknya kita tidak ke mana-mana dulu.” Tangannya mengeluarkan barang-barang belanjaan dari tas besar.
Dia terkagum dengan kesigapan suaminya menanggulangi bencana yang akan menerpa.
“Apa ini semua?” Aliesha keheranan.
Noah belanja dalam jumlah cukup besar.
“Aku memborong semua bahan makanan dan buah-buahan di toko. Apa saja yang bisa kita makan, aku beli…” ungkapnya merasa lega. “Kuharap kamu doyan, Nona.”
“Bagaimana kita memasaknya kalau kompor Listrik tak bisa menyala?”
Senyuman Noah terkembang, tak rugi dirinya dulu mengikuti kegiatan pramuka dan pecinta alam.
“Kita bisa membuat api darurat nanti. Tenang…”
Aliesha tak sepenuhnya yakin, apakah suaminya benar-benar bisa diandalkan. Kita lihat saja nanti…
**
Gemuruh petir dan angin membuat suara yang memekikkan telinga.
Untunglah bangunan resort itu kokoh dan didesain mampu bertahan pada goncangan gempa maupun hempasan angin.
Saat siang hari, mereka tak merasa masalah karena masih terlihat apa-apa dengan jelas. Barulah saat senja, angin semakin kencang dan gelap melanda.
Listrik cadangan tak berfungsi. Jadilah mereka seperti hidup di zaman primitif.
“Kamu bikin apa?” Aliesha melihat Noah yang menyalakan api kecil untuk menghangatkan air.
“Malam nanti kita makan mi ayam saja. Semuanya instant…”
Meski bukan penyuka mi, Aliesha setidaknya harus berdamai dengan keadaan.
“Aku juga akan membuat teh hangat. Udara malam akan turun suhunya…” tangannya dengan terampil menyiapkan dua gelas dengan dua teh celup yang disedunya dengan air mendidih.
Istrinya lebih banyak diam.
Noah paham, kehidupan Aliesha memang berubah drastis sejak menikahinya.
“Kalau dengan minuman hangat ini kamu masih kedinginan, aku bisa membantu menghangatkanmu dengan tubuhku…”
“Sudahlah… humormu tidak berguna sekarang. Kita sudah di antara hidup dan mati, Noah.” Ujar Aliesha yang sesekali melihat ke luar jendela.
Angin berputar-putar mulai menari di pelataran depan resort.
“Nona, kita tidak akan mati sekarang… Tuhan masih sayang padamu. Dia tahu kamu masih harus memiliki anak dan keturunan. Dia tak akan membiarkanmu mati sebelum punya anak…”
Aliesha terpancing lagi, “Itu tidak ada kaitannya dengan aku punya anak atau tidak.”
Setelah beradu argumen beberapa saat, Noah akhirnya memasukkan mi yang telah matang ke dalam dua wadah.
“Makanlah. Kamu beruntung sekali Nona, punya suami seperti aku. Semua serba bisa!”
“Jangan terlalu memuji dirimu sendiri berlebihan, Noah…”
Mendengar kalimat Aliesha, Noah tersedak. Cepat-cepat Aliesha menyodorkan segelas air putih.
Selepas mengonsumsi mi dan teh hangat, keduanya berbaring di sofa dekat tv yang padam.
Entah dosa apa yang mereka perbuat sehingga mereka dihukum di resort ini. Tak ada sinyal, listrik, serta tak bisa ke mana-mana.
Padahal jika keadaan normal, mereka bisa saja bermain jetski, berenang di pantai, menyelam dan lain sebagainya.
“Nona, mau bermain tebak-tebakan sama aku?” dia tampak semangat saat mengajak bosnya untuk bermain bersama.
“Membosankan dan kekanakan.” Aliesha menolak.
Dia adalah seorang CEO, bermain tebak-tebakan tentu bukanlah levelnya.
Selain umurnya masih di bawahnya, rupanya suaminya belum tumbuh dewasa juga. Dia masih suka pada hal-hal yang berbau anak-anak. Huh!
“Bagaimana jika bermain batu, kertas, gunting?” usulnya lagi.
“Itu permainan anak TK!” bosnya tertawa. “Aku tak suka itu semua...”
“Baiklah… kali ini kamu harus mau!” Netra Noah tampak serius saat mengucapkannya. “Mari bermain truth or dare!”
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Noah tak mau mengurungkan niatnya lagi. Semua harus terjadi malam ini juga.Tangannya memegang hati-hati pipi Aliesha yang sudah bersemu kemerahan karena canggung dan malu.“Aliesha!” ia gunakan panggilan itu sebagai mantra pembius agar bosnya tak berkutik.Dalam hati dia juga sempat khawatir bagaimana jika Aliesha menolak dan rencananya akan gagal. Tapi dia sudah bisa mendeteksi kalau bosnya juga menginginkan ini.Ini semua hanya demi rencana besarku, tidak lebih.Noah mengingatkan dirinya sendiri. Tidak boleh ada perasaan terlibat. Ini semua murni hanya bisnis.“Noah… aku… aku belum…”“Pssst…” diletakkannya telunjuk kanan itu pada bibir Aliesha yang lembut. “Aku juga baru pertama melakukan ini. Tapi aku yakin, ini akan menjadi kenangan paling indah untuk kita.”Perasaan dan pikiran Aliesha sudah tak bisa sinkron lagi. Jantungnya terpacu lebih cepat.“Kamu benar-benar cantik…” Noah membisikkannya sehingga Aliesha mendengar pujian itu. “Bibirmu begitu penuh berisi… kuharap, kamu mengi
“Noah, pesanku… jangan terbawa oleh hawa nafsu. Aku tahu kamu sudah bebas melakukan apapun pada istrimu. Tapi, ingatlah siapa dia dan siapa ayah serta kakeknya. Dan ingat apa yang telah mereka lakukan pada keluarga kita! Ingat itu.” Ucapan Ben yang barusaja dia dengar lewat telpon terus terngiang. Dirinya merasa diremehkan oleh keluarganya sendiri. Bagaimana bisa? Apa selama ini dia kurang loyal dan setia pada keluarganya! Bahkan, dia rela menerima tawaran menikahi Aliesha, salah satunya adalah untuk memuluskan semua rencana balas dendam besar keluarganya. “Hey! Kenapa melamun? Bagaimana dengan keluargamu?” Aliesha yang selalu bersikap manis, mengagetkannya. Dipandanginya wanita cantik yang sudah menjadi istrinya itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, kenapa Aliesha yang naïve harus ikut-ikutan terlibat di rencana ini! “Hmmm… mereka baik-baik saja. Kakekku hanya sedikit sakit karena kelelahan.” Noah mengambil handuk dan meletakkannya di hanger dekat kamar mandi. “Syukurlah
Aliesha memprotes, “Butuh privasi?” Itu memang betul. Tapi apakah dirinya harus diusir dari kamar yang sudah puluhan tahun dia tempati? “Hmm… memangnya kamu setelah menikah masih mau tinggal di sini? Di mana-mana istri itu kalau sudah menikah ikut suaminya…” sindir tajam ibu tirinya. Dia tak terima kalau Aliesha masih menunjukkan batang hidungnya sepulang honeymoon. Minimal dia harus keluar dari rumah induk. “Aliesha…” sang ayah tiba-tiba muncul. “Benar kata Mamamu, sebaiknya kamu kami berikan privasi agar bisa menjalankan pernikahan tanpa campur tangan kami.” Tanpa campur tangan atau memang mau mengusirku? Batin Aliesha geram dalam hati. “Tinggal saja di pavilion belakang, tempat Noah biasanya tidur. Sekarang sudah direnov oleh tukang kita. Kuharap kamu bisa menjadi contoh adikmu agar menjadi sosok mandiri.” Bulls**t. Ayah selalu memenangkan Aurelia. “Mau saya bawa ke bawah saja Nona, barang-barangnya?” karena sekarang sudah lengkap majikannya, dia berani bersuara. Aliesha m
Aurelia tak percaya dengan ide Mamanya. Perhiasan palsu? “Maksud Mama?” “Iya, perhiasan palsu. Terlihat asli tapi itu adalah tiruan. Saat dijual, tak akan bernilai apa-apa. Paling tidak ini akan membuat Aliesha ikut senang dengan pernikahanmu… toh dia tidak akan mengetahuinya.” Mamanya membuka-buka kembali katalog yang diberikan oleh desainer tadi. Sengaja dia meninggalkan beberapa sampel agar mereka bisa melihat-lihat lagi. “Lihatlah. Semua perhiasan mewah ini bisa ditiru agar menyerupai yang asli.” Dia menunjukkan beberapa item yang akan ditirunya. “Makanya Mama tadi meminta desainer lugu tadi untuk meninggalkan katalog private itu di sini.” Aurelia berdecak kagum pada ide Mamanya yang tak pernah habis. “Mama, aku tidak menyangka Mama bisa sehebat ini!” “Untuk mencapai tujuan hidupmu, tak selamanya semua dicapai dengan mudah Aurelia. Perlu otak cerdas dan eksekusi di waktu yang tepat.” Mamanya berpesan. Perjuangannya mendapatkan suami kaya seperti ayah Aliesha patut diacungi
Setelah membereskan pecahan-pecahan gerabah itu, dia masuk kembali ke pavilion.Hatinya masih sakit saat dia terusir dari kamarnya sendiri, sekarang malah ditambah dengan pecahnya pernak-pernik yang dia beli.Tapi ia tak mau larut dalam kesedihan dan menghibur diri dengan mengeksplorasi interiornya.Tak lama setelah dia beres-beres, suaminya yang dua hari tidak pulang, muncul dari balik pintu.“Wah, baru berapa hari aku tidak pulang… kamu sudah menyulap pavilion kecil ini jadi tempat yang nyaman, Aliesha…” Noah memuji dan memberinya sebuah pelukan.Awalnya Aliesha masih risih dengan skinship yang sering dilakukan oleh Noah, akan tetapi lama kelamaan dia terbiasa.Dia ingat pesan salah satu bawahannya dulu, kalau lelaki memang tak jauh-jauh dari urusan itu isi otaknya.“Terima kasih…”“Dan asal kamu tahu, aku paling suka bagian tempat tidurnya. Kamu memberikan sebuah sentuhan warna biru tua yang aku sukai. Itu warna favoritku.”Aliesha semakin merasa melayang ke langit dengan segenap pu
Siapa sangka kalau seorang anak tiri keluarga Martin akan mendapatkan kesempatan untuk menikah secara mewah, sementara anak kandungnya hanya menikah sederhana saja? Noah memandangi dekorasi pernikahan Aurelia sambil sesekali mengecek jika ada yang kurang. Dalam hati, dia merasa kasihan pada istrinya. Meski mereka hanya menikah dalam waktu singkat saja nantinya. “Noah, tolong itu masukkan gulungan kabel yang tadi ke kotak ini.” Perintah salah satu pegawai rumah yang ikut mendekor halaman belakang. Kolam renang besar dan sekelilingnya kini sudah disulap menjadi area untuk wedding party Nona Aurelia, wanita yang paling berbahagia saat ini. “Baik, aku akan pindahkan. Lalu, bagaimana dengan bunga-bunga di depan yang baru diturunkan?” tanya Noah sambil menggulung kabel. “Itu akan jadi urusanku nanti. Kamu bereskan kabel dulu.” Semua orang sibuk dan tak punya banyak waktu. Aurelia bahkan berkali-kali memprotes pihak perancang
“Ada apa, Ma?” Aurelia bertanya pada sang mama yang berubah ekspresinya. “Tidak, itu di belakang kita lagi pada bergosip murahan…” ungkap mamanya. “Pada sirik soalnya kamu bisa menikahi Anthony.” “Biarkan saja, Ma. Aku sudah siap dengan konsekuensi apapun. Bagiku cinta Anthony adalah segalanya. Apalagi dia mau bertanggung jawab pada janinku ini.” Ungkap Aurelia yang masih bahagia layaknya putri raja semalam. “Betul, my baby. Kita harus bersyukur Anthony adalah gentleman yang mau bertanggung jawab.” Mamanya mengelus-elus perut anaknya. Setelah akad nikah selesai, dilanjutkan dengan resepsi yang akan digelar sebentar lagi. Para pelayan nampak sibuk dibantu dengan tim WO yang sejak tadi mengecek untuk memastikan tidak ada kendala teknis apapun. “Noah, kamu sudah memastikan listrik dan semuanya aman?” tanya seorang dari tim. “Sudah, Mas. Saya sudah cek dan pastikan listrik aman sampai nanti malam. Kalaupun ada pemadaman, genset kit