“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.
“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”
Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.
Botol mengarah pada Aliesha.
“Ayo, Nona. Truth or dare!”
Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”
Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.
“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”
Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”
Aliesha puas setelah mengatakan itu.
Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.
“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.
Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.
Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!
“Rahasia.”
“Hey… tidak boleh ada rahasia. Jawab, Nona. Siapa lelaki yang tak beruntung itu?”
Secara refleks, tangan Aliesha mencubit pipi Noah. “Sudah kubilang rahasia.”
“Jangan-jangan…” kini Noah menebak-nebak. “Tuan Eros!”
“Hahahahaa…” keduanya tertawa bersama.
Meski dalam kondisi angin taifun, setidaknya Noah tahu bagaimana cara membuat suasana tak membosankan.
“Giliranku bertanya sekarang…” Aliesha menyiapkan pertanyaan ini beberapa detik yang lalu. “Siapa nama perempuan yang pernah berhubungan serius denganmu?”
“Aku tidak suka pertanyaan ini.”
“Hey! Tuan Noah, jika kamu tidak suka ditanya soal privasi, kenapa kamu menanyaiku tadi?” protes Aliesha sambil menunjuk-nunjuk Noah.
“Baiklah, baiklah. Aku akan menjawab. Dia bernama Celine. Dia adalah seorang dokter. Puas?”
Di luar dugaannya, Aliesha merasa sedikit nyeri di dadanya saat tahu pengakuan Noah. Rupanya pemuda yang dia anggap sopir, punya selera tinggi soal perempuan.
“Apa yang terjadi padanya sekarang?”
Permainan menjadi hambar. Noah tak lagi bersemangat.
“Sudah… kita tidur saja sekarang.” Dia beranjak pergi.
Aliesha tak terima karena sekarang dia mulai menikmati permainan itu, “Apa? Kamu tidak punya tata krama. Bagaimana bisa berhenti bermain di tengah-tengah permainan?”
“Nona… sudahlah!”
Ekspresinya menjadi sebal dan kesal. Kesempatan inilah Aliesha mengejar dan mengerjai Noah.
Bukannya dia yang menang justru tubuh Noah yang lebih tinggi itu berhasil menjatuhkannya ke ranjang. Aliesha terlentang dan pasrah pada apapun yang akan terjadi.
“Jangan macam-macam atau aku akan menghukummu, Aliesha!” kedua tangannya berada di samping kanan dan kiri kepala Aliesha.
“Noah…”
Dia sudah mengantisipasi sesuatu yang manis akan terjadi. Aliesha memejamkan mata dan bersiap jika sewaktu-waktu Noah menurunkan wajahnya dan mendekatkannya pada dirinya.
Tiba-tiba saja, listrik di kamar menyala dan seluruh ruangan terang benderang!
Tanpa menunggu lebih lama, Noah segera menyambar ponselnya yang mati dan men-charge-nya agar batreinya terisi. Dia tak boleh lengah dan hanya bersenang-senang selagi di sini.
Aliesha tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Noah meninggalkannya begitu saja.
**
Setelah listrik resort menyala, Noah tak lagi usil atau mengajak Aliesha menghabiskan waktu bersama.
Dia lebih banyak diam berkutat dengan pikirannya sendiri dan sesekali menelpon seseorang.
Ketika malam menjelang, Aliesha akan lebih dulu tidur dan Noah masih terjaga. Dia baru memejamkan mata saat malam sudah benar-benar tua.
Terkadang dia menghabiskan waktu untuk sekedar menonton televisi dan tertidur saat TV itu masih menyala. Keesokan harinya dia terbangun sudah berada di ranjang dengan selimut hangat menutup tubuh.
Tumben, saat Aliesha melakukan yoga untuk membunuh rasa bosan, sang ayah menghubunginya.
“Aliesha, apa kamu baik-baik saja? Kuharap kalian selamat setelah badai menerpa.”
“Kami baik-baik saja, Ayah.” Jawab Aliesha sambil meluruskan kakinya. “Listrik sudah menyala. Terima kasih sudah memilihkan waktu terbaik untuk honeymoon.”
“Aku benar-benar tidak tahu. Mamamu yang memilihkan tempat dan waktunya. Kebetulan, resort itu sudah menjadi milik keluarga kita sekarang!”
Pembicaraan itu didengarkan oleh Noah secara tak sengaja.
“Yah, kalau resort ini jadi milik keluarga kita, bukan berarti aku harus celaka dan terjebak selama taifun di tempat ini bukan?” Aliesha mengeluhkan apa yang dia rasakan.
“Aku benar-benar tidak tahu. Oh iya, setelah kamu pulang nanti, aku ingin segera membagi tanggung jawab untuk mengelola perusahaan kita yang lain.” Ayahnya terbatuk-batuk setelah menyampaikannya.
Sejenak dia tak melanjutkan kalimatnya. “Aliesha, sekarang bersenang-senanglah dulu. Aku harus menjamu tamu!”
Jadi, sesungguhnya kekayakan keluarga Aliesha jauh lebih banyak dari yang Noah tahu. Mendengar informasi yang baru diketahuinya, cepat dia hubungi sahabat baiknya.
“Ben, sepertinya kita harus merubah rencana!”
**
Bila beberapa hari terakhir ini Noah bersikap dingin, tiba-tiba malam ini dia bersikap sebaliknya.
“Tak terasa kita akan segera pulang kembali ke rumah.” Ucapnya membuka pembicaraan.
Aliesha nampak tak menggubris dan masih fokus pada acara yang ditontonnya.
“Nona, apa kau sudah ada rencana nanti setelah pulang ke rumah?” tanyanya lagi.
“Ada. Aku akan menghabiskan waktu untuk shopping dan bersenang-senang mungkin.” Dia menghela nafas panjang dan sedikit pesimis. “Karena aku sudah bukan CEO lagi.”
Terdengar suara hati Aliesha yang kecewa dengan keputusan ayahnya untuk memecatnya dari jabatan yang bertahun-tahun telah dia emban.
“Atau kita bisa melanjutkan honeymoon kita di tempat yang lain.”
Aliesha tentu terkejut dengan ungkapan Noah. Melakukan honeymoon sekali saja sudah harus bertaruh nyawa, dia tak sanggup jika harus mengulang hal yang sama.
“Aku tidak tertarik sama sekali. Honeymoon bagiku membosankan.” Tangannya meraih remote control dan memindah tayangan yang dia tonton.
Muncul ide di kepala Noah untuk melancarkan aksinya. Mau tidak mau, dia harus membuat Aliesha jatuh hati padanya.
Dan itu harus dia lakukan sebelum kembali pulang. Waktu sudah tak banyak lagi.
“Membosankan bagimu karena kita belum melakukan bagian inti dari sebuah honeymoon ini, Nona Aliesha Zhafira!” seru Noah tiba-tiba sambil mendekatkan wajahnya pada Aliesha.
Ada apa ini?
Kenapa Aliesha tak memprotesnya sama sekali dan justru terdiam tanpa suara? Seolah ini adalah hal yang paling dia tunggu semenjak pertama datang ke sini.
“Noah…” dia melepaskan remote yang dipegangnya lalu merebahkan tubuh untuk membuat jarak.
Dia gugup. Kedua tangannya menggenggam erat bantal yang ada di pangkuannya.
Noah semakin mendekat.
Manik mata Aliesha tak bisa lepas dari tatapan membius Noah. Aliesha tak lebih baik dari seekor kelinci yang berada dalam terkaman pemangsanya.
“Jangan takut Aliesha sayang, kupikir ini adalah momen yang paling tepat untuk kita menikmati waktu yang tersisa seperti pasangan lain pada umumnya…”
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi