Share

BAB 8 Honeymoon Dadakan

Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.

“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”

Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.

“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”

“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”

Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.

Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.

Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.

“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”

Tanpa banyak bicara lagi, Aliesha memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Setidaknya dia akan terhibur oleh pemandangan awan di luar saat terbang.

Di tengah perjalanan, Aliesha bisa tertidur dan bahkan menyandarkan kepalanya di bahu Noah.

Berkali-kali Noah mengembalikan kepala itu di posisi headrest kursinya, namun tetap saja kembali meringkuk di pelukannya.

“Kalian pengantin baru?” tanya seorang penumpang bapak-bapak tua yang duduk di baris sebelahnya.

Noah tersenyum mengangguk.

“Percayalah padaku. Mitos pengantin baru yang berlibur ke Pulau Gura-guri, akan awet pernikahannya sampai tua. Usia pernikahanku dan istriku ini sudah empat puluh satu tahun. Dan kami masih mencintai sama seperti saat pertama kali bertemu…” Jelasnya dengan penuh semangat.

Tak ada komentar apapun dari Noah. Karena kenyataannya apa yang dia alami tak seberuntung yang mereka jalani.

“Kami pulang tanpa berkelahi saja rasanya sudah merupakan keberuntungan, Pak Tua!” tandasnya lirih.

“Apa katamu?” Pak Tua yang mengajaknya bicara tak mendengar sepenuhnya kalimat yang Noah ucapkan.

Kedengarannya seperti berbisik-bisik.

“Maksud saya… semoga saya dan istri saya bisa seperti kalian… langgeng sampai kakek nenek.”

Ucapan spontan yang keluar dari mulut Noah diaminkan oleh pasutri sepuh itu. Mereka kemudian tertawa karena mengingat momen saat seusianya.

**

“Selamat datang di Resort Pulau Gura-guri…” beberapa pelayan cantik yang masih muda menyambut.

Aliesha tersenyum lalu melenggang mencari kamar yang sudah dipesan oleh ayahnya.

Tampak Noah yang kerepotan membawa koper-koper dan tas karena jalan di resort naik-turun.

Beberapa kali dia bahkan hampir terjatuh ke kolam. Untunglah beberapa pegawai laki-laki turun tangan membantunya.

“Terima kasih…” ucapnya sambil menutup pintu kamar.

Akhirnya dia bernafas lega bisa beristirahat dengan tenang di kamar besar itu.

Udara yang sangat segar dan cuara yang cerah membuatnya serasa di alam lain saja.

“Nona, apa kamu mau berenang di pantai?”

Aliesha yang masih sibuk memilah-milah bajunya berhenti sejenak. “Kalau kamu mau berenang, pergi saja. Aku mau tidur dulu. Punggungku sakit setelah duduk tiga jam di kursi ekonomi.”

Noah merasa bersalah. “Mau aku pijit? Percayalah, aku sejak dulu terkenal pandai memijat…”

“Tidak perlu. Bisa-bisa nanti kamu memanfaatkan keadaan saat aku tertidur setelah kamu pijat.”

Noah tentu saja terkejut dan akhirnya tertawa pada respon bosnya. “Nona, kamu jangan melucu. Siapa yang akan memanfaatkan keadaan? Kamu jelas bukan tipeku! Tubuhmu kurang curvy.

Penuturan Noah membuat Aliesha tersinggung.

“Itu namanya body shaming. Apa kamu merasa tubuhmu sudah atletis dan six pack?” ejeknya membalas kalimat sindiran tadi.

“Aku setidaknya masih muda dan gagah.” Tak segan dia melepaskan kaos yang dikenakan.

Terpampanglah tubuh kotak-kotak yang terlihat sempurna layaknya bintang iklan. “Jika kamu berani, buka bajumu dan mari kita bandingkan!”

Sebuah handuk dilemparkan Aliesha untuk menutupi tubuh suaminya. Wajah Aliesha sudah memerah saat mendengar kata-kata Noah yang tak terfilter.

Diapun kabur ke kamar mandi dan menutupnya dari dalam.

Aliesha, ingat. Dia masih anak-anak. Dia lebih muda darimu.

Kata-kata itu adalah mantra agar dirinya tidak melakukan hal di luar kendali saat harus berduaan saja dengan sopirnya. Ditariknya nafas dalam-dalam. Dia ingin rileks dan tak berpikiran macam-macam.

**

Senja telah berakhir beberapa menit lalu.

Ruangan sudah dipenuhi dengan lampu yang menyala. Namun jendela dan pintu masih saja dibiarkan Aliesha terbuka.

Akhirnya Noah kembali dengan celana pendek tanpa baju. Tubuhnya sedikit basah. Begitu juga dengan rambut cepaknya.

“Nona? Apa yang kamu lakukan?”

Aliesha terkejut saat ketahuan Noah sedang mencoba beberapa pakaian ‘dinas’ yang dulu sempat dia beli saat di luar negeri.

Memang cukup provokatif dan terbuka di sana-sini.

Cepat-cepat dia menutupi tubuhnya dengan selimut. “Apa-apaan kamu, Noah? Seharusnya kamu mengetuk pintu atau setidaknya bersuara sebelum masuk ke kamar.”

Noah tersenyum karena sempat beruntung melihat istrinya beberapa detik tadi. “Jika aku memberitahumu akan kedatanganku, maka aku akan melewatkan pemadangan indah tadi…”

Aliesha tersipu malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Sudah, sudah. Pergi sana!”

Langkah kaki suaminya justru mendekatinya dan berbisik, “Aku suka dengan baju merah tua yang kamu pakai tadi. Kamu benar-benar terlihat seksi…”

Diapun berlalu dan masuk ke kamar mandi.

Aliesha merasa panas dingin dengan komentar suaminya. Ini pertama kalinya ada lelaki yang memujinya dengan tulus.

Untuk menghilangkan suasana tegang, dia sengaja menyalakan televisi dan melihat siaran berita local.

“Noah… Noah, kemarilah…”

Aliesha memberitahukan pada suaminya untuk mendekat.

Noah datang dari kamar mandi dengan memakai handuk saja, “Ada apa? Apa kamu mau aku memijatmu dengan mengenakan pakaian yang tadi?”

“Lihatlah!” tangan Aliesha menunjuk pada layar televisi.

“Apa?” Noah tak percaya pada yang dia lihat.

Dalam seminggu ke depan, Pulau Gura-guri dan beberapa pulau di sekitarnya akan diterpa angin taifun dan cuaca buruk.

Listrik dan sinyal elektronik akan dimatikan sewaktu-waktu.

“Itu artinya, kita akan terjebak di sini selama seminggu penuh!”

Pikiran Noah semakin gusar. Dirinya dan Ben tentu akan kesulitan berkomunikasi dalam melancarkan aksinya.

“Apa sebaiknya kita pulang lagi? Tapi kita baru sampai jam sepuluh pagi tadi…” lirih Aliesha yang ketakutan membayangkan semua pulau tersapu angin.

“Tidak mungkin. Penerbangan kita tadi adalah penerbangan terakhir untuk sepekan ini.” Noah mengecek jadwal penerbangan kembali ke pulau utama.

Keduanya hanya bisa pasrah pada nasib yang mereka akan terima. Aliesha merasa ayahnya memang sengaja melakukan ini padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status