Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.
“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”
Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.
“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”
“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”
Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.
Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.
Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.
“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”
Tanpa banyak bicara lagi, Aliesha memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Setidaknya dia akan terhibur oleh pemandangan awan di luar saat terbang.
Di tengah perjalanan, Aliesha bisa tertidur dan bahkan menyandarkan kepalanya di bahu Noah.
Berkali-kali Noah mengembalikan kepala itu di posisi headrest kursinya, namun tetap saja kembali meringkuk di pelukannya.
“Kalian pengantin baru?” tanya seorang penumpang bapak-bapak tua yang duduk di baris sebelahnya.
Noah tersenyum mengangguk.
“Percayalah padaku. Mitos pengantin baru yang berlibur ke Pulau Gura-guri, akan awet pernikahannya sampai tua. Usia pernikahanku dan istriku ini sudah empat puluh satu tahun. Dan kami masih mencintai sama seperti saat pertama kali bertemu…” Jelasnya dengan penuh semangat.
Tak ada komentar apapun dari Noah. Karena kenyataannya apa yang dia alami tak seberuntung yang mereka jalani.
“Kami pulang tanpa berkelahi saja rasanya sudah merupakan keberuntungan, Pak Tua!” tandasnya lirih.
“Apa katamu?” Pak Tua yang mengajaknya bicara tak mendengar sepenuhnya kalimat yang Noah ucapkan.
Kedengarannya seperti berbisik-bisik.
“Maksud saya… semoga saya dan istri saya bisa seperti kalian… langgeng sampai kakek nenek.”
Ucapan spontan yang keluar dari mulut Noah diaminkan oleh pasutri sepuh itu. Mereka kemudian tertawa karena mengingat momen saat seusianya.
**
“Selamat datang di Resort Pulau Gura-guri…” beberapa pelayan cantik yang masih muda menyambut.
Aliesha tersenyum lalu melenggang mencari kamar yang sudah dipesan oleh ayahnya.
Tampak Noah yang kerepotan membawa koper-koper dan tas karena jalan di resort naik-turun.
Beberapa kali dia bahkan hampir terjatuh ke kolam. Untunglah beberapa pegawai laki-laki turun tangan membantunya.
“Terima kasih…” ucapnya sambil menutup pintu kamar.
Akhirnya dia bernafas lega bisa beristirahat dengan tenang di kamar besar itu.
Udara yang sangat segar dan cuara yang cerah membuatnya serasa di alam lain saja.
“Nona, apa kamu mau berenang di pantai?”
Aliesha yang masih sibuk memilah-milah bajunya berhenti sejenak. “Kalau kamu mau berenang, pergi saja. Aku mau tidur dulu. Punggungku sakit setelah duduk tiga jam di kursi ekonomi.”
Noah merasa bersalah. “Mau aku pijit? Percayalah, aku sejak dulu terkenal pandai memijat…”
“Tidak perlu. Bisa-bisa nanti kamu memanfaatkan keadaan saat aku tertidur setelah kamu pijat.”
Noah tentu saja terkejut dan akhirnya tertawa pada respon bosnya. “Nona, kamu jangan melucu. Siapa yang akan memanfaatkan keadaan? Kamu jelas bukan tipeku! Tubuhmu kurang curvy.”
Penuturan Noah membuat Aliesha tersinggung.
“Itu namanya body shaming. Apa kamu merasa tubuhmu sudah atletis dan six pack?” ejeknya membalas kalimat sindiran tadi.
“Aku setidaknya masih muda dan gagah.” Tak segan dia melepaskan kaos yang dikenakan.
Terpampanglah tubuh kotak-kotak yang terlihat sempurna layaknya bintang iklan. “Jika kamu berani, buka bajumu dan mari kita bandingkan!”
Sebuah handuk dilemparkan Aliesha untuk menutupi tubuh suaminya. Wajah Aliesha sudah memerah saat mendengar kata-kata Noah yang tak terfilter.
Diapun kabur ke kamar mandi dan menutupnya dari dalam.
Aliesha, ingat. Dia masih anak-anak. Dia lebih muda darimu.
Kata-kata itu adalah mantra agar dirinya tidak melakukan hal di luar kendali saat harus berduaan saja dengan sopirnya. Ditariknya nafas dalam-dalam. Dia ingin rileks dan tak berpikiran macam-macam.
**
Senja telah berakhir beberapa menit lalu.
Ruangan sudah dipenuhi dengan lampu yang menyala. Namun jendela dan pintu masih saja dibiarkan Aliesha terbuka.
Akhirnya Noah kembali dengan celana pendek tanpa baju. Tubuhnya sedikit basah. Begitu juga dengan rambut cepaknya.
“Nona? Apa yang kamu lakukan?”
Aliesha terkejut saat ketahuan Noah sedang mencoba beberapa pakaian ‘dinas’ yang dulu sempat dia beli saat di luar negeri.
Memang cukup provokatif dan terbuka di sana-sini.
Cepat-cepat dia menutupi tubuhnya dengan selimut. “Apa-apaan kamu, Noah? Seharusnya kamu mengetuk pintu atau setidaknya bersuara sebelum masuk ke kamar.”
Noah tersenyum karena sempat beruntung melihat istrinya beberapa detik tadi. “Jika aku memberitahumu akan kedatanganku, maka aku akan melewatkan pemadangan indah tadi…”
Aliesha tersipu malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Sudah, sudah. Pergi sana!”
Langkah kaki suaminya justru mendekatinya dan berbisik, “Aku suka dengan baju merah tua yang kamu pakai tadi. Kamu benar-benar terlihat seksi…”
Diapun berlalu dan masuk ke kamar mandi.
Aliesha merasa panas dingin dengan komentar suaminya. Ini pertama kalinya ada lelaki yang memujinya dengan tulus.
Untuk menghilangkan suasana tegang, dia sengaja menyalakan televisi dan melihat siaran berita local.
“Noah… Noah, kemarilah…”
Aliesha memberitahukan pada suaminya untuk mendekat.
Noah datang dari kamar mandi dengan memakai handuk saja, “Ada apa? Apa kamu mau aku memijatmu dengan mengenakan pakaian yang tadi?”
“Lihatlah!” tangan Aliesha menunjuk pada layar televisi.
“Apa?” Noah tak percaya pada yang dia lihat.
Dalam seminggu ke depan, Pulau Gura-guri dan beberapa pulau di sekitarnya akan diterpa angin taifun dan cuaca buruk.
Listrik dan sinyal elektronik akan dimatikan sewaktu-waktu.
“Itu artinya, kita akan terjebak di sini selama seminggu penuh!”
Pikiran Noah semakin gusar. Dirinya dan Ben tentu akan kesulitan berkomunikasi dalam melancarkan aksinya.
“Apa sebaiknya kita pulang lagi? Tapi kita baru sampai jam sepuluh pagi tadi…” lirih Aliesha yang ketakutan membayangkan semua pulau tersapu angin.
“Tidak mungkin. Penerbangan kita tadi adalah penerbangan terakhir untuk sepekan ini.” Noah mengecek jadwal penerbangan kembali ke pulau utama.
Keduanya hanya bisa pasrah pada nasib yang mereka akan terima. Aliesha merasa ayahnya memang sengaja melakukan ini padanya.
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Noah tak mau mengurungkan niatnya lagi. Semua harus terjadi malam ini juga.Tangannya memegang hati-hati pipi Aliesha yang sudah bersemu kemerahan karena canggung dan malu.“Aliesha!” ia gunakan panggilan itu sebagai mantra pembius agar bosnya tak berkutik.Dalam hati dia juga sempat khawatir bagaimana jika Aliesha menolak dan rencananya akan gagal. Tapi dia sudah bisa mendeteksi kalau bosnya juga menginginkan ini.Ini semua hanya demi rencana besarku, tidak lebih.Noah mengingatkan dirinya sendiri. Tidak boleh ada perasaan terlibat. Ini semua murni hanya bisnis.“Noah… aku… aku belum…”“Pssst…” diletakkannya telunjuk kanan itu pada bibir Aliesha yang lembut. “Aku juga baru pertama melakukan ini. Tapi aku yakin, ini akan menjadi kenangan paling indah untuk kita.”Perasaan dan pikiran Aliesha sudah tak bisa sinkron lagi. Jantungnya terpacu lebih cepat.“Kamu benar-benar cantik…” Noah membisikkannya sehingga Aliesha mendengar pujian itu. “Bibirmu begitu penuh berisi… kuharap, kamu mengi
“Noah, pesanku… jangan terbawa oleh hawa nafsu. Aku tahu kamu sudah bebas melakukan apapun pada istrimu. Tapi, ingatlah siapa dia dan siapa ayah serta kakeknya. Dan ingat apa yang telah mereka lakukan pada keluarga kita! Ingat itu.” Ucapan Ben yang barusaja dia dengar lewat telpon terus terngiang. Dirinya merasa diremehkan oleh keluarganya sendiri. Bagaimana bisa? Apa selama ini dia kurang loyal dan setia pada keluarganya! Bahkan, dia rela menerima tawaran menikahi Aliesha, salah satunya adalah untuk memuluskan semua rencana balas dendam besar keluarganya. “Hey! Kenapa melamun? Bagaimana dengan keluargamu?” Aliesha yang selalu bersikap manis, mengagetkannya. Dipandanginya wanita cantik yang sudah menjadi istrinya itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, kenapa Aliesha yang naïve harus ikut-ikutan terlibat di rencana ini! “Hmmm… mereka baik-baik saja. Kakekku hanya sedikit sakit karena kelelahan.” Noah mengambil handuk dan meletakkannya di hanger dekat kamar mandi. “Syukurlah
Aliesha memprotes, “Butuh privasi?” Itu memang betul. Tapi apakah dirinya harus diusir dari kamar yang sudah puluhan tahun dia tempati? “Hmm… memangnya kamu setelah menikah masih mau tinggal di sini? Di mana-mana istri itu kalau sudah menikah ikut suaminya…” sindir tajam ibu tirinya. Dia tak terima kalau Aliesha masih menunjukkan batang hidungnya sepulang honeymoon. Minimal dia harus keluar dari rumah induk. “Aliesha…” sang ayah tiba-tiba muncul. “Benar kata Mamamu, sebaiknya kamu kami berikan privasi agar bisa menjalankan pernikahan tanpa campur tangan kami.” Tanpa campur tangan atau memang mau mengusirku? Batin Aliesha geram dalam hati. “Tinggal saja di pavilion belakang, tempat Noah biasanya tidur. Sekarang sudah direnov oleh tukang kita. Kuharap kamu bisa menjadi contoh adikmu agar menjadi sosok mandiri.” Bulls**t. Ayah selalu memenangkan Aurelia. “Mau saya bawa ke bawah saja Nona, barang-barangnya?” karena sekarang sudah lengkap majikannya, dia berani bersuara. Aliesha m
Aurelia tak percaya dengan ide Mamanya. Perhiasan palsu? “Maksud Mama?” “Iya, perhiasan palsu. Terlihat asli tapi itu adalah tiruan. Saat dijual, tak akan bernilai apa-apa. Paling tidak ini akan membuat Aliesha ikut senang dengan pernikahanmu… toh dia tidak akan mengetahuinya.” Mamanya membuka-buka kembali katalog yang diberikan oleh desainer tadi. Sengaja dia meninggalkan beberapa sampel agar mereka bisa melihat-lihat lagi. “Lihatlah. Semua perhiasan mewah ini bisa ditiru agar menyerupai yang asli.” Dia menunjukkan beberapa item yang akan ditirunya. “Makanya Mama tadi meminta desainer lugu tadi untuk meninggalkan katalog private itu di sini.” Aurelia berdecak kagum pada ide Mamanya yang tak pernah habis. “Mama, aku tidak menyangka Mama bisa sehebat ini!” “Untuk mencapai tujuan hidupmu, tak selamanya semua dicapai dengan mudah Aurelia. Perlu otak cerdas dan eksekusi di waktu yang tepat.” Mamanya berpesan. Perjuangannya mendapatkan suami kaya seperti ayah Aliesha patut diacungi
Setelah membereskan pecahan-pecahan gerabah itu, dia masuk kembali ke pavilion.Hatinya masih sakit saat dia terusir dari kamarnya sendiri, sekarang malah ditambah dengan pecahnya pernak-pernik yang dia beli.Tapi ia tak mau larut dalam kesedihan dan menghibur diri dengan mengeksplorasi interiornya.Tak lama setelah dia beres-beres, suaminya yang dua hari tidak pulang, muncul dari balik pintu.“Wah, baru berapa hari aku tidak pulang… kamu sudah menyulap pavilion kecil ini jadi tempat yang nyaman, Aliesha…” Noah memuji dan memberinya sebuah pelukan.Awalnya Aliesha masih risih dengan skinship yang sering dilakukan oleh Noah, akan tetapi lama kelamaan dia terbiasa.Dia ingat pesan salah satu bawahannya dulu, kalau lelaki memang tak jauh-jauh dari urusan itu isi otaknya.“Terima kasih…”“Dan asal kamu tahu, aku paling suka bagian tempat tidurnya. Kamu memberikan sebuah sentuhan warna biru tua yang aku sukai. Itu warna favoritku.”Aliesha semakin merasa melayang ke langit dengan segenap pu
Siapa sangka kalau seorang anak tiri keluarga Martin akan mendapatkan kesempatan untuk menikah secara mewah, sementara anak kandungnya hanya menikah sederhana saja? Noah memandangi dekorasi pernikahan Aurelia sambil sesekali mengecek jika ada yang kurang. Dalam hati, dia merasa kasihan pada istrinya. Meski mereka hanya menikah dalam waktu singkat saja nantinya. “Noah, tolong itu masukkan gulungan kabel yang tadi ke kotak ini.” Perintah salah satu pegawai rumah yang ikut mendekor halaman belakang. Kolam renang besar dan sekelilingnya kini sudah disulap menjadi area untuk wedding party Nona Aurelia, wanita yang paling berbahagia saat ini. “Baik, aku akan pindahkan. Lalu, bagaimana dengan bunga-bunga di depan yang baru diturunkan?” tanya Noah sambil menggulung kabel. “Itu akan jadi urusanku nanti. Kamu bereskan kabel dulu.” Semua orang sibuk dan tak punya banyak waktu. Aurelia bahkan berkali-kali memprotes pihak perancang