Ketika meletakkan Kartu itu di telapak tangan Erina, kulit mereka bersentuhan. Erina bisa merasakan suhu badan Fico lebih tinggi dari suhu badan dirinya. Rasanya seperti menembus kulitnya, membuat Erina sedikit kehilangan akal.
"Baiklah kalau begitu." Biar bagaimanapun juga Erina berpikir, jika mereka sudah menjadi pasangan, Pasangan pengantin baru yang seharusnya bahagia bukan? Erina tidak ingin merusak niat baik Fico hanya karena hal kecil seperti ini. Dia akhirnya menerima Kartu itu."Aku masih ada kerjaan sore ini. Maafkan aku tidak bisa mengantarmu." Ucap Fic dengan nada yang masih terdengar datar."Oh. Tidak mengapa. " Sahut Erina. Dia juga tidak berharap, jika pria itu benar-benar akan mencintainya atau menganggapnya seorang istri yang sesungguhnya. Jadi dia tidak merasa kecewa sedikitpun."Oh iya. Mengenai Alamat Rumahku, em.." Fic nampak berpikir sebentar.Lalu melanjutkan bicaranya. "Setelah pekerjaanku selesai, aku akan menghubungimu. Beri saja aku nomor ponselmu." Erina tiba-tiba merasa gugup dan cepat berkata. "Itu tidak terlalu penting, jadi sebaiknya tidak usah terburu-buru." Seharusnya, dua orang yang sudah menikah memang sudah sepantasnya tinggal bersama. Tetapi mengenai hal ini, Erina sungguh belum siap. Dia belum bisa membayangkan jika harus tinggal satu atap dengan pria asing.Fic menaikkan alisnya, ucapan Erina terdengar seperti penolakan. Dia membuang nafas kasar. Erina yang menyadari itu langsung merasa bersalah. Beruntung Fic bukanlah tipe Pria yang banyak bicara. Dia merapikan Jasnya."Baiklah. Jika tidak ada hal yang perlu dibicarakan lagi, aku akan pergi duluan." Erina hanya mengangguk, menatap Pria itu pergi dengan melangkah Pelan. Erina juga bersiap menunggu taksi untuk kembali ke kontrakannya. Tetapi ketika dia membalikkan badan berlawanan dengan Arah Fic berjalan, tiba tiba dia teringat awal tujuannya datang menemui Fic tadi. Yaitu untuk melunasi hutang pertamanya.Erina dengan cepat berteriak memanggil Fic dan berlari mengejar."Fic. Tunggu dulu!" Mendengar panggilan Erina, Fic terpaku. Selain Mentari, tidak ada yang memanggilnya dengan sebutan Fic saja. Fic tertegun sesaat sebelum akhirnya menoleh. Erina menghampirinya dengan nafas terengah-engah."Aku lupa. Jika membawa uang sepuluh juta milikmu yang tempo lalu kau pinjamkan padaku." Erina merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah Amplop coklat."Terimalah. Setidaknya, aku bisa sedikit mengurangi hutangku padamu. Selebihnya, aku tidak bisa menjanjikan kapan akan membayarnya." Erina diam di hadapan Fic, mengulurkan amplop itu.Fic tertawa, membuat Erina terkejut. Dua kali pertemuan, baru ini dia mendengar Pria itu tertawa. Wajahnya yang tampan serta penampilannya yang keren, jelas begitu terlihat dimata Erina. Hanya sayangnya, wajah dingin penuh acuh tak acuh itu masih saja terlihat. Tapi kali ini, karena senyuman lebarnya itu, membuat Erina terpana."Kamu masih ingin membayarnya?" Fic bertanya, sekarang terdengar tidak sedingin sebelumnya."Apa yang harus ku kembalikan, ya harus ku kembalikan." Erina mengulurkan kembali Amplop tersebut."Tapi itu tidak perlu lagi." Fic tetap tidak mengulurkan tangannya. Mungkin karena tadi berlari terburu buru, wajah Erina terlihat memerah. Keringat mengalir ke rahangnya dan beberapa helai rambut panjangnya yang terurai ikut terbawa keringat yang mengalir menutupi pipinya.Untuk sesaat, Fic menjadi sedikit peka, mengulurkan tangannya hendak merapikan rambut itu. Tapi tiba-tiba dia menarik tangannya kembali dan kembali menjadi dingin."Kita sekarang sudah menjadi suami istri. Bukankah aku juga sudah mengatakan, jika kau menikah denganku maka tidak perlu membayar uang itu. Suami istri, tidak boleh perhitungan."Setelah selesai berbicara Fic langsung pergi tanpa memberi kesempatan Erina untuk bicara kembali. Erina hanya terpaku. Pria dingin itu, kenapa terlihat begitu keren?"Benar juga, dia suamiku sekarang." Entah mau senang atau sedih, Erina sendiri tidak bisa mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Dia kemudian menyetop Taksi saat melihatnya."Kemana Nona?""Ke Toko Perhiasan." Beruntung Erina masih mengingat pesan Fic untuk mencari cincin pernikahan mereka. Jadi dia memutuskan untuk mencari cincin terlebih dahulu sebelum pulang.Taksi sudah berhenti, Erina turun setelah membayar dan berjalan menuju Toko Perhiasan yang ada di dalam sebuah Mall.Seorang pemilik toko dengan ramah menyapa."Apa yang ingin anda cari Nona. Mari saya bantu.""Aku sedang mencari cincin pernikahan.""Oh. Silahkan. Disini banyak pilihan. Dari yang kelas Elit sampai yang kelas menengah ke bawah." Pelayan menunjukan satu persatu pasangan cincin.Erina memilih yang paling sederhana. Berharga sekitar tiga jutaan. Dia berpikir tidak perlu mencari perhiasan yang begitu mahal. "Yang ini saja." "Baiklah. Tidak mengapa. Apapun pilihan Nona, semoga pernikahan kalian langgeng." Pemilik toko segera menyuruh Pelayan membungkus Cincin itu dengan kotak perhiasan."Bayar pakai ini." Erina mengeluarkan kartu dari Fic itu dan menyodorkan.Pemilik Toko itu menerima dengan tercengang. Membolak balikkan kartu dengan sesekali menatap Erina."Anda serius Nona? Ingin mengambil cincin itu?""Iya. Kenapa? Apa kartunya bermasalah." "Oh. Tidak tidak, tunggu sebentar." Pemilik toko sempat heran saja, ini adalah kartu hitam milik kaum Elit. Mungkin diKota ini hanya beberapa orang yang memilikinya dan itupun hanya Pengusaha yang sudah memiliki Perusahaan besar mendunia. Sambil menggunakan Kartu itu, pemilik toko sesekali melirik Erina yang sedang menunggu. "Apa anda istri atau Putri seorang konglomerat?" Tanya Pemilik toko sambil mengembalikan kartu kepada Erina."Tidak?" Erina menggeleng. "Suamiku hanya orang biasa. Kami baru saja menikah, dan dia memintaku mencari cincin pernikahan karena dia sangat sibuk. Dia memberiku kartu ini." "Oh baiklah Nona. Terimakasih sudah berkunjung ke Toko kami. Lain kali boleh lah kemari lagi dan ajak suami Nona. Siapa tau saja, suami Nona ingin mencarikan perhiasan untukmu." Pemilik Toko mengangguk hormat, berpikir jika Wanita itu pasti hanya belum tau Bisnis suaminya.Erina melangkah pergi meninggalkan toko, mengamati satu cincin yang sudah terselip di jari manisnya. Kembali dia menarik nafas berat. Tapi segera menguasai hatinya dan menyetop Taksi. Sebelum pulang, dia ke kantor terlebih dahulu untuk menanyakan perihal hari pertemuan dengan Presdir Galaxy Group. Karena tadi dia sempat membaca pesan dari Oca jika mereka memajukan jadwal.Baru saja melangkah masuk ke ruangan kerja, Oca sudah berlari menyerbunya."Erin. Jadwal pertemuan kita dengan Presdir Galaxy Group adalah besok." Oca penuh semangat kegembiraan."Tidak mengapa." Jawab datar Erina. Dia duduk melipat tangannya di atas meja. Itu membuat Oca menangkap cincin yang ada di Jarinya."Ini seperti cincin pernikahan?" Erina langsung menutup jarinya dengan tangannya yang sebelah. Wajahnya memerah."Erin? Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Oca bertanya penuh selidik.Erina mengangguk saja, tidak ingin membohongi temannya. Bukankah ini baik untuk dirinya juga? Jika semua orang tau kalau dia sudah menikah."Aku baru saja menikah." "Apa? Kau bercanda?" Oca terbelalak seperti tidak percaya."Tidak. Aku tidak bercanda. Tapi benar." Erina memperlihatkan Sertifikat Pernikahannya kepada Oca. Hanya sebatas memperlihatkan saja lalu segera pergi.Oca berlari untuk menyusul. "Kau serius?" Erina hanya mengangguk saja lalu melangkah keluar untuk pulang ke kontrakannya. Oca tidak bisa banyak berprotes, walau dalam hati dia tau, jika Erina sepertinya terpaksa dengan pernikahan ini. Beberapa karyawan lain rupanya ada yang mendengar percakapan Mereka. "Erina sudah menikah? Yang benar saja!""Bukankah dia gagal Menikah?""Mungkin dengan pria lain."Erina sepintas mendengar, tapi berusaha untuk tidak peduli. Memutuskan untuk segera pergi saja.Sesampainya di Kontrakan, Erina membaringkan tubuhnya diatas kasur. Dia ingin melupakan segalanya dengan tertidur. Bahkan tidak memikirkan pekerjaan besok. Padahal semua orang sedang menanti hari besok. Dimana dia dan tim akan mewawancarai Seorang Presdir Galaxy Group yang sangat Misterius dan baru akan mau menampakan dirinya besok pada Dunia.Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,