Share

Ke Rumah Sakit

Aвтор: NawankWulan
last update Последнее обновление: 2025-06-04 21:31:41

"Om, titip Mas Langit ya. Saya mau antar Mas Awan ke rumah sakit sebentar, nanti langsung balik ke sini." Senja membuyarkan lamunan Erwin. Laki-laki itu agak gugup lalu mempersilakan Senja masuk ke mobil suaminya.

Senja memilih duduk di jok depan samping Bagas, sementara Awan rebahan di kursi belakang.

"Berhenti di warung itu dulu, Mas. Aku panggilkan ibunya Mas Awan." Bagas hanya mengangguk meski dalam benaknya masih disesaki puluhan tanya. Mengapa istri bosnya itu bisa sampai di kampung itu bahkan terlibat perkelahian segala.

Setelah keluar dari mobil beberapa menit, terlihat dua wanita beda usia muncul dari dalam warung sembako itu dengan tergesa. Ratri masih memperbaiki hijabnya sembari setengah berlari menuju mobil merah metalik itu.

"Ya Allah, Awan! Apa yang sebenarnya terjadi? Tega-teganya Ibram melakukan ini semua sama kamu. Anak itu memang berandalan. Selalu dimanja papa dan mamanya jadi ngelunjak begini," ucap Ratri begitu geram saat melihat anaknya tiduran di jok mobil
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Заблокированная глава

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pesan Balasan

    [Kamu jadi pulang, Rin?! Berapa hari di rumah?]Pesan dari Rama muncul di handphone Ririn saat dia masih asyik ngobrol dengan ibunya. Sudah dua bulan tak pulang ke rumah penuh kenangan itu membuat Ririn dan sang ibu begitu intens melepas rindu. Mereka terlihat asyik bercengkerama di ruang keluarga sedari tadi. Rumah Susanti-- ibunya Ririn sebenarnya hanya beda kecamatan saja dengan rumah mertuanya. Hanya saja, akhir-akhir ini dia benar-benar tak bisa berkunjung. Setelah dua bulan sibuk membantu Senja, dia kembali ke rutinitas semula. Menjaga mertuanya yang sakit-sakitan."Siapa yang kirim pesan, Rin? Rama?" tanya Susanti saat Ririn membaca pesan singkat itu. Ririn mendongak, lalu mengangguk pelan. "Sudah lama sekali Rama nggak datang ke sini. Saat kamu pulang dua bulan lalu, dia juga nggak ikut kan? Kenapa? Apa kalian ada masalah?" tebak Susanti sembari menatap lekat anak semata wayangnya itu. Firasat seorang ibu memang cukup tajam. Susanti tahu ada ketidakberesan antara Ririn dan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pamit Pulang

    [Rin, gimana kabarnya? Kamu baik-baik saja kan? Semalam aku mimpiin kamu, Rin. Makanya, pagi-pagi begini sudah ganggu. Maaf yaa] Pesan dari Senja baru saja masuk ke aplikasi hijau milik Ririn. Ririn mengambil benda pipih itu di meja riasnya. Senyum tipis terlukis di kedua sudut bibirnya saat membaca pesan itu. Senja. Hanya dia teman Ririn selama ini. Hanya dia pula tempatnya berkeluh kesah karena Ririn tak berani cerita apapun tentang kehidupannya berumah tangga pada sang ibu. Ririn tak ingin membebani ibunya dengan masalah rumah tangganya. Sebisa mungkin, di depan ibunya Ririn berusaha baik-baik saja dan terlihat bahagia. Meski dalam hati lukanya semakin lama semakin menganga. Baginya, yang penting ibunya tak tahu bagaimana rasa sakitnya selama ini agar hipertensinya tak kambuh-kambuh lagi. [Alhamdulillah baik, Ja. Aku sehat kok. Cuma ya begitulah, kamu tahu sendiri bagaimana suami dan mertuaku. Makin lama makin menjadi. Tapi, nggak apa-apa. Mungkin memang seperti inilah takdirku.

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Membalas Hinaan

    Hari terus berganti. Rumah tangga Rama dan Ririn semakin lama bukannya semakin membaik justru semakin buruk. Bahkan Rama terlihat mulai sering pulang telat dengan alasan lembur. Ririn yang mulai jengah dengan pernikahannya sendiri pun tak terlalu merisaukan hal itu. Dia fokus dengan rencananya sendiri untuk menyiapkan diri dan menyiapkan dana sebelum benar-benar pergi. "Suami kalau sering pulang telat dan lebih senang di kantor daripada di rumah, artinya dia nggak nyaman dengan keadaan rumah. Alasannya pasti karena istrinya nggak bisa memberikan kenyamanan saat dia berada di rumah. Makanya, dia cari kenyamanan di tempat lain." Rukayah kembali menyindir saat Ririn sibuk membuat bubur kacang hijau di dapur. Tak peduli dengan sindiran ibu mertuanya, Ririn tetap dengan kesibukannya sendiri. Dia menganggap ocehan itu tak ada daripada sakit hati setiap hari. "Jangan salahkan suami kalau kepincut perempuan lain di luar sana. Istrinya di rumah saja nggak bisa kasih kenyamanan buat dia." R

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Menjadi Diri Sendiri

    "Sial! Bisa-bisanya dia mengancamku begitu! Makin kurang ajar dia!" oceh Rama setelah melihat istrinya pergi. "Kamu kenapa, Ram? Mukamu nggak enak dipandang begitu," tanya Rukayah saat kembali ke rumah. Dia baru saja membeli ikan dan kangkung dari tukang sayur di seberang jalan. "Ririn, Bu. Ngancam cerai segala kalau memang ibu pengin cucu." Rama menghela napas panjang sembari memakai sepatu pantofelnya. "Bagus dong, Ram. Lagian ngapain sih kamu masih mempertahankan perempuan mandul sepertinya? Nggak ada dia di rumah ini juga nggak masalah. Ibu justru senang karena nggak ada lagi yang bikin hipertensi," balas Rukayah dengan senyum lebar. "Nggak semudah itu, Bu. Kalau dia beneran pergi, memangnya siapa yang bakal jagain ibu? Siapa yang bakal beberes rumah dan mengurus semua keperluanku?" Rukayah menoleh lalu duduk di teras rumah bersama anak lelakinya itu. "Jangan bodoh kamu, Ram! Kalau Ririn pergi, kamu bisa menikah lagi dengan perempuan yang lebih subur. Dia bisa menggantikan R

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Balasan Telak

    Mentari mulai menyinari bumi dengan hangat. Orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berangkat sekolah, pergi bekerja, beberes rumah dan ada pula yang baru beranjak dari ranjang. Itu pula yang dilakukan Ririn lagi ini. Dia sengaja membuat mertua dan suaminya heboh sebab sejak shalat subuh, Ririn tak lagi keluar kamar. Berulang kali suaminya menggoyang tubuhnya agar lekas bangun dan membuat sarapan seperti biasanya, berulang kali pula Ririn pura-pura tidur. Dia bilang kurang enak badan dan butuh istirahat. Melihat ulah menantunya pagi ini, Rukayah meradang. Beragam ocehan sudah dia keluarkan sejak pagi, bahkan sudah sampai menyeberang ke rumah tetangga segala. Tapi, hal itu tak membuat Ririn sakit hati seperti biasanya. Dia sudah mulai membiarkan kebiasaan mertuanya itu dan menganggap ocehannya angin lalu belaka. Mulai sekarang, Ririn ingin membahagiakan diri sendiri dan tak terlalu peduli dengan mertua dan suaminya, sebab mereka yang lebih dulu membuatnya terluka

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rencana Busuk

    "Sudah tiga tahun lebih loh, Ram. Istrimu belum hamil juga. Ibu malu sama tetangga. Mereka sudah pada gendong cucu, sementara ibu? Istrimu aja nggak hamil-hamil sampai sekarang. Jangan-jangan dia mandul!" Saat ini, Ririn sudah berada di kamarnya. Namun, dia belum memejamkan mata sedari tadi. Pikirannya tak tenang, entah karena apa. Dia hanya guling-guling di kasur sembari menunggu suaminya masuk kamar. Sayangnya, sampai jam sebelas malam, Rama masih di ruang tengah bersama ibunya. "Aku juga kepikiran soal itu, Bu. Tapi mau gimana lagi? Kalau program hamil ke dokter gitu biayanya mahal. Lagipula Ririn sudah di rumah. Dia nggak sibuk kerja. Harusnya kondisinya lebih fit dong." Rama membalas. "Ibu nggak nyalahin kamu, Ram. Ibu justru kesal sama istrimu itu. Sudah enak nggak kerja kaya perempuan-perempuan lain di luar sana, tapi ternyata percuma. Sampai sekarang dia belum hamil juga. Bahkan tiap hari bikin tensi ibu naik. Mungkin istrimu senang kalau lihat ibu mati," balas Rukayah deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status