Zayyan memasuki apartemennya dengan tangan yang bergerak melepaskan dasi. Waktu menunjukan sudah lewat tengah malam. Ia terpaksa lembur karena sore tadi pergi menjemput Maya yang diculik oleh Ian. Lalu, ia mampir ke rumah gadis itu dan baru bisa keluar setelah pukul sembilan malam. Akibat hal itu pekerjaannya banyak yang tertunda dan semakin menumpuk. Padahal jika bukan gara-gara Ian yang menculik calon istrinya, ia sudah berencana mengajak pergi Maya berkencan mumpung besok adalah hari Minggu.
Sebenarnya bisa saja hari Minggu ia mengajak Maya kencan, sayangnya besok ia ada jadwal dinas ke beberapa kota selama tujuh hari. Kini berkat sahabat baiknya itu rencananya berantakan dan waktu istirahatnya semakin berkurang.Zayyan membuka lemari esnya dan mengambil botol air mineral, lalu menegaknya dengan rakus. Kaki panjangnya melangkah menuju ruang tamu. Ketika ia ingin berbaring di sofa panjang, Zayyan dikejutkan oleh sosok lain yang telah men“Morning!” sapa Maya yang sedang membawa mangkuk besar. Gadis yang mengenakan midi skirt polos berwarna krem dipadu padankan dengan outer rajut berwarna biru muda. Rambutnya ia ikat tinggi memperlihatkan leher jenjangnya yang polos tanpa ada aksesoris apapun. “Halo, Dita! Ayo kita mulai sarapannya.” Ratih datang dan langsung memeluk Dita. Kemudian ia mengambil tempat duduk di seberangnya tepat sebelah Maya. Setelah itu mereka bertiga memulai sarapannya. “Om Bim kemana Tante?” tanya Dita y
Maya menginjakkan kaki ke pasir pantai tanpa mengenakan alas kaki. Ia tersenyum lebar dengan tangan kanan memegang topi lebarnya dan tangan kiri memegang sandalnya. Sesuai rencananya yang lalu, hari ini Maya dan Dita telah sampai di Bali dengan tujuan liburan. Setelah beristirahat hingga menjelang sore hari, mereka berdua memutuskan ke pantai untuk melihat matahari terbenam. Mengenakan setelan kaos dan celana pendek warna soft blue, lalu sandal dan topi untuk menghalau sinar matahari yang masih terasa menyengat meski waktu menunjukkan sudah sore. Di sampingnya Dita mengenakan kaos putih yang dipadu padankan dengan celana jeans dan juga sandal yang sama seperti Maya. Dua gadis itu mencari tempat yang nyaman sembari
Zayyan mengerutkan kening saat membuka dan menonton status Maya. Sudah lama sekali ia absen menghubungi Maya karena pekerjaannya yang datang tiada henti. Meski begitu, ia selalu mendapatkan kabar Maya dari Ian. Laki-laki itu secara tidak langsung menjadi informan mengenai segala kegiatan Maya pada dirinya. Dia tak pernah meminta pria itu untuk melakukan hal itu padanya. Walaupun sering kali ia merasa iri karena Ian jadi lebih sering bertemu dengan Maya dibanding dirinya saat ini.Hari ini ia baru saja selesai membereskan barang bawaannya. Pekerjaannya telah selesai yang mana artinya ia sudah bisa kembali. Saat ia akan mengirim pesan pada Maya, Zayyan melihat bahwa gadis itu baru saja memperbaharui status akunnya. Jarinya pun bergeser untuk membukanya. Halaman pertama menampilkan pergelangan kakinya kecil Maya yang terdapat gambar mawar kecil.“Sepertinya itu baru …,” gumamnya lalu kembali menekan layar untuk melihat halaman selanjutnya.Zayyan menonton gambar Maya yang sedang berselfi
Tengah malam pada hari kedua di Bali, Maya kini tengah tertidur lelap kecuali Dita yang sekarang sedang terbangun. Gadis itu menoleh menatap temannya yang tampak damai itu. Rencana hari kedua mereka berubah karena detik sebelum keberangkatan, Maya yang selalu menelpon Mamahnya mendapat pertanyaan mengenai keberadaan mereka berdua. Maya dan Dita yang telah was-was semalam akibat teror telepon dari Zayyan jadi berpikir ketika mendapatkan pertanyaan tersebut.“Mamah tumben nanyain gitu, biasanya juga enggak,” sahut Maya di telepon yang dibalas oleh Mamahnya, “Zayyan tadi telpon Mamah nanyain kamu, semalam Ian juga kesini. Pas tahu kamu di Bali dia langsung buru-buru pergi. Kamu beneran dah bilang ke Zayyan kalo pergi kan?”“Mas Yan dateng lagi? Ih, nggak bosen dia ya mampir terus.” Maya menolak menjawab pertanyaan Mamah perihal pemberitahuan kepergiannya pada Zayyan karena merasa tidak enak untuk berbohong jadi ia mengalihkannya dengan menjawab tentang topik kedatangan Ian.“Ya biar ajal
Dita berjalan cepat usai memberikan tendangan pada pria asing yang menariknya tadi. Banyaknya orang yang berlalu lalang sedikit membuat Dita kesulitan. Helaan napas lega keluar dari mulut saat ia berhasil keluar dari club tersebut. Namun, siapa sangka pria mabuk yang tadi mengganggunya berhasil menyusulnya dan kini laki-laki itu menyeret Dita menuju tempat sepi. Dita dengan panik berteriak minta tolong, tapi sayang semua orang tak menanggapinya. Orang-orang itu hanya melihatnya dan membiarkan dirinya diseret dengan pria asing.Dita yang hampir menangis ketakutan terselamatkan oleh tarikan di tangannya yang lain. Saat ia menoleh Dita terkejut mendapati keberadaan Ian di sana. Si pria mabuk yang merasa ada tarikannya tertahan lantas menoleh dan berteriak kesal pada Ian. Sedangkan Ian memanfaatkan hal itu untuk menarik Dita agar terlepas dari cengkeraman pria mabuk tersebut.Pria mabuk tersebut jadi emosi, lalu melayangkan tangan untuk memukul Ian. Dita berteriak memperingatinya, “awas!”
Maya memasuki kamarnya dengan berlari usai pulang dari sekolah. Hari ini ia pulang cukup terlambat membuat ia sangat terburu-buru mengganti pakaiannya. Biasanya dia akan sampai rumah pada pukul sepuluh pagi, namun sopir yang biasa menjemputnya sedang tidak masuk karena pulang kampung sehingga dirinya harus menunggu maminya datang untuk menjemputnya. Maminya yang bekerja terlambat datang karena menemui tamu dadakannya ditambah saat perjalanan pulang jalan arah menuju rumahnya malah terkena macet. Jadilah Maya sampai di rumah ketika jarum jam dinding menunjukan waktu pukul satu siang. Setelah berganti seragam sekolahnya ke pakaian rumah, ia meraih salah satu bukunya. Buku tersebut sedikit menyumbul karena ada sesuatu terselip di dalamnya. Terdapat lipatan selembar kertas dengan tulisan acaknya serta dua buah tanda tangan di bawahnya. Bibirnya tersenyum sumringah kala melihat namanya bersanding dengan nama laki-laki yang disukainya. Suara kekehan terdengar keluar dari mulutnya. Usai pu
Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik. “Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas. Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi ters
“Ayo kita pulang!” ajak Adip pada pacarnya. Pria itu bergegas mengambil barang bawaannya dan menggandeng tangan kekasihnya. Namun, baru saja Adip ingin melangkah suara seseorang menahannya. “Mau kabur ke mana?” Seorang pria dengan kaos polos berwarna putih dan bawahan celana berwarna beige melangkah mendekat. Ia berdiri di depan Maya menutupi gadis itu. “Anda siapa?” tanya Adip. “Saya kakaknya. Dari tadi saya mengawasi kalian berdua di sana, baru saja pergi sebentar sudah seperti ini.” Pria itu menoleh menatap pada pacar Adip. “Dia datang mengajak bertemu adik saya dan mengaku single. Kalian mengaku bertunangan, tapi saya nggak lihat cincin yang melingkar di jari laki-laki itu.” Perkataan pria tadi sontak membuat wanita itu menarik tangan Adip dengan keras untuk mengecek jarinya. Melihat tak ada cincin di sana ia bertanya dengan marah, “di mana cincinnya?” “Dia sengaja datan