Share

Bab 5. Suami istri?

5. Suami istri?

Pagi itu setelah Mas Pras berangkat kerja, aku pun segera mengobrak-abrik isi seluruh laci yang ada di kamar itu. Ku keluarkan semuanya dan periksa satu persatu. Sebagian besar isi laci itu adalah foto-foto dari pasangan Pras dan Melly dan orang-orang yang mungkin keluarga atau teman mereka. Banyak sekali momen-momen bahagia yang mereka abadikan. Ada foto-foto ulang tahun, foto pernikahan mereka dan juga pernikahan anggota keluarga yang lainnya, foto liburan, foto mesra mereka berdua di kamar ini dan foto-foto yang lainnya lagi. Rasanya terlalu banyak jika harus ku periksa satu persatu.

Uh! Aku pun duduk di lantai dengan kesal. Dari sebagian foto-foto yang sudah ku periksa, belum ada satu pun petunjuk yang ku dapatkan. Tak ada satu pun wajah yang ku kenali di foto-foto itu kecuali wajah perempuan yang ku panggil bibik tadi. Yah, setidaknya aku tahu kalau mereka ada hubungan keluarga, meskipun sesungguhnya itu tidaklah berguna untukku. Sedangkan dari berkas-berkas yang ada, cuma sedikit keterangan yang kudapatkan tentang mereka. Dan itu pun keterangan yang tidak penting bagiku. Cuma berupa data-data pribadi yang tidak ada hubungannya denganku sama sekali.

Buntu! Aku tetap tidak tahu apa hubunganku dengan perempuan bernama Melly ini dan kenapa aku bisa sampai terkurung di dalam tubuhnya. Padahal dimana aku berada saat ini, seharusnya aku masih menjadi seorang bayi mungil yang baru dilahirkan.

Yah, mungkin keterangan tentang siapa Melly tidaklah terlalu penting. Mungkin yang terpenting adalah mencaritahu tentang bagaimana caranya supaya aku bisa kembali ke tubuhku dan bisa kembali menjalani hidupku. Harus menunggu bulan purnamakah seperti yang sering ku lihat di film-film? Atau harus membaca mantera-mantera tertentu seperti ilmu sihir yang ajaib? Simsalabim? Abrakadabra? Hokus pokus? Hah, rasanya tidak masuk akal! Jadi bagaimana caranya untuk bisa keluar dari tubuh ini dan melesat kembali ke dua puluh tahun ke depan? Aku tidak tahu. Tidak ada jawabannya.

Tak terasa setengah harian sudah aku berkutat dengan foto-foto dan dokumen-dokumen pribadi mereka. Perutku pun sudah terasa melilit kini. Lapar. Sudah jam makan siang. Hm, tapi apakah yang harus ku makan? Tak ada makanan di rumah ini. Karena terlalu asyik memeriksa foto dan dokumen pribadi mereka, aku sampai lupa kalau aku belum belanja. Bukankah seharusnya aku pergi belanja dan menyibukkan diriku dengan pekerjaan ibu rumah tangga? Bagaimana jika Mas Pras pulang sore nanti dan minta disiapkan makan malam seperti kemarin? Apa harus ku buatkan nasi goreng ajaib lagi?

Bergegas aku pun berdiri dan melangkah keluar kamar. Aku harus belanja. Aku harus makan. Aku lapar. Tapi, dimana aku harus belanja? Apa aku harus mencari pasar? Mini market? Atau warteg? Ah, apa sajalah yang bisa ku temukan. Yang penting bisa membeli makanan untuk mengisi perutku yang lapar ini.

Aku segera keluar rumah dan menyusuri jalan yang sepi. Semoga saja aku tidak salah arah. Aku cuma mengikuti kemana kaki melangkah tanpa ku tahu apakah arah jalan yang ku pilih ini benar atau tidak. Jika benar arahnya, aku pasti akan sampai di gerbang komplek. Dan ternyata arahku benar. Aku sampai di gerbang komplek dan sekarang sudah berdiri di pinggir jalan raya yang tidak terlalu ramai.

Ku edarkan pandanganku ke sekeliling. Syukurlah, ternyata semua yang ku cari ada di sini. Mini market, rumah makan serta warung yang menjual sayuran, semuanya ada. Tapi ku putuskan untuk membeli lauk matang saja agar aku tak perlu repot-repot memasak lagi. Apalagi aku memang tidak bisa memasak. Jangan-jangan rasanya nanti ajaib lagi seperti nasi goreng semalam.

Ketika kakiku melangkah menuju sebuah rumah makan, terdengar sebuah suara memanggilku. Aku pun menoleh dan mencari-cari siapakah orang yang telah memanggilku itu. Ah, rupanya bibik. Tampak dia sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku.

Aku pun balas tersenyum dan segera menghampirinya. Bibik sedang berada di sebuah warung yang menjual sayur-mayur.  Rupanya dia sedang berbelanja. Ku lihat ada sebuah bungkusan plastik di tangannya.

"Mau kemana kamu?" tanya bibik begitu aku sampai di hadapannya.

"Mau beli lauk, bik," jawabku segera.

"Kok, beli lauk mateng? Udah capek ya belajar masaknya?" tanya bibik lagi dengan senyum yang mengembang.

"Belajar masak?" Aku balik bertanya dengan bingung.

"Sejak kamu menikah, sampai sekarang ini, kamu kan nggak bisa masak, Mel. Tiapkali masak, selalu ujung-ujungnya kamu minta tolong bibik untuk mengajarkan," jawab bibik menerangkan.

Huh? Sungguhkah? Tapi kemarin malam Mas Pras bilang kalau masakanku selalu enak. Yang manakah yang benar?

"Tapi Mas Pras bilang, sejak kami menikah dulu masakanku selalu enak, bik," kataku memberitahu tentang pujian Mas Pras padaku. Ehm, maksudku pada Melly, istrinya.

Mendengar kata-kataku itu bibik pun tertawa. "Suamimu itu memang luar biasa, Mel. Dia nggak pernah mau membuatmu kecewa. Masakan apa pun yang kamu hidangkan, pasti akan dia makan sampai habis walaupun rasanya nggak karuan. Dan dia juga akan selalu memuji masakanmu itu demi untuk menyenangkan hatimu."

"Apa benar seperti itu?" tanyaku tak percaya.

"Apa menurutmu, kamu itu udah bisa memasak?" tanya bibik masih dengan senyumnya. "Hehee, bibik kan tahu gimana kamu, Mel. Jangankan menakar bumbu yang tepat, memberi garam pada masakanmu aja kamu nggak pernah tepat. Kalau nggak hambar, ya keasinan. Tapi untungnya Pras nggak pernah mempermasalahkan itu. Paling-paling dia akan bilang, 'lainkali masaknya lebih enak lagi, biar aku makannya bisa lebih banyak lagi'. Benar begitu, kan?"

Aku mengangguk. Ya, benar. Mas Pras memang bicara seperti itu semalam setelah dia selesai menyantap nasi goreng ajaib buatanku. Hm, satu rasa kagum tumbuh di hatiku terhadap Mas Pras. Jadi laki-laki tampan itu selalu berusaha menjaga perasaan istrinya seperti itu? Sungguh luar biasa!

"Pras memberi pujian sama kamu, supaya kamu tetap rajin belajar memasak. Sebagai seorang suami, dia pasti ingin agar istrinya pandai memasak. Iya, kan? Karena itu kamu nggak boleh nyerah belajar memasaknya. Buku-buku resep bibik kan udah ada di rumah kamu semua. Pelajari aja pelan-pelan. Jangan putus asa. Nanti lama-lama juga bisa."

Begitukah? Jadi aku harus belajar memasak? Baiklah. Aku akan belajar memasak demi suami yang baik itu.

"Baiklah, bik, mulai besok aku akan belajar memasak lagi," janjiku.

"Besok? Kenapa nggak hari ini aja?"

Aku menggeleng. "Ini udah siang, bik. Aku belum beres-beres rumah. Belum mencuci baju juga. Rasanya nggak ada waktu kalau hari ini."

"Loh, memangnya ngapain aja kamu dari pagi? Tidur? Kok, sampai jam segini pekerjaan rumah masih menumpuk?"

Aku cuma tersenyum menjawab pertanyaan bibik itu. Sebab aku tak mungkin bilang kalau dari pagi tadi aku sibuk mencari keterangan tentang Melly.

"Jadi istri itu harus rajin, Mel. Rajin bersih-bersih rumah, rajin memasak, rajin mengurus suami. Biar suamimu senang dan betah berada di rumah," nasihat bibik.

Aku mengangguk. Jadi beginikah rasanya menikah dan punya suami? Harus rajin berkutat dengan pekerjaan rumah tangga yang melelahkan? Tapi tak apa, sebaiknya ku jalani saja semua itu. Hitung-hitung belajar menjadi seorang istri yang baik. Menjadi seorang istri? Hihihi, lucu kedengarannya. Tiba-tiba saja aku bersuami dan harus menjadi ibu rumah tangga seperti ini. Di kehidupanku yang sesungguhnya, aku belum menikah. Aku ingat betul itu. Tapi di sini, aku seorang istri dari seorang laki-laki tampan bernama Prasetyo. Hm, menarik.

"Ya udah, cepat sana beli lauk. Habis itu cepat pulang dan beres-beres. Jangan sampai suamimu pulang nanti rumahmu masih berantakan," kata bibik lagi.

Aku pun bergegas pergi membeli lauk, juga tak lupa membeli roti untuk sarapan Mas Pras besok. Setelah itu cepat kembali pulang untuk segera berkutat dengan pekerjaan rumah yang bertumpuk.

***

Malam harinya badanku terasa remuk. Aku merasa lelah luar biasa. Pekerjaan rumah seberat itu memang belum pernah aku kerjakan sebelumnya. Bahkan tadi aku bingung harus memulainya darimana. Cuci piring, menyapu lantai, mengepel, mencuci baju, menyetrika dan memasak nasi. Oh, tuhan..., apa jadinya jika harus memasak lauk-pauknya juga? Rasanya aku bisa pingsan!

Dengan tubuh lunglai aku menaiki tempat tidur. Tak ku sapa Mas Pras yang sedang asyik membaca buku. Dia duduk di atas ranjang dan menggunakan bantal sebagai sandaran punggung. Wajahnya tampak serius menatap pada buku yang sedang dibacanya itu. Entah apa yang dibacanya, aku tak tahu. Biarkan saja, aku tak mau tahu. Sekarang aku cuma mau tidur dan mengistirahatkan tubuhku yang kelelahan.

Aku pun membaringkan tubuhku memunggungi Mas Pras. Ku tarik selimut dan mulai memejamkan mata. Aku siap untuk terbang ke alam mimpi yang indah. Tapi tiba-tiba aku merasakan satu sentuhan di pinggangku. Sentuhan tangan Mas Pras yang bergerak-gerak meraba pinggang dan punggungku. Oh, apakah ini? Dia menyentuhku?!

Seketika mataku langsung terbelalak. Otakku pun bekerja cepat. Tentu saja dia bisa menyentuhku! Bukankah aku ini istrinya? Ya, dia tidak tahu jika aku sesungguhnya bukanlah Melly, istrinya! Jadi, harus bagaimana sekarang?

"Jangan tidur dulu, Mel," bisiknya sambil mendekapku dari belakang.

Oh, tidak! Dia mulai mengecupku! Leher dan punggungku jadi sasarannya. Darahku pun berdesir merasakan bibirnya menyentuh lembut kulitku. Dan hangat napasnya membelai hingga menimbulkan sensasi ganjil di seluruh tubuhku. Apalagi ketika tangannya bergerilya nakal. Darahku seperti mengalir lebih cepat membangkitkan gairahku. Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Aku bukanlah istrinya meskipun saat ini aku berada di dalam tubuhnya!

"Mas, aku capek," tolakku dengan suara bergetar.

"Ayolah, sayang. Sebentar aja. Aku udah mulai berdiri, nih." Dia kembali berbisik di telingaku.

"Berdiri?" Ku ulangi kata-katanya dengan suara yang tercekat.

"Iya. Biasanya kamu suka."

Huh? Jawabannya membuatku merinding! Itu rahasia suami istri. Seharusnya aku tidak boleh tahu. Tapi sayangnya dia melihatku sebagai Melly, bukan Alyssa! Dan aku sedang berperan sebagai Melly sekarang. Oh, aku jadi malu sendiri membayangkan semua itu.

Mas Pras perlahan menarik tubuhku hingga kini aku terlentang dalam dekapannya. Lalu dengan penuh gairah dia mencumbuku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Tapi sebagai seorang perempuan yang normal, jujur saja gairahku pun mulai bangkit. Aku ingin menolak. Tapi sensasi ganjil yang bergejolak di dalam tubuhku membuatku tak berdaya untuk menolaknya. Ini pengalaman pertama bagiku. Aku belum pernah merasakan gejolak rasa yang seperti ini sebelumnya. Karena itulah aku begitu terbuai. Dan ketika Mas Pras mulai melucuti pakaianku, aku tak kuasa untuk menolaknya.

Cacilah aku! Makilah aku! Tapi sungguh ini adalah satu pengalaman yang sangat indah buatku. Aku serasa terbang ke surga kenikmatan. Tubuhku menggelepar. Dadaku serasa sesak. Hanya desahan-desahan saja yang mampu ku ucapkan. Tanpa kata-kata, tanpa kalimat. Hanya berupa desahan pendek yang berulang-ulang. Sungguh luar biasa. Benar-benar pengalaman yang luar biasa indahnya!

Maafkan aku, Melly. Aku telah menikmati gairah suamimu lewat tubuhmu. Tapi sungguh, aku tak kuasa untuk menolaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status