"Nada, bisa kita bicara sebentar?" Tanya Ilham saat mereka baru saja tiba di apartemen."Bisa Tuan." Jawab Nada, lalu ia meminta pada Nazril dan Lidya untuk bermain bersama."Nazril sama nona Lidya main dulu berdua, ya. Nanti Tante nyusul ," Ujar Nada dan disetujui Lidya.Lidya lalu menarik tangan Nazril. Meski sebenarnya Nazril terlihat enggan untuk bermain bersama Lidya.Setelah kedua anak kecil itu hilang dari pandangan Nada. Nada langsung kembali mengarah pada Ilham."Tuan mau bicara apa?" Tanya Nada."Kita bicara sambil duduk. Enggak enak jika harus berdiri seperti ini."Apa yang dikatakan Ilham memang benar. Rasanya tidak nyaman jika berbicara sambil berdiri meskipun sebentar.Mereka pun akhirnya duduk di kursi tamu. Saling berhadapan. Belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Ilham. Ia masih diam mungkin bibirnya terasa kelu. sementara Nada dengan sabar menunggu apa yang akan disampaikan oleh Ilham."Nada aku mau...."Perkataan Ilham menggantung di udara. Mendadak ia m
Dua bulan sudah Nada pergi dari Lampung. selama dua bulan itu ada satu pria yang mendadak seperti orang kesetanan. Bahkan bisa dibilang ia seperti orang gila. Bagaimana tidak? Selama dua bulan itu hanya ia habiskan mabuk dan merancau nama Nada. Ya, orang ini adalah Yudi. Salah satu alasan kenapa Nada memilih untuk segera meninggalkan tanah kelahirannya.Trang“Nada! Kamu ke mana sayang? Kenapa kamu tinggalkan aku?”“Aaah!”Yudi terus saja meracau memanggil-manggil Nada. Dia terlihat frustrasi, bagaimana tidak? Yudi teramat menginginkan Nada. Baginya Nada adalah obsesi terbesarnya dalam hidup. Dari dulu saat Nada masih gadis sampai sekarang Nada punya anak obsesi itu masih bersarang di benaknya.“Kau harus menikah denganku, Nada! Jika tidak ... maka orang lain pun tidak boleh memilikimu.”Botol minuman yang isinya tinggal setengah itu. Ia minum dalam sekali tegukan setelah itu ia lempar dengan keras hingga pecahannya berhamburan ke mana-mana.Yudi mabuk. Setiap kali merasa gagal mendap
Malam ini, Nada bermaksud untuk bicara dengan Akbar masalah niatnya yang ingin tinggal berdua dengan Nazril. Meksipun Nada merasa segan untuk bicara, tapi ini justru yang terbaik.Namun, sebelum membahas hal tersebut. Nada berniat untuk menyinggung hubungan dirinya dengan Ilham yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.Kakak beradik ini seperti sedang dalam masalah yang mempengaruhi hubungan mereka. Nada anak tunggal jadi ia justru merasa iri dengan hubungan Akbar dan Ilham. Ia tidak memiliki saudara jadi Nada begitu berharap mereka bisa kembali akur jika memang mereka memiliki masalah."Akbar,"Nada memanggil Akbar yang saat ini tengah menemani Nazril. Akbar menoleh ke arah Nada."Iya Mbak kenapa?" Tanya Akbar."Mbak mau bicara sama kamu, sebentar saja kok." Ucap Nada.Sebenarnya perasaan Akbar mendadak tidak enak. Ia merasa akan ada sesuatu yang membuat ia tercengang.Tanpa menjawab, hanya sebuah isyarat anggukkan saja. Akbar setuju."Om mau bicara sesuatu sama bunda, ya, mainnya se
Nada menyusul Akbar, pemuda itu tidak akan Nada biarkan pergi dengan keadaan perasaan bersedih. Nada sadar, apa yang tadi ia ucapkan justru seperti mendukung kakaknya. Padahal tidak seperti itu. Nada hanya ingin membuat kesalahan pahaman mereka usai.Alih-alih memperbaiki, Nada justru membuat keadaan semakin tidak kondusif. "Akbar tunggu!" Panggil Nada.Akbar diam di tempat tapi tidak menoleh ke arah Nada."Mbak minta maaf. Jika perkataan mbak menyinggung. Bukan maksud mbak mau membela kakak mu. Mbak cuma....""Tidak apa-apa, Mbak. Mbak tidak usah minta maaf." Sela Akbar menyela perkataan Nada."Mbak mau tahu alasan Akbar begitu menentang sikap kak Ilham?" Sambung lagi Akbar pada Nada. Nada hanya menggeleng tanda ia tidak tahu menahu."Karena Akbar mencintai wanita itu. Wanita yang sedang kak Ilham dekati adalah wanita yang aku suka, wanita yang akan selalu aku jaga, wanita yang akan selalu aku lindungi. Melihat kenyataan jika Kak Ilham menyukainya tentu aku tidak bisa tenang." Ujar
"Apa benar Nada akan keluar dari rumahmu, Bar?" Tanya Ilham pada Akbar yang baru saja tiba.Langkah Akbar terhenti. Lalu tanpa sedikitpun menoleh Akbar membalas pertanyaan sang kakak."Iya, kenapa?" Tanya balik Akbar seraya kembali berjalan menuju meja kerjanya."Tidak apa-apa. Memang kakak gak boleh tanya?" Balas Ilham.Akbar menatap Ilham, ia memberikan tatapan penuh penekanan. Bukan tatapan penuh benci. Hanya merasa tidak suka dengan sikap Sang kakak."Akbar harap, kakak tidak macam-macam pada Nada. Jika tujuan kakak mendekati Nada hanya untuk menyakitinya, seperti yang sering kakak lakukan pada wanita-wanita lain. Akbar mohon urungkan niat kakak dan jauhi Nada " pinta Akbar dengan begitu seriusnya.Ilham diam beberapa detik, sebelum akhirnya ia tertawa begitu kerasnya. Akbar saja dibuat terdiam olehnya. Entah apa yang tengah sang kakak tertwakan."Sebegitu dalamnya cintamu untuk Nada? Tapi tenang saja, kali ini Kakak serius. Kakak benar-benar mencintai Nada. Kakak ingin menikahiny
Langkah Nada terlihat gontai, bahkan air matanya terus berderai. Niat untuk menemui Ilham ia justru harus mendengar sesuatu yang sangat menyakiti hatinya.Ia merasa ditipu, merasa dibohongin. Terlebih oleh Akbar. Orang yang sudah ia anggap keluarga sendiri, orang yang sudah Nada nilai pemuda baik, pemuda yang berbeda seperti pemuda pada umumnya. Kenyataannya sekarang apa? Dia dibohongi. Akbar bertingkah seolah-olah dirinya seorang hero yang membantu dirinya. Membantu untuk mencari keberadaan sang suami.Faktanya, Akbar tahu apa yang terjadi dengan suaminya itu. Lalu apa artinya, ia dan Akbar ke sana ke mari mencari sang suami? Jika kenyataan sang suami telah tiada dalam peristiwa kecelakaan kerja itu? Sungguh, Nada ingin tahu apa maksud dari semua itu. Apa benar karena sebuah rasa bersalah? Kalau iya, lantas kenapa harus capek-capek mencari keberadaan suaminya, jika dirinya saja tahu kebenarannya."Ya Allah, kenapa ini bisa terjadi? Kenapa di saat aku mulai percaya pada seseorang,
Nada mengirim pesan pada Ilham dan Akbar untuk bertemu di restoran dekat apartemen Ilham. Alasannya, supaya Nazril dan Lidya bisa bermain di arena bermain yang ada di restoran tersebut. Ilham dan Akbar bertanya-tanya tidak biasanya Nada mengirim pesan pada mereka. Baik Ilham ataupun Akbar sama sekali tidak merasa curiga. Tidak ada sedikit pun perasaan buruk.Orang yang pertama datang adalah Ilham. Ia tersenyum saat melihat Nada malah terlihat semakin cantik. Padahal Nada masih pakai baju dan dandanan seperti tadi pagi saat terkahir mereka bertemu."Apa aku terlambat?" Tanya Ilham saat ia berhasil mendudukkan bokongnya di kursi."Tidak Tuan," jawab Nada singkat."Omong-omong ada apa? Tumben minta ketemu di sini. Padahal di apartemen saja. Saat aku pulang." Tutur Ilham."Ada sesuatu hal yang ingin aku bicarakan. Kita tunggu dulu Akbar."Senyum yang sedari berkembang di bibir Ilham mendadak redup , saat mendengar nama Akbar disebut oleh Nada.."Apa kamu mengudang Akbar juga?" Tanya Ilha
Nazril terus saja menatap Nada, saat sang bunda mengemasi pakaiannya ke dalam tas. Bocah enam tahun itu tidak berani bertanya. Ia lebih memilih diam seraya terus menatap Nada.Nada yang menyadari jika Nazril terus menatapnya, mulai membuka suara. Ia tidak ingin anak lelakinya ini memiliki pemikiran yang aneh-aneh."Kamu kenapa tidak tanya ke Bunda kita mau ke mana?" Tanya Nada pada Nazril. Tak lupa wajah sedihnya Nada modif sedemikian rupa agar terlihat semua baik-baik saja. Sayangnya, itu sudah terlambat. Nazril sudah menyadari."Nazril akan ikut ke mana pun bunda pergi." Tutur Nazril begitu polos.Nada tersenyum. Ia lalu menghentikan aktivasi mengemas pakaian. Bergantian dengan menarik Nazril agar duduk di sampingnya."Maafin Bunda. Kita harus pergi dari sini. Kita tidak pantas untuk terus tinggal di sini." Ujar Nada.Dengan wajah penuh rasa bingung, Nazril mencoba untuk kembali memahami maksud dari perkataan bundanya itu."Kita akan pindah lagi, Bunda?" Tanya Nazril.Nada mengangg