Plak!Namira melayangkan tamparan mengenai wajah Sky. Matanya menatap nyalang penuh kilatan amarah. Namira tidak tau seberapa parah kesalahan yang dia perbuat sampai-sampai Sky menghantui kehidupan rumah tangganya. Terlebih lagi dengan enteng menanyakan hal pribadi menyangkut hubungan Namira dan Juna. Iya, Namira tau, dia telah menyakiti Sky dengan cara mengakhiri hubungan mereka. Namun Sky mesti sadar bahwa dengan berakhirnya hubungan itu, dia juga harus berhenti berharap pada Namira. Sky memegangi pipinya yang panas. Matanya terbelalak, syok berat dengan apa yang baru saja Namira lakukan. Menamparnya? Yang benar saja. Seumur hidup Sky tidak pernah diperlakukan secara kasar oleh perempuan. Prinsipnya, hanya Sky yang boleh bermain kasar, tapi tidak dengan orang lain terhadap dirinya.Merasa tak terima, tangan Sky terangkat, bersiap membalas Namira. Namun tertahan karena Juna sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangan Sky."Langit," tegur Juna seraya menarik Sky menjauh dari hadapan
Di sinilah sejarah itu tercipta. Seorang suami dan mantan kekasih sang istri mengabiskan waktu seolah mereka tak pernah terlibat dalam konflik manapun. Juna memang tak pernah terlibat masalah dengan Sky. Ia hanya sedikit tidak suka kala makhluk Tuhan yang satu itu bertingkah seakan-akan bisa merebut Namira dari dirinya. Padahal Juna tau, Sky tidak sekuat itu untuk berhasil membawa Namira pergi.Justru yang bermasalah dengan Sky adalah Namira. Mereka sebetulnya bisa berpisah secara damai. Tapi Sky menolak untuk kalah dan terus-terusan mengganggu Namira. Menghantui perempuan itu dengan kata-kata 'gue bakal merebut lo dari Juna' atau 'kalau gue nggak bisa dapetin lo, orang lain juga nggak boleh.' Pusat dari masalah adalah Sky. Laki-laki itu yang membuat semuanya semakin kacau. Padahal tidak butuh banyak cara untuk membuat mereka akrab dan berhenti bermusuhan.Kini, tujuan Juna mengajak Sky duduk bersamanya ialah untuk membuka pikiran sempit laki-laki itu bahwa perempuan di dunia ini buka
Pagi ini setidaknya sudah lebih baik dari hari kemarin. Semuanya kembali membaik usai pertemuan kurang mengenakan dengan Sky. Namira sudah tak terlalu memikirkan ucapan tidak sopan manusia itu. Juna juga bersyukur, pagi ini Namira sudah kembali tersenyum cerah.Hari ini mereka sama-sama libur. Rencananya akan ke rumah ayah dan bunda untuk meminta restu perihal honeymoon yang akan mereka lakukan. Juga berkunjung ke rumah Gamandi. Terhitung sudah sangat lama mereka tak berkunjung ke rumah para orang tua. Mentok hanya bertemu di jalan dan berbicara sebentar.Sebelum benar-benar melajukan mobil ke tempat yang dituju, Namira ingin mampir di caffe untuk membeli kopi. Ia butuh asupan kafein agar tidak mengantuk. "Kamu nggak usah ikut. Tunggu di mobil aja," ujar Namira kala Juna ingin keluar dari mobil."Emangnya kamu bisa sendiri?"Namira tersenyum gemas. "Beli kopi doang. Lagian aku bukan anak kecil Mas Arjuna."Juna ikut tersenyum. "Oke deh. Jangan lama-lama."Namira mengacungkan jempolny
"Keluar lo Sky!""Gue lagi buang air!""Nggak usah bohong!""Beneran elah! Kalau nggak percaya, liat sini!"Namira terus menggedor salah satu bilik yang ditempati Sky. Persetan dengan buang air, ia harus segera mengurus laki-laki itu. Sky punya mulut ember. Dia juga licik. Apa yang baru saja dia dengar bisa saja dijadikan sebagai suatu alasan untuk menemuinya setiap hari atau mungkin suatu saat akan dijadikan sebagai alat agar Namira kembali padanya.Dia tau pasti bagaimana Sky. Namira lama menjalin ikatan dengan laki-laki itu. Sky adalah manusia egois. "Sky!"Pintu bilik akhirnya terbuka. Sky muncul dari sana seraya berusaha menaikkan resleting celananya. Kemudian mendongak, menatap wajah berang Namira. Dia terkekeh pelan melihatnya. Apakah tidak sengaja mendengar obrolan orang lain adalah sebuah kesalahan? Sky tak berniat menguping. Tadinya dia hanya penasaran kenapa Regi mengejar Namira. Namun Sky tidak menyangka akan mendengar obrolan bersifat privasi itu. "Apa sayang?" Sky men
Dipikir-pikir lagi, selama mereka menikah, Namira dan Juna belum sekalipun melakukan kegiatan suami-istri. Satu hari setelah tinggal bersama, Namira langsung melamar di perusahaan Gamandi. Diterima, lalu langsung ditugaskan untuk terjun ke lapangan selama satu minggu dan berada di luar kota, berjauhan dari Juna.Dia tidak diberi kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Juna. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sembari mengunyah roti bakarnya, Namira terus berpikir. Apakah Juna tidak menginginkan 'hal itu?' Terhitung sudah hampir dua minggu mereka menikah dan Juna tidak pernah membahas perihal malam pertama atau rencana untuk memiliki keturunan.Namira sebetulnya juga tidak terlalu ingin. Ia hanya merasa aneh saja. Sebab normalnya, seorang suami tentu mendambakan 'hal itu' setelah menantikan sekian lama untuk melakukannya dengan pasangan sah. Tapi Juna terlihat biasa-biasa saja. Namira takut Juna melakukannya dengan perempuan lain. Terlebih lagi Namira meninggalkann
Kondisi Zahira semakin menurun sejak Juna tidak lagi ingin menjadi dokter gadis itu. Zahira tidak ingin kontrol ke rumah sakit, tidak ingin minum obat dan sering mengabaikan waktu makan. Dia tampak seperti seorang perempuan yang ditinggal oleh kekasihnya. Benar-benar berantakan.Mama telah menghubungi Juna. Mengatakan apa yang terjadi pada Zahira saat ini dan bertanya kenapa Juna berhenti menjadi dokter gadis itu. Juna tidak memberikan jawaban, tapi malah memberitahukan bahwa dokter yang saat ini menangani Zahira jauh lebih hebat dari dirinya.Mama tentu tidak merasa puas dengan jawaban tidak jelas seperti itu. Dalam waktu dekat, mama ingin bertemu langsung dengan Juna. Dia harus membujuk pria itu untuk kembali merawat Zahira. Demi kebaikan Zahira dan juga demi kesembuhan gadis itu.Sebetulnya mama bisa membawa Zahira berobat di rumah sakit lain dengan dokter ahli yang jelas lebih hebat dari Juna. Namun anak itu tidak ingin berobat dengan dokter manapun kecuali Juna. Hal ini jelas men
"Papa tidak punya pilihan lagi, Ra. Toko roti lagi sepi, pabrik juga tidak berjalan karena kehabisan modal. Perusahaan juga diambang batas karena semua investor melarikan diri."Namira menunduk, memikirkan lagi perihal perjodohan yang disebut oleh sang papa. Namira bukannya apa, hanya saja menikah atas dasar dijodohkan bukanlah keinginannya. Namira ingin menikah dengan laki-laki pilihannya atas dasar keinginannya dan rasa cinta yang dia miliki. Namun, papa tampak memohon karena pernikahan ini menentukan nasib keluarga mereka di masa yang akan datang. "Mira bisa kerja, Pa. Mira bisa nyari uang buat balikin modal kita. Mira bisa promosiin toko roti kita biar bisa rame lagi--""Kamu tidak akan bisa, Namira. Jangan menyepelekan apa yang terjadi. Masih beruntung ada yang mau membantu papa." Basri menatap putrinya dengan sorot memohon. "Tapi Mira nggak mau nikah, Pa. Mira nggak mau nikah sama orang yang nggak Mira kenal!" Tanpa sadar nada bicara Namira berubah. Basri menatap Namira tajam
Rahang Basri mengeras, menatap Namira yang hanya bisa menunduk. Dia betulan kecewa dengan putrinya. Kepulangan Namira membuatnya syok. Seorang perempuan mengantarkan Namira dalam keadaan pingsan. Bau alkohol tercium dengan jelas, membuat Basri marah karena anaknya nekat menyentuh minuman haram itu. Dia tau Namira tidak terima dengan perjodohan itu, tapi tidak seharusnya anak itu berkunjung ke tempat maksiat untuk menenangkan diri. Perempuan yang mangantar Namira juga mengatakan bahwa perempuan itu hampir ditiduri oleh seorang lelaki yang mengaku sebagai pacar Namira. Basri yakin, laki-laki itu adalah Sky. "Puas kamu, Mir. Puas kamu bikin jantung papamu ini hampir copot? Apa mungkin kamu memang ingin papamu ini mati dan kamu tidak jadi menikah dengan anak rekan papa? Hm?" Basri tidak bisa lagi berkata halus. Rasa kecewanya benar-benar besar. Namira menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak punya niatan seperti yang dibicarakan papanya. Namira hanya datang untuk menenangkan diri