Ku Tentukan Takdirku

Ku Tentukan Takdirku

last updateLast Updated : 2025-10-05
By:  Mommy Sea Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
15Chapters
11views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Alya mendapat kesempatan hidup kembali sebelum pernikahannya hancur. Kali ini, ia bertekad membuka kedok Raka, melindungi keluarganya, dan mengubah takdir agar tidak lagi menjadi korban.

View More

Chapter 1

Bab 4 – Awal yang Tak Terduga

Gelap.

Itulah yang terakhir Alya rasakan. Tubuhnya dingin, napasnya berhenti, dunia lenyap begitu saja di hadapannya. Ia yakin hidupnya sudah berakhir.

Namun entah mengapa, perlahan kesadaran kembali. Rasa sakit di perutnya hilang, napasnya kembali teratur. Tubuhnya terasa utuh, tak lagi berat dan lemah seperti beberapa saat sebelum ia mati.

Kelopak matanya bergetar. Lalu terbuka.

Yang pertama ia lihat adalah langit-langit putih dengan cat yang sedikit mengelupas di sudut. Bukan rumah sakit. Bukan pula ruangan dingin penuh noda darah seperti yang ia bayangkan neraka. Melainkan… kamar yang sangat ia kenal.

Alya bangkit pelan, duduk di tepi ranjang. Pandangannya berkeliling, mencari pegangan pada realitas.

Sofa kecil berwarna biru di pojok ruangan, meja rias sederhana dengan cermin bundar, lemari kayu dengan engsel berdecit—semua itu… miliknya. Barang-barang lama yang sudah ia singkirkan bertahun-tahun lalu.

Tangannya gemetar meraih sebuah bingkai foto di meja. Foto dirinya bersama Raka, masih mengenakan busana pengantin, dengan senyum lebar penuh cinta. Senyum yang belakangan hanya menyisakan luka.

Alya terengah, dadanya naik-turun cepat. “Tidak… ini tidak mungkin.”

Ia berdiri terburu-buru, hampir kehilangan keseimbangan. Matanya menangkap kalender tergantung di dinding. Dengan langkah gontai ia mendekat, jantungnya berdetak keras.

Tanggalnya jelas: 12 Juli 2019.

Tepat tiga tahun setelah pernikahan mereka.

“Tidak mungkin…” bisiknya, suaranya bergetar. “Tujuh tahun… harusnya sudah tujuh tahun… dan aku…”

Alya menatap tangannya sendiri, halus, tanpa luka, tanpa darah. Ia menepuk-nepuk wajahnya, berharap terbangun dari mimpi buruk. Namun yang terasa hanya kulitnya sendiri, hangat dan nyata.

Suara dering tiba-tiba memecah keheningan. Alya menoleh cepat. Di meja nakas, sebuah ponsel bergetar—ponsel lamanya, model lama dengan nada dering klasik yang sudah lama ia lupakan.

Dengan ragu ia meraihnya. Layarnya menyala, menunjukkan panggilan masuk. Nama yang terpampang membuat darahnya berdesir.

“Suamiku ❤️.”

Tangannya hampir menjatuhkan ponsel itu. Nafasnya tercekat. Ini… nyata? Atau hanya tipuan pikiran sekarat?

Panggilan berhenti. Sesaat kemudian, pesan masuk.

> “Sayang, aku pulang agak telat. Jangan lupa kita dinner malam ini, ya. Happy anniversary ke-3 ❤️.”

Alya terpaku. Rasanya kepalanya berputar. Air mata menggenang di matanya, bercampur antara rindu, marah, dan ketidakpercayaan.

Anniversary ke-3. Bukan ke-7.

Ia berjalan terpincang menuju kamar mandi. Tangannya memutar keran air, lalu menangkupkan air ke wajahnya. Dingin. Nyata.

Dengan gemetar, ia menatap cermin.

Yang kembali menatapnya bukanlah wajah seorang perempuan yang hancur, penuh luka batin, dan sekarat. Melainkan dirinya yang lebih muda: kulit lebih kencang, mata masih segar, senyum samar yang belum hilang dari bibir.

Air mata jatuh tanpa bisa ditahan.

“Tuhan…” suaranya lirih, bergetar. “Apa ini… kesempatan kedua untukku?”

Alya menempelkan kedua telapak tangannya ke permukaan dingin wastafel, mencoba menahan tubuhnya agar tidak gemetar. Nafasnya pendek-pendek, seakan paru-parunya menolak percaya apa yang sedang ia alami.

Air yang masih menetes dari wajahnya mengalir ke dagu, menetes di lantai. Ia merasakan setiap detailnya. Begitu nyata. Terlalu nyata untuk sekadar mimpi.

“Kalau ini mimpi, kenapa aku bisa merasakan sakit dinginnya air?” pikirnya, menggertakkan gigi. Ia mencubit lengannya keras-keras, sampai kulitnya memerah. Rasa perih menyengat. “Bukan mimpi…”

Ia melangkah kembali ke kamar, matanya menyapu tiap sudut ruangan. Tumpukan buku lama di rak, vas bunga plastik yang dulu sering ia cuci, bahkan boneka kecil pemberian Raka di tahun pertama menikah—semuanya ada di sana. Benda-benda yang sudah lama hilang.

Detik itu, sebuah kesadaran perlahan menyusup ke dalam pikirannya. Ia benar-benar kembali. Bukan ke masa remajanya, bukan ke awal pernikahan, melainkan tepat di tahun ketiga rumah tangganya. Tujuh tahun sebelum malam pengkhianatan itu.

Suara pintu depan terbuka membuat Alya tersentak. Ia buru-buru menghapus air matanya, menahan gemetar.

“Sayang?” suara itu bergema, begitu familiar, membuat hatinya bergetar.

Raka.

Langkah kaki terdengar mendekat. Dan tak lama kemudian, sosok lelaki yang dulu begitu ia cintai muncul di ambang pintu kamar. Dengan kemeja rapi dan dasi yang sedikit longgar, Raka tampak seperti versi terbaik dirinya—bukan monster yang Alya lihat di malam terakhir hidupnya.

“Eh, kamu sudah pulang?” Alya mencoba terdengar tenang, meski suaranya sedikit bergetar.

Raka tersenyum hangat, senyum yang dulu bisa membuat dunia Alya terasa aman. “Iya. Sengaja pulang lebih cepat. Kan hari ini istimewa.” Ia mengangkat sebuah kotak kecil berbungkus rapi. “Happy anniversary, sayang.”

Alya menatap kotak itu, dadanya terasa sesak. Ia teringat tujuh tahun kemudian, bagaimana senyum ini akan hilang, berganti dengan tatapan dingin penuh pengkhianatan.

Air mata hampir jatuh, tapi ia buru-buru menunduk, pura-pura sibuk merapikan meja. “T-terima kasih…”

Raka mendekat, menyentuh bahunya lembut. “Kamu baik-baik aja? Kok wajahmu pucat?”

Alya menggenggam erat jemarinya sendiri agar tidak goyah. “Aku cuma… sedikit pusing. Capek kerja.”

“Makanya jangan terlalu keras sama diri sendiri,” jawab Raka sambil menatap penuh perhatian. “Aku selalu ada buat kamu.”

Kata-kata itu, yang dulu terasa menenangkan, kini justru menusuk Alya. “Selalu ada buatku?” Hatinya menjerit. “Tujuh tahun dari sekarang, kau akan menusukku dari belakang.”

Malam itu, mereka duduk di meja makan, dengan lilin kecil dan makanan sederhana. Dari luar, semuanya tampak sempurna: pasangan muda yang merayakan tiga tahun pernikahan.

Namun di dalam hatinya, Alya menyimpan badai.

Ia menatap Raka yang tertawa ringan, memuji masakannya, lalu memandang cincin di jari manisnya sendiri.

Tiga tahun lalu… aku percaya kebahagiaan ini abadi.

Tapi sekarang aku tahu, semua ini hanya topeng.

Di penghujung malam, ketika Raka sudah tertidur lelap di sampingnya, Alya terjaga. Ia duduk di tepi ranjang, menatap wajah lelaki itu dalam remang.

Air mata kembali mengalir, tapi bukan lagi tangisan putus asa. Ada sesuatu yang lain di dalam matanya—api kecil yang mulai menyala.

“Tuhan…” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. “Kalau ini memang kesempatan kedua… aku janji tidak akan menyia-nyiakannya.”

Ia mengepalkan tangan, menggenggam selimut dengan kuat.

“Kali ini… aku yang akan mengubah jalan cerita.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
15 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status