"Kamu sudah siap Mbak?" tanya Irish sambil mengeluarkan motor matik nya keluar rumah."Ya, aku sudah siap." jawabku sambil berjalan menghampirinya."Apa kamu tidak mau membawakan sesuatu untuk anak-anakmu?""Tidak, karena aku hanya ingin melihat mereka dari kejauhan. Aku hanya ingin memastikan mereka baik-baik saja!""Kalau begitu naiklah." perintah Irish, aku segera membonceng motornya, perjalanan menuju ke rumah mertuaku hanya memerlukan waktu 30menit dari rumahku Aku turun di gang masuk menuju rumah mertuaku, lalu aku berjalan dan bersembunyi di balik pohon depan rumah mertuaku. Air mataku mengalir dengan derasnya melihat bayi kembarku merangkak mengejar kucing di halaman depan, ayah mertuaku sangat telaten mengikutinya di tambah Zahra yang benar-benar terampil menjaga adik-adiknya."Ibu!" aku terkejut dan segera mengusap air mataku, ternyata Zahra menyadari keberadaanku dari kejauhan. Aku tidak ingin dia lebih bersedih menyadari kehadiranku yang hanya sebentar, aku terus berlari
Keesokan paginya"Bangun Mbak, kamu harus lari pagi!" Jam masih menunjukan pukul 04.00 pagi tapi Irish terus membangunkanku."Ayolah Mbak, kamu harus semangat!" Irish terus menarik tanganku, dalam kondisi mata yang belum mampu ku buka."Kalau kamu malas begini kamu tidak akan bisa kurus, Mbak!" ucap Irish tak menyerah membangunkanku. Pelan aku membuka mata, dia terkejut melihatku setelah aku terbangun."Matamu sembab, kau menangis lagi semalam?" tanya Irish yang mendapatiku masih belum baik-baik saja."Aku baru tertidur 2jam yang lalu, aku rindu tawa anak-anak, dan aku rindu senyuman Ayah." ceritaku dengan raut wajah sedih."Aku yakin Ayahmu sedih jika melihatmu seperti ini terus Mbak. Sekarang kamu bangun dan bersihkan diri dulu baru setelah itu solat. Doakan Ayahmu dan anak-anakmu agar hatimu lebih tenang. Setelah itu baru kita lari pagi, Ok?"Aku tersenyum dengan mata sembab yang mulai pudar, meskipun aku tidak yakin dengan usahaku untuk berubah, tapi demi Irish aku ikuti semua nas
POV AuthorSetahun memudian... Dreettt..dreeettt..Citra membiarkan ponselnya terus bergetar, sorot kebencian jelas masih tersimpan di matanya pada makhluk yang sedang menghubunginya via telepon.Tring...Sebuah pesan masuk, ia ragu untuk membuka pesan dari mantan suaminya itu. Ponsel bergetar kembali dan kali ini ia memberanikan diri mengangkat panggilan dari duda nya itu."[Hallo!]" Citra mulai membuka obrolan."[Hei banteng betina, jual mahal sekali kamu sekarang ya! Aku menelpon bukan karena ingin tau kabarmu, melainkan karena Zahra terus merengek memintaku untuk mengajakmu mengambil raportnya besok!"] Citra hanya bisa mengelus dadanya mendengar Noval terus berbicara tanpa tata krama dan itu membuat Noval makin angkuh."[Hey Citra, apa lemakmu kini ikut menyumbat telingamu? kau dengarkan apa yang aku katakan?]"Tuttt..tuttt...!Citra memutuskan panggilan telepon tanpa menjawab ucapan tidak sopan dudanya tersebut. Ia akan datang kesekolah Zahra, itu semua demi Zahra tanpa harus me
Pov Citra"Masuklah, jangan ragu untuk menelpon ku jika ada masalah. Aku titip Zahra sementara disini!" ucap Noval setelah sampai di halaman rumahku saat mengantarkanku pulang. Aku hanya membalas dengan senyuman kecil itupun kulakukan dengan terpaksa. Setelah apa yang terjadi padaku, aku sangat jijik untuk mengingatnya, dan kini semakin ingin muntah melihat sikapnya yang tiba-tiba baik. Hanya demi Zahra, aku berpura-pura baik padanya.Setelah masuk dalam rumah, Zahra sangat senang. Boneka kesayangannya yang sudah berdebu tersimpan dilemari kini tak habis-habis ia peluki. Sesaat setelah kepulangan kami, Irish datang terkejut melihat Zahra ada bersamaku. Dia ikut pulang, rindu dengan keluarga pamannya yang merawatnya dari kecil katanya."Zahra cantik, tante kangen sama kamu!" Irish memeluk Zahra lalu menggendongnya. Zahra pun tertawa senang bertemu dengan Irish."Gimana kabarmu sayang, kamu pasti senang kan punya 2 ibu sekarang?" ucap Irish meledek Zahra sambil menurunkan Zahra dari gen
Pov CitraSejak kematian mantan ibu mertuaku sifat Noval menjadi-jadi. Setelah di pecat oleh Bu Lydia, aku memilih pulang lebih dulu ke rumahku. Tak sangka saat aku baru sampai rumah aku mendengar kabar kematian ibu mertuaku.Seminggu di rumah, aku kembali ke kota. Kembali dengan bantuan majikan orangtua Irish aku mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran. Aku senang kerja di sini karena aku merasa pengeluaranku sedikit hemat. Karena aku tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli makanan saat bekerja."Aku tak kerja Cit, makanya aku cuma bergantung sama kamu!" pesan Noval sebelum aku kembali bekerja."Kenapa kamu malah keluar, kalau semua kebutuhan kamu minta sama aku, aku juga merasa keberatan." balasku saat itu."Sikembar gak ada yang jaga, kasian ayahku menjaganya sendirian." itu alasan ampuhnya yang membuatku terpaksa memberinya hampir semua gajiku padanya. Kebiasaan lamanya kumat dan sungguh aku merasa kembali terbebani saat ini."Cit, ayahku akan pergi ke rumah saudara bebera
Bugh... Satu pukulan, Bugh... Dua pukulan, Bugh... Tiga pukulan. Dipukulan ke tiga, Noval jatuh tersungkur sebelum bisa membalas sekalipun pukulan dari pak Riyan. Aku terus menikmati adegan itu dengan sesekali menjerit tak tega melihat pukulan maut yang pak Riyan pukulkan kearah muka sibrengs*k itu, bagaimanapun juga ia pantas mendapatkannya. "Siapa kau? Kenapa kau ikut campur dengan masalahku?" teriak Noval sambil mengelap darah yang keluar dari ujung bibirnya. "Jelas aku ikut campur, kau membuat keributan didepan restoran milikku," jawab pak Riyan dengan tatapan sinis kearah Noval. "Aku tidak membuat keributan, aku hanya meminta jatah kebutuhan anak-anakku pada istriku!" ucap Noval berbohong. "Bohong Pak, saya bukan istrinya, tapi mantan istrinya. Dia menginginkan semua gaji saya, jelas saya melakukan perlawanan ketika ia memaksa saya memberikan semua gaji saya untuknya!" teriakku membela diri. "Mulai hari ini, kau harus rajin bekerja, bung! Agar wibawamu tak hilang
Pov CitraSejak aku mendapatkan perlakuan khusus dari atasanku dan bosku, aku merasa mulai terasing dari teman-teman kerjaku, ada yang membicarakanku dibelakang, bahkan ada yang terang-terangan menyindirku. Aku merasa tidak nyaman sekarang, berbagai alasan ku katakan pada Pak Riyan untuk tidak mengantar jemputku, namun ia terus beralasan tidak mau memberi kesempatan mantan suamiku melakukan hal seperti hari itu lagi. Aku paham niat baiknya, namun aku lebih tersudut karena kebaikannya. Ditambah Pak Andre yang sering terang-terangan menggodaku didepan pegawai lain, itu membuat bahan bakar kemarahan para pekerja lain yang tidak menyukai situasi ini.Suatu sore setelah aku diantar pulang Pak Riyan, aku terkejut ketika memasuki kontrakan. Tiba-tiba ada Noval didalam kontrakanku, mulutku dibungkam ketika aku baru memasuki pintu kontrakan, aku sama sekali tidak punya kesempatan untuk berteriak, ia terus menyeret tubuhku kedalam kamar lalu menghempaskan tubuhku diatas kasur. Aku sangat takut
Pov NovalSudah sejak kematian ibuku, aku selalu berusaha mengambil simpati Citra lagi agar kasian dan mau kembali lagi kepadaku namun sia-sia. Setauku dia bukan tipe pendendam, tapi mengapa ia tidak bisa luluh lagi. Demi kebahagiaan anak-anak harusnya dia tidak egois menyimpan kemarahan yang sudah lama kusesali karena telah membuatnya terluka. Aku pun telah mendapat hukuman setimpal, ibuku meninggal karena ulah Nita yang menjadi korban seperti Ayahnya waktu itu. Jadi jika dipikir-pikir aku sudah terkena karma dan menyesali perbuatanku, sebegitu bencikah dia kepadaku hingga mengorbankan kepentingan anak-anak dan menolak ajakan rujukku.Tentang 2 orang atasannya yang sering kulihat bersamanya, mungkinkah mereka hanya kasian dan iba dengan Citra karena ulahku membuat keributan saat itu. Ataukah mereka mempunyai perasaan lebih pada mantan istriku itu. Aku akui kini Citra sangat jauh lebih cantik setelah menjadi jandaku, mungkin salahku dulu yang tidak becus menjadi suaminya hingga dia me