***"Sudah, habis ini kamu bisa beristirahat dengan tenang. Adara kayanya enggak akan ganggu lagi.""Makasih, Tante."Felicya mengukir senyum tipis pada seorang perempuan paruh baya yang baru saja menolongnya dari Adara yang selalu mengganggu dengan menelepon Danendra.Sejak kedatangannya ke rumah sakit siang tadi, Danendra memang tak kembali ke kantor—lebih tepatnya tak diperbolehkan kembali oleh Teresa yang memintanya untuk menjaga Felicya karena siang tadi Teresa harus menghadiri acara salah satu temannya.Dan sekarang, tepat pukul enam sore Teresa baru datang untuk menggantikan Danendra yang sudah tertidur sejak tiga jam lalu di sofa ruang rawat Felicya, sementara ponselnya ada di atas meja nakas untuk dicharge setelah kehabisan baterai."Sama-sama cantik," kata Teresa. Menoleh ke arah Danendra yang masih terlelap dengan posisi terlentang, perempuan itu menarik kursi lalu duduk di samping ranjang Felicya. "Gimana keadaan kamu, sudah lebih baik?""Lumayan, Tante. Cuman wajah aku ma
***"Dan."Adara yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung mengedarkan pandangannya ketika dia tak mendapati Danendra di kamar.Masih memakai bathrobes lengkap dengan handuk yang menggulung rambut di atas kepala, Adara melangkahkan kakinya menjauh dari kamar mandi lalu berjalan menuju meja untuk mengecek ponsel—barangkali ada notifikasi pesan masuk.Namun, tak ada. Lagipula siapa yang akan mengiriminya pesan malam-malam begini, kecuali Rafly. Ah, lagi-lagi Adara kembali merindukan sosok lelaki itu."Ayolah, Dar. Lupain," gumam Adara pelan. Menyimpan kembali ponselnya di atas meja, Adara memfokuskan lagi tujuannya mencari Danendra.Tak ada di kamar, Adara membuka pintu lalu melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Namun, di sana pun Danendra tak ada, hingga suara dari dapur membuat perhatiannya beralih.Mengukir senyum tipis, Adara melangkahkan kakinya menuju dapur dan di sanalah Danendra berada.Berdiri di depan meja makan, Danendra yang sudah seksi dengan celana pendek juga kaos put
"Fe-Felicya mau tinggal di sini?"Adara memandang Danendra lekat-lekat, mencari keseriusan di raut wajah pria itu setelah melontarkan ucapan yang jujur saja membuat Adara kaget sampai tak bisa berkata-kata.Tak tahu harus merespon apa, tapi yang jelas Adara terkejut—bahkan sangat terkejut dengan apa yang dikatakan Danendra."Iya," kata Danendra. "Sampai dia sembuh.""Ja-jadi, ti-tidur di sini sama kita?" tanya Adara memastikan. Sialnya, dia tak bisa berkata dengan lancar karena bibirnya tak tahu kenapa tiba-tiba saja terasa kelu."Kamu kenapa?" tanya Danendra. "Enggak apa-apa kan, hm?"Adara menggeleng. "Enggak, aku enggak apa-apa, cuman kaget aja," ucapnya kemudian—setelah kini dia bisa berbicara dengan lancar kembali."Kalau kamu enggak ngizinin enggak apa-apa, aku nanti bilang sama Felicya dan kasih dia pengertian," ucap Danendra. "Aku juga enggak enak sama kamu. Pasti enggak nyaman kan nanti kalau serumah sama Feli.""Jangan, Dan," kata Adara."Jangan apa?""Kamu jangan ngomong ka
***"Kamu seriusan enggak apa-apa aku tinggal?Sekali lagi—sebelum pergi, Danendra kembali melayangkan pertanyaan yang sama pada Adara sebelum pergi ke rumah sakit untuk menemui Felicya.Tak lagi memakai piyama, Danendra kini sudah mengganti bajunya dengan celana jeans juga kaos hitam yang dibalut jaket bomber. Berat rasanya Danendra meninggalkan Adara, tapi dia pun tak bisa menolak setelah Teresa berkata jika Felicya membutuhkannya."Enggak apa-apa, Dan. Kamu kan tinggalin aku di apartemen, bukan di hutan," jawab Adara.Danendra kemudian melirik arloji yang dia pakai. Sudah cukup malam sebenarnya karena jarum jam pun sudah menunjukkan pukul sembilan malam."Ya udah kalau gitu aku pergi ya, kamu hati-hati. Jangan asal bukain pintu kalau ada yang ngetuk, lihat dulu di intercom," ucap Danendra memperingatkan."Iya, Dan. Kamu hati-hati di jalan ya," kata Adara. "Iya," jawab Danendra dengan senyumannya. Sebelum pergi, dia mendekatkan wajahnya lalu tanpa ragu mendaratkan sebuah kecupan di
***"Ya ampun, kayanya udah pagi."Adara bergumam dengan suara yang parau ketika perlahan kedua matanya mulai terbuka. Tak tidur di kamar, semalaman penuh dia tidur meringkuk di sofa ruang tamu setelah semalam Danendra mengabari jika dia tak bisa pulang karena harus menjaga Felicya.Ah, sepertinya semua tak akan mudah. Usaha Adara untuk belajar mencintai Danendra nyatanya akan mendapat halang rintang yang tak main-main karena Felicya sepertinya tak akan mundur.Gadis itu terlihat akan tetap memperjuangkan Danendra atau mungkin merebutnya lagi dari Adara dan tentunya sebuah pesan yang diterima Adara dini hari tadi semakin membuat dia yakin jika Felicya tak tinggal diam.Tak hanya pesan teks. Pesan yang dikirim Felicya berupa foto Danendra yang tertidur di kursi sambil memegangi tangan kanan Felicya yang dibalut infus. Mengambil foto selfie, gadis itu mengukir senyum seolah sebuah kode penegasan jika dirinya belum kalah.Felicya masih cukup percaya diri untuk merebut Danendra lagi karen
***"Udah, Dan?"Danendra yang baru saja masuk kembali ke dalam mobil mengukir senyuman manisnya ketika pertanyaan itu dilontarkan Adara."Udah nih," ucap Danendra sambil menunjukkan kresek putih berisi beberapa bungkus roti untuk Felicya. Tak hanya untuk Felicya, Danendra pun membelikan dua bungkus roti sisir kesukaan Adara. "Dan inu buat kamu.""Ih ya ampun, makasih, Dan," ucap Adara antusias. Tanpa basa-basi dia langsung mengambil dua bungkus roti tersebut lalu membuka kemasannya dengan segera. "Aku makan ya.""Iya harus, kamu kan belum sarapan," kata Danendra. "Makin lengkap, sarapannya pake ini."Merogoh sesuatu dari saku jas yang dia pakai, Danendra menyimpan susu kotak coklat rendah lemak di atas dashboard dan tentunya semua itu membuat Adara semakin senang."Danendra ih, kamu udah buat aku speechles pagi-pagi," kata Adara."Suka enggak?""Suka bangetlah! Makasih ya.""Sama-sama," ucap Danendra. Memakai kembali safetybeltnya, dia kembali menyalakan mesin. "Kita ke rumah sakit s
***"Makan yang banyak ya, supaya kuat."Adara tersenyum. "Iya, Dan. Kamu juga ya," ucapnya."Siap, Ra. Kalau gitu aku tutup teleponnya ya.""Iya, Dan.""Ra.""Ya?""I love you."Adara menahan senyum sambil memandangi layar laptopnya lalu menjawab. "I love you too, Dan," ucapnya kemudian.Setelah itu sambungan telepon terputus. Menyimpan kembali ponselnya di atas meja kerja, Adara kembali fokus dengan laptop sambil menunggu jam makan siang tiba.Lima belas menit sebelum jam dua belas, Danendra menghubungi Adara untuk mengabari jika makan siang kali ini dia tak akan datang ke kantor sang istri karena harus menemui klien penting di jam makan siang.Tak protes karena mengerti, Adara memutuskan untuk menghabiskan makan siangnya nanti di kantin perusahaan."Danendra," gumam Adara pelan. "Dia manis banget ternyata."Menyelesaikan pekerjaan yang tinggal separuh, Adara men-shutdown laptopnya lalu beranjak dari kursi tepat setelah jam dinding di ruangannya menunjukkan pukul dua belas.Keluar d
***"Pokoknya saya tidak mau ada satu pun berita itu muncul di halaman beranda, kalau masih ada nanti saya komplen lagi.""Baik, Pak Danendra."Memutuskan sambungan telepon, Danendra menghempaskan tubuhnya di kursi kerja lalu bersandar di sana. Selesai meeting dengan klien, dia bergegas kembali ke kantor untuk segera menelepon beberapa pihak yang bisa dia minta untuk menurunkan berita buruk tentang Adara.Dan kini, Danendra hanya tinggal menunggu hasil sebelum nanti dia mengabari Adara."Felicya ... dia keterlaluan," gumam Danendra.Menunggu selama hampir sepuluh menit, Danendra beringsut ketika ponselnya berbunyi singkat—tanda pesan masuk dan tentunya pesan yang didapat Danendra adalah pesan yang berisi kabar tentang bersihnya halaman instagram dari berita buruk tentang Adara."Ah, hilang juga," gumam Danendra sambil mengukir senyumnya.Membuka jas lalu menyampirkannya di kursi, dia kemudian beringsut lalu melangkahkan kakinya keluar untuk bergegas pergi menuju kantor Adara dan menga