Eleanor mulai mengerjakan pekerjaan yang sama sekali belum pernah dilakukannya itu. Dia membuka semua file yang disimpan Agnes dan mulai mempelajarinya sambil sesekali melirik ruangan Alden. Tak berselang lama, Roni keluar sambil bersungut-sungut. Dia mengangguk sekilas sebelum kembali tenggelam dalam pekerjaan.Setelah berjuang keras mempelajari akhirnya wanita itu mulai memahami alur pekerjaannya. Saat tengah asyik berkutat dengan beberapa file, terdemgarsuara langkah kaki mendekat. Eleanor segera mendongak dan terkejut ketika melihat Kevin sudah berdiri di hadapannya.“Jadi kamu yang menggantikan Agnes sementara waktu?” tanya pria itu yang dijawab dengan anggukan Eleanor. “Kata Jessica kamu sengaja dimutasi ke sini. Memangnya dari cabang mana?”Eleanor menelan ludah dengan susah payah sebelum berdeham sejenak, kemudian bangkit dari duduk sambil mengulas senyum tipis sambil mengulurkan tangan. “Perkenalkan nama saya Natasya. Saya berasal dari cabang yang ada di Paradiso.”Kevin
Mentari belum juga menampakkan diri saat Eleanor terjaga dari tidur. Dia menyipitkan mata ketika tidak mendapati sosok sang suami di ranjang. Wanita itu beringsut duduk dan mengedarkan pandangan sebelum turun dari ranjang. Lalu, berjalan ke depan dan mendapati Darren sedang berdiam diri sambil menatap kejauhan.“Kenapa tidak membangunkanku kalau ingin kembali ke sana?” tanya Eleanor sambil menatap rumah sakit. Lalu, kembali mengalihkan tatapan kepada suaminya. “Mau aku antar ke sana?”Darren menghela napas panjang sebelum menggeleng lemah, kemudian menunduk untuk menatap kedua kakinya. Semenjak bangun dari koma, pria itu harus menjalani fisioterapi untuk memulihkan fungsi kakinya. Namun, dia belum sempat membuat janji temu dengan sang terapis karena ingin sekali bersama istrinya.“Pagi ini aku harus pergi ke suatu tempat, jadi jika di sini sepertinya tidak memungkinkan.”Kembali terdengar helaan napas panjang dari mulut Darren. “Baiklah, tolong antar aku kembali ke kamar.”Senyum
Eleanor segera melerai pelukan dan menyusut air matanya begitu melihat Pak Surya ada di ambang pintu. Dia tersenyum tipis dan menghampiri pria itu. Lalu, menoleh ke belekangfi mana Darren menatap penuh tanya sebelum mengalihkan pandangan kepada Pak Surya.“Pak, sebenarnya ....” Eleanor mulai menceritakan kondisi Darren yang sesungguhnya kepada Pak Surya. Sontak, pria itu terkejut dan menatap sang atasan dengan terenyuh.“Saya turut bersedih, Bu. Semoga ingatan Pak Darren segera kembali soalnya ada yang ingin saya sampaikan mengenai perusahaan.”Eleanor bergeming sejenak sebelum menoleh ke arah sang suami, kemudian kembali ke Pak Surya. Lalu, menggigit bibir dan berpikir sesaat sebelum menyuruh pria itu untuk masuk dan duduk di hadapan Darren.Darren menatap penuh tanya pria yang baru saja duduk di depannya. Lalu, mencoba mengingat, tetapi tak ada memori yang tersimpan.“Bapak kenal aku?” tanya Darren dengan penuh harap. Sungguh, dia ingin segera mendapatkan ingatannya kembali s
Eleanor berdiri di samping ranjang setelah membantu Darren merebah. Dia bergeming dan menatap lekat wajah tampan sang suami sebelum membuang pandangan saat ditatap balik. Wanita itu pun menghela napas panjang sebelum kembali menelisik wajah suaminya. “Aku tahu ini mungkin sulit, tapi izinkan aku kembali memperkenalkan diri. Namaku ....” “Eleanor. Aku tahu karena Dokter Malik yang memberitahuku.” Eleanor mengangguk lemah sambil memasang senyum canggung. Dia bungkam karena bingung harus berkata apa sampai Darren lebih dulu membuka suara. “Apa benar kita sudah menikah? Maafkan aku kalau tidak mengingatnya.” “Tidak apa-apa. Aku bisa mengerti.” Eleanor mencoba untuk menutupi luka hatinya dengan tersenyum, meskipun terkesan sangat dipaksakan. “Kalau begitu aku permisi. Istirahatlah agar cepat pulih.” Eleanor segera berlalu dari kamar saat matanya memerah menahan tangis. Sesampainya di luar kamar, wanita itu mengempaskan tubuhnya ke kursi dan menarik napas panjang sebelum me
Eleanor membuka mata dan langsung mengedarkan pandangan sesaat sebelum beringsut duduk. Namun, nyeri di kepala membuatnya kembali merebah. Dia memejamkan mata sejenak sambil mengingat kejadian yang baru saja dialami. Sontak, bayangan Darren membuatnya terusik. Wanita itu kembali berusaha duduk sambil menahan nyeri sebelum turun dari ranjang. Lalu, berjalan tertatih untuk membuka tirai yang memisahkan ranjangnya dengan brankar sang suami. Kedua matanya langsung membeliak begitu melihat brankar yang biasanya ditempati Darren dalam keadaan kosong.Eleanor mengedarkan pandangan sebelum berjalan tertatih menuju kamar mandi dan membukanya. Namun, sosok sang suami tak juga ada di sana. Dalam keadaan panik, wanita itu keluar ruangan dan menyeret langkahnya menyusuri lorong sambil mengedarkan pandangan.Segala pikiran buruk berkecamuk dalam tempurung kepalanya hingga menciptakan sesak yang membebat dada. Perlahan, kedua mata wanita itu memerah, kemudian bulir bening mulai luruh membasahi p
Tiga hari usai dirawat intensif di rumah sakit, Eleanor diperbolehkan pulang oleh dokter. Sambil berjalan tertatih, wanita itu menyusuri lorong hingga sampai di halaman. Dia bergeming sejenak sebelum menaiki taksi yang baru saja menurunkan penumpang. Setelah menyebutkan alamat yang dituju, dia menatap keluar jendela. Tampak langit kelabu menggelayut manja, menutupi mentari dan memaksanya untuk terus bersembunyi.Eleanor berhenti di depan gerbang dan menatap sesaat rumah yang tak lagi sama sejak Darren terbaring koma di rumah sakit. Dia menghela napas panjang sebelum tersenyum tipis dan mulai melangkah masuk. Senyumnya makin lebar tersumir di bibir saat melihat kondisi rumah yang tetap terawat meskipun sempat ditinggalkannya.Wanita itu kembali melangkah sampai tiba di depan pintu dan mengeluarkan kunci. Namun, saat hendak memutar anak kunci, dia kesulitan dan mulai terlihat panik. Mendadak terdengar suara pintu dibuka dari dalam. Eleanor mundur selangkah dan terkejut saat melihat Al