Share

Tawaran dari Alvaro

'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.

Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi.

"Astagfirullah, Tasyaa ...."

***

Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.

Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.

Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana.

"Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.

Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.

Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya.

"Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.

Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka.

"Pergi, gak!" seru Tasya kembali sambil mencoba bangkit dari duduknya.

Varo pun bangkit, mengikuti Tasya.

Tasya terus mengacungkan cutter nya kepada Varo sambil terisak sampai akhirnya, cutter itu pun terlepas dari pegangannya, dan saat itu pula Varo pun dengan sigap segera menghampiri dan memeluk tubuh Tasya.

"Pergi! Pergi sana," ucap Tasya memberontak sambil memukul-mukul dada Varo.

"Ngga! Aku gak bakal pergi dengan keadaan kamu kek gini!" ucap Varo dengan tegas sambil mengeratkan pelukannya.

"Lepas! Lepasin gak!" Berontak Tasya di pelukan Varo.

Tasya terus memukul-mukul dada bidang Varo berharap pelukan itu akan lepas, namun yang terjadi, justru Varo makin mengeratkan pelukannya dan mencium keningnya.

"Nggak! Aku gak bakal lepasin kamu!" seru Varo.

Perlahan pukulan yang dilakukan Tasya pun mulai mengendur dan lama kelamaan ia pun akhirnya berhenti.

Tangisan Tasya juga perlahan mulai berhenti dan menyisakan isakan - isakan kecil saja.

Mengetahui Tasya yang mulai sedikit tenang, perlahan Varo pun mengendurkan pelukannya.

Matanya tertuju pada luka yang tadi Tasya buat. Dan dengan cekatan ia pun menutup luka itu dengan merobek sebagian ujung kemejanya.

"Sya," lirih Varo setelah melihat Tasya yang sedikit tenang.

Varo pun menghapus sisa-sisa air mata Tasya, berharap ia akan berhenti keluar.

"Jangan nangis lagi. Jangan nangisin dia yang udah bikin kamu terluka," lirih Varo lembut.

Varo pun mengangkat dagu Tasya, dari sini mata keduanya pun nampak bersibobrok.

Deg.

Seketika Tasya pun diam terpaku. Manik mata elang yang diperlihatkan Varo membuat dirinya membeku dan juga terdiam.

'Mata ini ... kenapa sama Varo?' batin Tasya di dalam hatinya.

Tasya pun mencoba membuang pandangannya ke arah samping, namun lagi-lagi Varo mengambil wajah Tasya dan tak lama Varo pun mendaratkan bibirnya di bibir Tasya.

Sontak, Tasya pun terkejut dengan apa yang dilakukan Varo saat itu. Rasanya ingin berontak namun tak bisa. Beruntung, Varo hanya sebentar saja melakukan ciuman itu karena setelah itu ia pun langsung melepaskannya.

"Sya, apa yang kamu lakukan ini enggak akan merubah keadan yang udah terjadi," ucap Varo kemudian.

"Apa maksud kamu?" tanya Tasya masih tak paham.

"Sya, mau kamu nangis kaya gini pun, pernikahan mereka tetap berlangsungkan? Lalu, untuk apa kamu bersusah payah untuk mengambil nyawamu sendiri? Lebih baik, energimu disimpan aja buat membalas perbuatan mereka,” ucap Varo memberikan saran.

Tasya masih diam mencoba mencerna apa yang diucapkan oleh Varo. Otaknya berpikir sejenak dan merasa apa yang diucapkan Varo itu benar, tapi hatinya seakan berontak. Entah apa yang harus ia lakukan kini.

Hidupnya memang benar-benar hancur saat ini.

"Untuk itu, aku di sini akan bantu kamu membalas perbuatan mereka," ucap Varo.

Tasya masih diam sambil memperhatikan manik mata Varo. Perlahan ia mulai mengingat siapa sosok pemilik mata elang itu.

Namun, dirinya masih tak paham, kenapa mata elang itu ada di dalam diri Varo.

Tasya pun kembali tertunduk, memainkan jari jemarinya dan melihat ke arah tangannya yang tadi terluka.

Masih ada sedikit darah yang merembes di sela-sela kain itu sehingga menimbulkan bercak merah di luarnya.

“Gimana sama tawaran aku, Sya?” tanya Varo kembali memastikan.

Tasya yang masih nampak bimbang itu akhirnya mengangguk setuju.

"Aku gak punya pilihan lain lagi, Var. Kamu benar, pasti Bagas dan Keysa akan lebih bahagia kalau sampai lihat aku gagal nikah dan hidup aku hancur kek gini. Terima kasih udah mau bantuin aku," lirih Tasya dan mendapat anggukan dari Varo.

“Bagus. Tunjukkan pada mereka berdua bahwa kamu bisa lebih bahagia sama aku," ucap Varo penuh keyakinan.

Tasya pun hanya bisa mengangguk pasrah lalu mengajak Varo untuk pulang dan bertemu sang Papa.

Keduanya pun berjalan beriringan satu sama lain. Varo terus menggenggam tangan Tasya karena takut Tasya akan berbuat macam-macam lagi.

“Var, bisa lepas tangan aku? Sepertinya gak nyaman digandeng gini,” ucap Tasya.

“Maaf, Sya, gak bisa. Aku harus pastiin kamu gak berbuat macam-macam lagi!” ucap Varo tanpa menoleh sama sekali kepada Tasya.

“Ta – tapi,”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status