Share

Keputusan Tasya

"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.

Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.

Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.

Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.

Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.

Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.

Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana.

"Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran.

"Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya.

"Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha menolak.

Namun, Varo hanya diam dan tak menanggapi ucapan Tasya. Ia pun lalu kembali menggandeng lengan Tasya dan masuk ke dalam.

Disana, lengan Tasya pun diobati dan dibersihkan lukanya lalu di perban kembali dengan kasa bersih.

Tak ada yang serius dari luka Tasya sebenarnya. Hanya saja, melihat wajah Tasya nampak sedikit pucat membuat Varo sedikit khawatir. Selain itu, karena cutter yang Tasya gunakan tadi berasal dari kedai miliknya, yang otomatis di pakai buat memotong apa saja.

Setelah mengobati lukanya di klinik, keduanya pun lalu pergi kembali.

Tasya pikir mereka akan langsung pulang kerumahnya, akan tetapi motor pun kembali berbelok ke sebuah rumah makan bernuansa alam yang cukup terkenal elite di daerah rumahnya.

"Kok kesini?" tanya Tasya penasaran.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Varo dengan dingin dan mendapat gelengan dari Tasya.

Varo pun berjalan duluan masuk ke area restoran itu dan disusul oleh Tasya di belakangnya.

Hamparan pepohonan hijau berpadu dengan warna kuning dari saung mampu memanjakan mata siapa saja yang masuk ke dalam area restoran itu.

Tak hanya itu, gemercik ikan di kolam yang berada di bawah saung pun begitu menambah keasrian restoran tersebut.

Varo berhenti tepat di sebuah saung yang berada di tengah-tengah dengan posisi yang sedikit lebih tinggi dibanding dengan saung di sekelilingnya.

Tak lama, seorang pelayan pun menghampiri Varo disana dengan sedikit membungkuk dan hormat dan mempersilahkan Varo untuk duduk.

Setelah Varo duduk, pelayan tersebut pun pergi lagi dari sana. Tasya yang merasa aneh dan heran pun segera menghampiri Varo di sana.

"Duduk," titah Varo dan mendapat anggukan dari Tasya.

Tasya nampak memperhatikan sekelilingnya. Perasaannya mendadak seperti tak nyaman apalagi saat melihat beberapa pelayan yang menatap dirinya sambil berbisik satu sama lain.

"Var, sering kesini?" tanya Tasya penasaran.

"Aku ngisi live juga disini," ucap Varo singkat lalu fokus kembali ke ponsel yang ia pegang.

Merasa sedikit tak nyaman, Tasya pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan memilih untuk ke kamar mandi.

"Mau kemana?" tanya Varo singkat.

"Kamar mandi, dimana ya?" tanya Tasya balik.

"Lurus belok kanan," ucap Varo sambil menunjuk arah kamar mandi dan Tasya pun langsung mengangguk.

Tasya pun segera pergi ke kamar mandi dan mencoba menetralkan deru jantungnya.

Saat sedang mencuci mukanya, ia mendengar suara sepatu lain yang hendak masuk ke dalam kamar mandi. Ia pun buru-buru masuk ke salah satu toilet di sana.

Ternyata, yang masuk adalah dua orang pelayan restoran.

"Cewek yang di bawa Den Varo tadi siapa ya kira-kira?" tanya salah satu di antara mereka.

"Gak tau, apa mungkin calon istrinya?" tanya temannya balik.

"Duh, potek hatiku kalau itu beneran mah," ucap pelayan yang tadi.

Tasya pun mendengarkan dengan seksama pelayan itu berbicara tentang Varo. Namun, setelah itu tak ada percakapan lagi di antaranya sehingga Tasya pun memutuskan untuk keluar saja.

Dan saat Tasya keluar, kedua pelayan itu pun nampak kaget dengan kehadiran Tasya.

"E -- eh? Kok Non Varo a -- ada disini?" tanya pelayan tadi.

"Non Varo? Aku maksudnya?" tanya Tasya sedikit tak paham dan mendapat anggukan dari kedua pelayan tadi.

"Mbak, emang Varo itu siapa sih? Kok, aku ngerasa kalian kek sedikit sungkan gitu?" tanya Tasya sedikit penasaran.

"Em, anu, De – Den Varo ---," belum selesai berbicara, ucapan pelayan tersebut pun terpotong karena mendengar ada yang memanggil Tasya.

"Sya? kamu di dalam, Yang?" tanya seseorang di luar sana yang tak lain adalah Varo.

"Em, Iya bentar, Var. Saya duluan ya," pamit Tasya kepada kedua pelayan itu dan mendapat anggukan dari mereka.

Tasya pun segera keluar dari kamar mandi dan menghampiri Varo disana.

"Lama banget," gerutu Varo sedikit kesal terhadap Tasya.

"Maaf," jawab Tasya singkat.

Varo pun lalu menggandeng tangan Tasya kembali menuju saung tadi dan saat keduanya tiba disana, makanan pun telah terhidang sempurna di sana.

"Ayo makan dulu," ucap Varo dan mendapat anggukan dari Tasya.

Keduanya pun makan dengan begitu lahap. Varo pun menyunggingkan sedikit senyumnya saat melihat Tasya yang makan dengan sedikit gemas itu.

Setelah keduanya selesai makan, Varo pun lalu melanjutkan mengajaknya ke tempat terapi ikan yang berada tak jauh dari saung tadi.

Tak hanya terapi ikan, akan tetapi Varo juga mengajaknya menuju pusat jajanan Kota Garut yang berada tepat dua blok dari restoran tadi.

Setelah itu, barulah Varo mengajak Tasya pulang, apalagi hari pun sudah sore.

Sebenernya, dari tadi ada satu pikiran yang mengganjal di hati Tasya. Para pegawai di tiga tempat itu seperti menaruh rasa hormat yang begitu besar kepada Varo, seakan Varo adalah salah satu orang penting bagi mereka.

Namun, Tasya sendiri urung bertanya lebih jauh kepada Varo karena pasti tak akan mendapatkan jawaban yang sesuai ekspektasinya.

Keduanya pun tiba di rumah Tasya setelah ba'da Magrib.

Pak Ega pun nampak duduk diam di teras rumahnya dengan perasaan yang sedikit khawatir dan kalut. Terlihat dari gelagatnya yang kadang duduk, sebentar, lalu berdiri dan berjalan mondar mandir disana.

Melihat ada sebuah motor yang masuk ke halaman rumahnya, seketika Pak Ega pun bangkit dari duduknya dan menghampiri mereka berdua.

"Tasya kamu kemana aja, Nduk?" tanya Pak Ega dengan nada yang sedikit khawatir dan cemas.

"Tasya gak kemana-mana kok, Pah," jawab Tasya sambil menyunggingkan senyumnya yang begitu tulus.

"Itu tanganmu kenapa, Nduk?" tanya Pak Ega penasaran dan mendapat gelengan dari Tasya.

"Nanti Tasya ceritain ya, Pah. Kita masuk dulu sekarang, ada yang mau Tasya omongin," ucap Tasya dan mendapat anggukan dari Pak Ega.

Tasya pun berjalan lebih dahulu bersama sang Papa, sedangkan Varo menyusulnya dari belakang.

Setelah tiba di ruang tamu, mereka bertiga pun akhirnya duduk di sofa sana.

"Mau ngomong apa, Sya?" tanya Pak Ega lembut kepada anak perempuan semata wayangnya.

"Tasya udah mutusin, kalau pernikahan Tasya gak perlu batal, Pah. Tasya bakal nerima Varo sebagai pengganti Bagas di acara pernikahan Tasya nanti," putus Tasya akhirnya.

"Kamu yakin, Nduk? Kalau memang harus batal gak papa, Nduk, dari pada nantinya kamu tersiksa. Papa gak masalah kalau harus malu," ucap Pak Ega lirih namun mendapat gelengan dari Tasya.

"Keputusan Tasya udah bulat, Pah. Tasya harap Papa mau ya, restuin Tasya dan Mas Varo," ucap Tasya penuh harap.

"Bukannya kamu kemarin nolak dia, Nduk?" tanya Pak Ega sedikit penasaran dan mendapat anggukan dari Tasya.

"Awalnya memang iya, tapi Tasya rasa tak ada salahnya mencoba menerima. Mungkin, emang jodoh Tasya bukan Mas Bagas tapi Mas Varo, Pah," ucap Tasya lembut.

Hening pun lalu tercipta di antara mereka bertiga. Sebenernya, ada sedikit keraguan di hati Tasya saat itu. Namun, ucapan Varo tadi yang ingin membantunya, membuatnya terpaksa untuk menerima tawarannya.

Akhirnya, Pak Ega pun hanya bisa mengangguk pasrah dengan apa yang telah diputuskan oleh Putrinya itu.

***

Dua hari kemudian, acara rewang pun mulai berjalan di rumah Tasya.

"Emang, nikahannya Tasya tetep jadi? Bukannya calon mempelai prianya udah nikah? Apa mau jadi pelakor dia?" tanya seorang ibu di acara rewang tersebut dan mendapat anggukan dari beberapa ibu lainnya.

"Jadi, Bu, tapi bukan sama Mas Bagas," ucap Tasya sambil berusaha untuk tersenyum.

"Lah terus sama siapa?" tanya ibu itu lagi.

"Mas Varo, Bu," ucap Tasya singkat.

"Varo yang penyanyi cafe itu?" tanya Ibu itu kembali dan mendapat anggukan dari Tasya.

“Kok mau sih Nak Tasya sama penyanyi cafe?”

Setelahnya, terdengar suara cekikikan para tetangga itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status